Rico ke ruang tunggu berharap kalau itu mamanya, tapi ternyata Robby dan Nadira. Rico mengira kalau Nadira itu adalah Senja.
“kenapa lo yang ngebebasin gue” dengan penuh amarah Rico menatap Nadira.
“aku tau, sebenarnya kamu itu punya hati yang baik” jawab Nadira.
“nggak usah pura-pura peduli sama gue” ucap Rico dengan ketus, tapi menunduk.
“kalau memang kita nggak peduli, nggak mungkin kita ada disini, begitu juga dengan temen-temen lo” sahut Robby geram.
“aku harap ini semua jadi pelajaran buat kamu” Nadira menatapnya dalam-dalam.
Rico merenungi perkataan Nadira, sedangkan Nadira dan Robby pergi meninggalkan Rico yang masih tampak melamun.
“maafin gue...” lirih Rico sambil menunduk, seakan-akan ia sangat menyesali perbuatannya.
Kembali lagi di ruangan latihan.
“Raga kemana van? waktu kita udah mepet banget tau nggak” tanya Galang memegang gitar.
“gue juga nggak tau, tadi sih katanya ada urusan” jawab Jovan santai.
“udah kita latihan aja dulu” ajak Senja.
“gimana kita mau latihan kalau Raganya aja nggak ada” tegas Ica.
“udah nggak usah marah-marah, mungkin Raga ada keperluan mendadak kali” Dinda menenangkan mereka.
Akhirnya mereka latihan ngeband dan drama tanpa Raga, namun dalam hati Senja memikirkannya.
”Fajar kemana ya...? nggak biasanya dia kayak gini”
“tu kan nggak fokus” cerca Galang melihat Senja yang bengong melamun, dengan geram ia meninggalkan ruangan.
“GALAANG...” Jovan memanggilnya. “ini gara-gara Raga sih” Jovan juga pergi meninggalkan Senja cs.
Dinda dan Ica menatap Senja.
“jangan-jangan Senja lagi mikirin Raga..., Raga kan gebetan gue” Dinda membatin.
“sorry kalau gue nggak fokus” Senja merasa bersalah.Hani mondar mandir didalam kantornya memikirkan pelanggan banyak yang protes.
“ini nggak bisa dibiarin, lama-lama bisa bangkrut kalau seperti ini terus” keluhnya.
Tiba-tiba karyawannya datang mengetuk pintu dan masuk.
“ini laporan kita bulan ini bu” sambil menyerahkan laporan.
Hani membuka laporan tersebut. “oia saya minta laporan keuangan yang minggu lalu juga ya”
“baik bu” karyawan itu kemudian pergi meninggalkan ruangan.
Tiba-tiba ada sepasang suami istri dibawa ke rumah sakit karena habis kecelakaan. Anwar meminta suster untuk cepat membawanya ke ruangan IGD, agar ia bisa menanganinya. Suster membawa pasien tersebut. Begitu Anwar menangani pasien itu, ia sangat terkejut karena wajahnya mirip sekali dengan orang tuanya Khanza. Jantungnya serasa mau copot. Mukanya pucat dan keringatnya langsung keluar sebesar biji jagung.
“nggak..., nggak mungkin” Anwar membalikkan badan dan mengelap keringat di dahinya.
“kenapa dok?” tanya suster bingung.
“nggak, nggak kenapa-kenapa, saya mau ke toilet dulu” jawabnya bergegas ke toilet.
Di dalam toilet Anwar membasuh mukanya. Ia mengatur nafas yang terengah-engah.
“nggak mungkin, orang tuanya Khanza kan sudah meninggal, lebih baik aku pastikan kembali”, lalu ia kembali ke ruangan pasien tersebut.
Begitu dicek kembali, ternyata itu memang bukan orang tua Khanza melainkan orang lain. Anwar menarik nafas dalam-dalam dan menangani pasien tersebut sambil dibantu oleh suster.Di kampus, Raga duduk melamun dikursi taman.
“DAARR...” Senja sengaja datang mengagetkannya, tapi Raga diam saja seperti tak mendengar.
“hallo...” dengan menghadap ke wajahnya. “lo kenapa? ada masalah?” tanya Senja duduk disampingnya.
“aku nggak apa-apa kok, oia kita latihan yuk” ajak Raga.
“udah selesai kali” sahut Jovan nongol dari belakang bersama yang lain.
“dari tadi lo kemana aja?” tanya Dion mulai mengintrogasinya.
Belum sempat Raga menjawab, Ica mengajak mereka pulang.
“yuk...” ucap mereka serempak.
Pulang dari kampus mereka pulang konvoi menggunakan motor, namun setengah dari perjalanan mereka berpisah karena berbeda arah. Belum sampai dirumah, Robby memarkirkan motornya didepan sebuah cafe yang sangat terkenal di Jakarta. Ia lalu masuk kedalam cafe tersebut.
“gue harus bisa bantu Nadira untuk nyari uang” pikirnya menemui bang Ammar selaku pemilik cafe. “maaf bang telat”
“oke nggak apa-apa, sekarang lo buruan ganti baju” perintah Ammar.
Setelah Robby mengganti baju, ia mulai memainkan piano yang ada didalam cafe. Pengunjung di cafe tersebut kebanyakan anak muda seusianya. Robby memainkan pianonya begitu merdu sehingga semua pengunjung bertepuk tangan.
Didepan rumah Senja, terlihat ada tiga orang perampok yang terus mengawasi rumahnya. Sebut saja namanya Dadan, Didin, dan Dudun.
“gimana udah aman?” tanya si Dadan melihat kekanan dan kekiri.
Si Didin mengacungkan jempol. Mereka langsung menaiki pagar dari belakang, sedangkan Pak Arman yang berjaga didepan tidak menyadari kalau ada perampok yang berhasil masuk. Mereka mengendap-endap dibalik jendela kamar Anwar. Saat itu Anwar sedang tidak ada di rumah. Sementara Senja asyik mendengarkan lagu menggunakan headset sambil tidur-tiduran di kamarnya. Si Dudun membuka jendela kamar tersebut. “sssst jangan berisik nanti kita ketauan”
“ayo cepat masuk” perintah Dudun.
Mereka ber tiga berhasil masuk dan mulai mengacak-ngacak isi lemari. Bik Minah dan Khanza yang baru pulang sekolah memergoki mereka langsung berteriak.
”MALIIING...”
Bik Minah dan Khanza lari menuju kamar Senja, namun Didin mengejarnya. Senja masih mendengarkan musik sambil bernyanyi, sedangkan pak Arman sepertinya sedang menerima telepon dari seseorang. Bik Minah melempar perampok tersebut dengan barang-barang yang ada didekatnya, sedangkan Khanza diam-diam menyelinap didalam lemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Senja dan Raga
General FictionDua remaja kembar yang menyukai cowok yang sama. Namanya Senja Purnama dan Nadira Purnama. Senja sudah berteman dengan Fajar Abdiraga dari sejak kecil, namun persahabatan mereka terhenti seketika Senja dibawa oleh papanya pindah ke Jakarta karena pa...