part 32

75 3 0
                                    

Akbar dan Sekar terlihat baru saja selesai makan siang di rumah, sejenak kemudian Akbar bertanya mengenai kepergian Sekar tadi pagi, namun Sekar masih enggan menjawabnya.
“apa Ibu nyembunyiin sesuatu dari Ayah?” tanya Akbar.
“Ibu nggak kemana mana yah cuma beli obat” Sekar ternyata keceplosan.
“OBAT..., obat apa?” tanya Akbar lagi.
“cuma vitamin yah, soalnya akhir-akhir ini Ibu kurang enak badan” jawab Sekar agak gugup, tapi sepertinya Akbar mencurigainya.
“assalamuallaikum...” ucap Raga baru pulang, namun ia tidak bersama Jovan.
“lho Jovan mana kok nggak barengan?” tanya Sekar.
“Jovan masih di kampus kayaknya” jawab Raga ingin ke kamar.
“Raga...” panggil Akbar. “kamu duduk dulu, Ayah mau bicara” perintahnya.
Didalam hati Raga bertanya-tanya sebenarnya Ayah mau bicara apa.
“sebenarnya hubungan kamu sama Senja itu seperti apa sih?” tanya Akbar setelah Raga duduk.
“memangnya kenapa yah? Ayah kepo deh” jawabnya.
“ya Ayah juga pengen tau perkembangan anaknya gimana!”
“iya Ibu juga kepo sih sebenarnya” Sekar menambahkan.
“mmm hubungan Raga sama Senja baik kok yah bu, malahan semaik baik” jawab Raga tersenyum.
“ya udah kalau gitu tunggu apa lagi, ya nggak bu” ucap Akbar melirik Sekar.
“iya Ayah kamu benar” sahut Sekar.
“maksud Ayah sama Ibu tunangan gitu?” tanya Raga.
“ya iya dong” jawab Akbar semangat.
Raga tersenyum mengingat Senja. “nanti Raga ngomong sama Senja deh, ya udah Raga mau ke kamar dulu” Raga kemudian beranjak ingin ke kamar.

Di depan kampus, Ica, Galang dan Dion terkejut ketika melihat Jovan dibonceng oleh Dinda.
“gue nggak salah liat kan” ucap Ica melongok.
“HAHAHAA...” mereka tidak henti-hentinya mentertawakan
Jovan yang dibonceng cewek.
Dinda menghampiri mereka dengan perasaan masih dongkol. Sementara Jovan mengikutinya dari belakang dengan wajah ditekuk.
“abis dari mana lo berduaan ama Jovan? Pacaran...? tanya Ica menyindir.
“siapa yang pacaran, nih si Jovan bikin gue kesel aja, gue pikir mau kemana, eh taunya nggak jelas tujuannya mau kemana” cerca Dinda.
“ya bagus dong” sahut Galang.
“bagus apanya?” tanya Dinda.
“tadi kan Jovan nanyain lo mulu” jawabnya.
“maksudnya?” Dinda mengulangi pertanyaan.
“tanya aja sama orangnya langsung” jawab Galang.
“mmm gue lupa mau nanya apa tadi ya..., duuh gara-gara motor gue kempes sih jadinya lupa deh” Jovan jadi salting.
       Malam hari, Anwar sengaja datang ke rumah Windi menggunakan mobil mewah. Didalam hati ia berpikir pasti Nadira suka dengan mobil ini, dan ia juga yakin kalau kali ini Nadira nggak mungkin nolak pemberiannya. Anwar berhenti didepan rumahnya. Kebetulan Windi dan Nadira rupanya ingin keluar memakai motor. Cepat-cepat Anwar keluar menghampiri mereka.
“malam...” sapa Anwar menebar senyum.
“Ayah...” Nadira kemudian mencium tangannya. “Ayah mau ngapain malam-malam kesini?”
“mmm Ayah nggak dibolehin masuk nih” sindir Anwar sembari melirik Windi.
“laki-laki dilarang bertamu malam-malam dengan perempuan yang bukan muhrimnya mas” sahut Windi dengan cepat.
Nadira sangat mengerti apa yang tengah dirasakan oleh Ibunya saat ini, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menatapnya sejenak.
“mmm gitu ya, ya udah kenapa kita nggak nikah aja” ucap Anwar memberi ide. “lagi pula kalau kita nikah, kita bisa kumpul sama anak-anak”
“aku nggak bisa mas” tolak Windi secara halus.
“kenapa sih kamu keras kepala banget?” tanya Anwar.
“kalau kamu datang kesini Cuma mau ngajak debat lebih baik...”
“oke oke, aku ngerti perasaan kamu, mungkin kamu belum yakin dengan kesungguhanku, nggak apa-apa aku bisa terima itu” potong Anwar dengan cepat. “oia sayang, Ayah ada sesuatu buat kamu” ucapnya menatap Nadira. “ini kunci mobil buat kamu, tolong diterima ya Ayah mohon” sambil memberikan kunci mobil itu.
“tapi yah” sahut Nadira masih ragu.
“nggak ada tapi-tapian, pokoknya kamu harus terima” Anwar kemudian berjongkok sembari memohon.
“Ayah..., Ayah nggak boleh begini” Nadira ingin membangunkannya, tapi Anwar menolak.
“Ayah nggak akan bangun sebelum kamu mau nerima pemberian Ayah” ucap Anwar serius.
Dengan ragu-ragu Nadira mengiyakannya.
“nah gitu dong, ini baru anak Ayah” Anwar tersenyum sembari bangun. “ya udah kalau gitu Ayah pulang dulu ya, kasian pak Arman udah nungguin dari tadi” sambil menoleh kepada Arman yang menunggu diluar pagar.
       
Dengan perasaan berbunga-bunga, Raga memasuki halaman rumah Senja sambil membawa boneka beruang berwarna pink.
“sebentar lagi kamu akan menemukan pemiliknya” Raga berbicara kepada boneka tersebut.
Saat ingin memencet bel, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang.
“kenapa aku jadi deg-degan begini ya...? padahal ini bukan pertama kalinya aku ketemu sama Senja” ucapnya membalikkan badan.
“siapa tuh yang deg-degan?” tanya Senja berdiri didepan pintu sambil menahan senyum.
Setelah Raga membalikkan badannya, ia jadi salah tingkah saat berhadapan dengan Senja.
“nggak usah salting gitu kali” sindir Senja tersenyum manis.
“mmm siapa yang salting, nggak kok” wajah Raga berubah jadi gentle, tapi terlihat lucu.
“mukanya kenapa tuh kayak ada sesuatu?” tanya Senja pura-pura bersikap serius.
“muka aku ada apa?” tanya Raga balik sambil meraba wajah karena bingung.
“ada cinta...” jawab Senja senyum-senyum manja.
“hehehee...” mereka kompak senyum-senyum sampai tertawa. “ya udah masuk yuk” ajak Senja. “oia, mau minum apa? panas dingin anget” Seru Senja menawarkan diri.
“apa aja deh asal kamu yang buatin”
“tunggu bentar ya” Senja kemudian kedapur.
“kenapa bonekanya belum aku kasih ke Senja?” pikir Raga menatap boneka.
Senja datang sambil membawa segelas juce jeruk. “nih spesial aku buatin buat someone aku” ucapnya sambil meletakkannya diatas meja.
“makasih...” sahut Raga dengan lembut. “oia, ini buat Senjanya aku” sambil memberikan boneka.
Khanza dan bik Minah yang mengintip sejak dari tadi ikut baper melihatnya. Sambil tersenyum Senja memeluk boneka itu dengan erat.
“jangan kenceng-kenceng ntar dia sesak nafas lho” canda Raga, kemudian ia minum juce jeruk tersebut.
“apaan..., sesak nafas..., memangnya dia kamu punya nafas...” ucap Senja dengan manja sambil tersenyum.
Kebersamaan mereka selalu bikin orang ikut senyum-senyum, karena mereka memang pandai membuat suasana jadi baper.
“oia, aku mau ngomong sesuatu yang penting” ucap Raga serius.
“mau ngomong apa?” tanya Senja.
“aku mau ngelamar kamu”
“HAAH..., NGELAMAR? Ucap bik Minah dan Khanza terkejut dari balik tembok.
Spontan Raga dan Senja menoleh kearah mereka. Khanza dan bik Minah jadi nyengir akibat ketahuan mengintip.
“ternyata ada yang kepo niye...” sindir Senja
Akhirnya mereka buru-buru masuk kekamar. Dan di waktu yang sama Anwar masuk mengucapkan salam. Mereka sama-sama membalas salam tersebut, kemudian Raga mencium tangan Anwar sembari menanyakan gimana kabarnya. Anwar bilang alhamdulillah baik.
“kebetulan ada om disini, jadi Raga mau ngomong hal penting” ucap Raga serius.
Anwar tampak serius ingin tau apa yang sebenarnya ingin diucapkan Raga.
“Raga mau ngelamar Senja om”
“kamu serius?” tanya Anwar ragu.
“Raga serius banget om” jawab Raga dengan mantap.
Wajah Senja yang tadinya masih ragu tampak kaget serasa nggak percaya, tapi disamping itu ia juga bahagia mendengarnya.
“y udah kalau memang kalian sudah siap, om tinggal nunggu kabar baiknya aja kapan”
“makasih ya om, kalau gitu Raga pamit dulu”

Antara Senja dan RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang