part 3

189 7 0
                                    

Senja mengurung diri di kamar sambil tidur-tiduran membayangkan kekalahannya tadi. Ia masih nggak terima kenapa bisa kalah.
”tu cowok siapa ya? kayak nggak asing, tapi, tau ah pusing mikirinnya” Senja menggerutu, setelah beberapa saat terdiam. “baru kali ini ada cowok yang bisa ngalahin gue, awas aja ntar kalau  ketemu, gue bakal bikin perhitungan sama dia, enak aja gue belum kalah kali” dengan tatapan yang tajam ia mengepalkan tangan.
Tiba-tiba handphonenya berbunyi, ia langsung mengangkatnya.
”iya pa...”
“udah siap kan, ini papa udah nyampe dirumah” ucap Anwar ditelpon.
Senja enggan beranjak dari tempat tidurnya, namun Anwar tiba-tiba mengetuk pintu kamarnya, langsung masuk kamar karena pintu tidak terkunci.
“kok belum siap-siap?” tanya Anwar melihat Senja masih berbaring bermalas-malasan.
“males ah pa, Senja mau dikamar aja mau tidur” tolaknya.
“papa udah sengaja ngeluangin waktu untuk kamu, tapi kamu malah begini, ayo buruan ganti baju” perintah Anwar.
“apa selama ini papa mikirin Senja? nggak kan? papa sibuk dengan urusan papa” sahut Senja dengan wajah kecewa kemudian duduk. Anwar duduk disamping Senja sambil memegang pundaknya.
“papa seperti ini itu juga buat kamu sayang, jadi papa harap kamu bisa mengerti”
Senja terdiam sesaat kemudian beranjak membuka lemari pakaian untuk ganti baju.
“ya sudah papa tunggu didepan ya” Anwar beranjak keluar.

Mang Ujang sebagai Satpam rumah Raga cepat-cepat membukakan pintu gerbang, ketika Raga dan Sekar sampai. Sambil memasuki pintu gerbang, Raga membuka kaca mobil sambil tersenyum mengklakson. Mang Ujang yang latah langsung menirukan suara klakson berkali-kali, sehingga membuat Raga tertawa geli melihatnya. Saat memasuki rumah, Raga sengaja mengamati Sekar.
“kamu kenapa sih ngeliatin Ibu ampe segitunya?” tanya Sekar melihat Raga.
“Ibu pasti lagi nyembunyiin sesuatu kan dari Raga”
“nyembunyiin apa? Nggak ada apa-apa kok, itu cuma perasaan kamu aja kali” Sekar terus berjalan kekamar.
“terus kenapa Ibu nggak mau ngasih tau masalah penyakit Ibu?” tanya Raga kemudian.
“Ibu itu cuma kurang minum jadinya kurang cairan, kalau nggak percaya kamu boleh tanya langsung sama Dokternya” jelas Sekar berpura-pura cemberut.
“iya-iya Raga percaya, jangan cemberut gitu dong, jelek tau hehehee...“ canda Raga merangkul bahunya.
“ya udah Ibu mau ke kamar dulu mau istirahat”
      Tampak Senja dan Anwar sudah tiba di cafe. Meskipun Anwar sudah memesan makanan kesukaan Senja, tapi Senja masih terlihat cemberut dan hanya mengaduk-aduk makanannya dengan garfu.
“ayo dimakan dong sayaaang” ucap Anwar.
Senja tak menghiraukan apa yang diucapkan Anwar.
“kamu kenapa Senja? ada apa? ada masalah? Tanya Anwar agak kesal.
“nggak ada apa-apa pa” jawabnya malas-malasan.
“kalau nggak ada apa-apa kok makanannya cuma diaduk-aduk gitu? Nggak dimakan”
“Senja ke toilet dulu pa” Senja beranjak pergi ke toilet.
Setelah dari toilet, secara tidak sengaja Senja bertabrakan dengan seorang cowok berkacamata. cowok tersebut sepertinya sedang tergesa-gesa.
“hati-hati dong kalau jalan” cerca Senja dengan emosi.
Cowok tersebut langsung meminta maaf.
“Hadi..., lo Hadi kan” ucap Senja sambil mengingat.
“Senja..., oh my god nggak nyangka banget ya kita bisa ketemu disini, terakhir kita ketemu kan waktu masih SMP” seru Hadi.
“iya bener banget” Senja kembali mengingat.
“tapi maaf banget ya soalnya gue buru-buru, next time kita ketemu lagi oke” Hadi kemudian pergi dengan tergesa-gesa.
“aduuh, tapi kan gue nggak tau nomornya” gerutu Senja.
Senja kemudian mengejar Hadi sampai ke parkiran, tapi Hadi sudah keburu pergi dengan mobilnya.

Dipagi hari yang cerah, di bengkel Akbar disibukkan aktifitas yang biasa dikerjakan. Ada yang sibuk memasang ban mobil, ada yang membersihkan kabilator, ada yang mengganti oli dan sebagainya. Semua tampak kompak saling bekerjasama. Meskipun tubuh dan wajah mereka kotor dan cemong sama oli, tapi mereka tetap semangat mengerjakannya. Sementara Arnas masih sibuk melayani banyaknya customer. Tiba-tiba ada customer Ibu-Ibu sosialita yang nyerobot ingin mobilnya diservice duluan, namun customer-customer yang sudah mengantri sedari tadi langsung protes.
“maaf ya Ibu, kita disini harus mengutamakan antri, supaya lebih tertib dan teratur” ucap Arnas.
“ya udah kalau nggak bisa juga nggak apa-apa, saya bisa cari bengkel lain kok” jawab Ibu dengan ketus dan bergegas pergi.
Semua customer yang lain hanya menggeleng melihat sikapnya.
Dikediamannya, Senja nampak masih tertidur pulas. Alarm tiba-tiba berbunyi menunjukkan pukul 06.00 wib.
“haaah udah jam 6” gerutunya langsung bangun dan bergegas mandi, kemudian cepat-cepat berganti pakaian.
“BIK..., BIBIK...” teriaknya memanggil pembantu.
“iya non” bik Minah mendekatinya.
“sepatu Senja mana bik?” tanya Senja.
“iya iya non” bik Minah berlari mengambil sepatu, sesaat kemudian, “yang ini non” ucap bibik sambil menunjukkan sebuah sepatu.
Senja cepat-cepat memakai sepatu tersebut sambil menanyakan papanya dimana.
“sudah pergi dari tadi non”
“berangkat bik” Senja buru-buru berlari keluar. “lho motor Senja mana kok nggak ada” gerutunya kebingungan mencari motor yang biasanya terparkir didepan, tapi sekarang tidak ada.
“oia non motornya disimpen Bapak, soalnya non nggak boleh naik motor” ucap bik Minah.
“maksudnya papa apa sih? nggak ngerti deh, aagghh ngeselin banget sih” Senja benar-benar kesal melihat jam dipergelangan tangan, lalu buru-buru pergi dengan menahan amarah. Berhubung tidak ada motor, Senja menunggu taxi yang biasanya lewat. Tapi sudah berapa menit taxinya tidak muncul-muncul juga, akhirnya dengan terpaksa ia naik angkot yang kebetulan melintas. Tidak berselang lama, ternyata Raga juga menaiki angkot yang sama. Sekilas Raga melihat Senja, namun Senja menutupi sebagian mukanya dengan kipas karena takut ketauan.
”haaah dia lagi, kok bisa sih, jangan-jangan dia satu kampus lagi sama gue” Senja menggerutu dalam hati.
Didalam angkot tersebut tidak hanya Senja tapi ada beberapa penumpang lain. Setelah sampai, mereka turun secara bersamaan dengan terburu-buru karena tak ingin terlambat.
“awas gue duluan” Senja sedikit mendorongnya.
“apa-apaan sih, dasar cewek egois” gerutu Raga kesal.
Setelah membayar ongkos, Senja langsung berlari menuju kampus. Sementara Raga hanya bengong, sekilas ia mengingat wajah Senja.

Antara Senja dan RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang