Happy Reading
---
Sejak kepulangan mereka dari berlibur beberapa hari lalu, Vello menyadari ada yang berbeda dari Dexter. Ia melihat kebahagian dan kesedihan yang melebur menjadi satu di wajah prianya.
Meskipun Dexter begitu ahli mengendalikan ekspresinya, namun perlahan Vello mulai lebih mengenali hal-hal yang bersembunyi di balik wajah prianya itu.
Vello tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghilangkan kesedihan Dexter bila pria itu tak menceritakannya sendiri. Vello bersusah payah menahan bibirnya agar tak bertanya. Ia tak ingin membuat Dexter merasa tak nyaman seperti saat itu.
Malam ini mereka berdua sedang berada di movie room, setelah sesi latihan bela diri.
Vello harus menyeret Dexter agar pria itu mau menemaninya menonton sebuah film dengan genre komedi.
Bisa di bayangkan bagaimana semakin susahnya bila yang Vello inginkan adalah genre romantis. Genre komedi seperti ini saja Vello harus mengerahkan banyak tenaga dan cara.
Vello duduk pada sofa beludru berwarna gelap dengan kedua kaki menyiku ke samping. Sedangkan Dexter duduk di kanan Vello dengan meluruskan kaki di sofa yang memiliki posisi lebih panjang untuk menopang kakinya.
Hanya empat buah bantal sofa berwarna pink yang terlihat mencolok dari keseluruhan ruangan yang berdominasi warna hitam.
Keduanya duduk di sofa paling luas, berbentuk U yang berada di depan, dengan satu meja kecil di samping Dexter dan meja rendah berbentuk persegi panjang di tengahnya yang tepat berada di depan Vello.
Sedangkan satu tingkat di belakang mereka, terdapat lima sofa single berwarna senada dengan cup holder pada masing-masing sandaran tangan.
Lampu-lampu dinding dan beberapa lampu kecil di langit-langit sudah meredup sejak film di mulai beberapa saat lalu.
Tawa Vello tak henti-hentinya meluncur sampai pipi Vello terasa kaku dan sudut matanya berair.
Dexter yang tengah melingkarkan satu lengannya di pundak Vello hanya menatap datar layar besar di depan sana.
Sesekali ia menaikkan satu alisnya ketika melihat Vello memegangi perut dengan kepala mendongak, melepas tawa.
Sebelah tangan Dexter meraih cangkir kopi buatan Vello yang berada pada meja kecil di sampingnya.
Lidahnya dengan cepat menikmati rasa kopi tersebut. Meskipun sama-sama menggunakan mesin kopi saat membuatnya, namun kopi buatan Vello selalu jauh lebih nikmat di banding kopi buatannya sendiri. Terlebih saat ini Vello membuatkan mochacinno, namun gadis itu membuatnya dengan begitu pas di lidah Dexter. Entah teknik apa yang Vello terapkan untuk menghasilkan secangkir kopi yang memanjakan indra perasanya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Devil Bodyguard (END) SUDAH TERBIT
General Fiction21+ Mengandung kekerasan fisik, verbal, dan seksualitas. Bagaimana jadinya jika bodyguard yang harusnya melindungimu tapi justru menjadi sumber bahaya bagimu? Dexter, seorang bodyguard yang harusnya selalu melindungi Vello, seorang gadis yang menja...