CHAPTER 43

15.6K 797 26
                                    

Happy Reading
---

Vello menemukan dirinya merangkak dengan susah payah menyentuh bulan ketiga perpisahan dirinya dengan Dexter. Ia tahu tak akan mudah menjalani semua ini. Namun ia baru menyadari bahwa kenyataan yang terjadi lebih susah di banding bayangannya.

Entah Vello harus menggunakan cara seperti apa lagi untuk menebalkan hati dan menerima fakta status mereka.

Di tengah gulungan ombak lara, Vello menemukan seciul kebahagiaan. Momen yang selalu ia tunggu setiap harinya, yaitu duduk di meja makan, berdampingan dengan Dexter. Mendengar suara berat nan rendahnya yang selalu mengalun menghangatkan kalbunya yang menggigil. Menikmati ketika pandangan mereka saling bertabrakan sesaat, tanpa sengaja.

Semua itu membuat Vello selalu merasa dahaga merindukan Dexter, namun juga membuatnya mensyukuri setiap interaksi kecil mereka.

Vello menyadari bahwa ia masih begitu mencintai pria yang kini telah menjadi kakaknya. Ia masih terus merasakan peperangan di hati setiap kali ia menangis karena tenggelam dalam rindu.

Meskipun Dexter telah merelakan ketika orang-orang di keluarga memanggilnya Kendric, namun nama Dexter selalu berada dalam hati Vello yang terdalam, yang kini telah di tinggalkan pria itu.

Semalam, Vello kembali mendapati Dexter pulang larut untuk kesekian kalinya dengan pakaian telah berganti dari waktu ia berangkat dan Vello mendapati dirinya menahan tangis setiap kali melihat hal tersebut.

Seperti yang baru saja terjadi. Dexter hanya memandangnya sesaat, kemudian berucap, "Kau belum tidur? Istirahatlah. Ini sudah lewat tengah malam."

Pria itu bahkan tak menunggu Vello untuk menjawab dan memilih meninggalkannya di tengah sofa yang remang.

---------------------

Arabelle dan Vello baru saja keluar dari outlet dengan menenteng paper bag orange sebuah merek ternama.

Keduanya berjalan menyusuri pertokoan dengan etalase kaca yang mencoba merayu mereka untuk singgah.

Tugas akhir telah berhasil mereka lalui, sehingga mereka di hadiahi waktu senggang dalam menunggu wisuda kelulusan.

"Sepertinya Kenneth berusaha mendekatimu lagi." Bibir Arabelle berucap tanpa menoleh pada Vello. Matanya sibuk menjelajah ketika mereka baru saja masuk pada sebuah outlet make up.

"Jangan khawatir, aku tidak memiliki perasaan padanya. Seluruh ruang sudah terlanjut menjadi milik Dexter."

Vello menoleh sesaat, kemudian meraih sebuah highlighter. Jari telunjuknya menempelkan serbuk tersebut kemudian menorehkannya di punggung tangan. Ia menggerakkan tangannya pelan untuk melihat efek berkilau yang di timbulkan produk tersebut.

Arabelle memutar bola matanya. "Meskipun aku mantan kekasihnya tapi bukan berarti aku akan cemburu."

Kini perkataan Arabelle berhasil menyita perhatian Vello. Ia meletakkan lipcream yang baru saja di raihnya, kemudian memutar tubuh menghadap gadis tersebut.

"Maksudku, kau bisa mencoba membuka hatimu untuknya. Dia pria yang baik, sabar, dan sikapnya begitu manis."

Vello tersenyum, ia mengembalikan matanya pada deretan make up, mencari yang menarik untuk ia coba.

"Kalau dia seperti itu mengapa kau melepaskannya dan malah menjalin hubungan dengan kakak Kenneth?"

Arabelle tertawa. "Justru karena sikapnya yang seperti itu maka aku berpaling pada Spencer."

My Devil Bodyguard (END) SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang