Happy Reading
---
Sebuah bulatan kertas terlempar, membentur tembok kamar. Tangan Dexter terkepal erat. Nafasnya memburu, menahan desakan amarah.
Ia melangkah lebar membelah remang lorong mansion. Berharap gadisnya masih terjaga untuk memadamkan api di dadanya.
Meskipun tubuh itu di penuhi amarah, namun ia mampu menahan diri dengan membuka handle pintu kamar itu secara perlahan, tak ingin membangunkan gadisnya jika ia tengah tertidur.
"Dexter?"
Wajah Vello muncul dari balik buku yang berada di tangannya. Rambut golden blonde itu terikat asal, namun tak mampu membuat gadisnya terlihat buruk di mata Dexter.
Terlebih kini ia lebih sering menikmati lingkaran kelabu itu tanpa penghalang, karena Vello telah menjalani operasi lasik beberapa bulan lalu sebelum kelulusannya.
Namun gadis itu tampaknya masih mengingat perkataan Dexter sebelum mereka berpisah, jika Dexter tak menyukai Vello melepas kacamata ketika tidak sedang dengannya. Ia masih selalu menggunakan kacamata meskipun tanpa lensa minus, setiap ia keluar dari mansion, seperti ketika acara pesta di yatch seminggu lalu.
Hal itu membuat hati Dexter menghangat sekaligus terluka karena keegoisannya.
Mata Dexter melirik pada jam dinding di kamar bernuasa pink tersebut. Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam.
Ia mengayunkan kaki mendekati ranjang. Tangannya mengambil alih buku itu, menyelipkan pembatas di tengah, kemudian meletakkannya di atas nakas.
"Kau datang untuk menyuruhku tidur?" Bibir kemerahan apel itu mengerucut menggemaskan, membuat amarahnya surut lebih cepat.
Ia mengambil duduk di sisi ranjang, dekat Vello yang sedang bersandar pada headboard.
"Kau siap untuk pergi?"
Vello membenarkan posisi duduknya lebih tegap. Menyelami manik hijau kecoklatan itu.
"Hasil tes DNA itu positif?" Wajah Vello berubah redup.
Dexter mengangguk pahit. "London tak lagi aman bagi kita, Vee. Beberapa hari ini aku merasa ada seseorang yang memata-mataiku. Termasuk ketika aku berada di lab. Aku berusaha mengejar mereka tapi aku selalu kehilangan jejak."
Vello menggeser tubuhnya mendekat, memeluk lengan Dexter lalu mengusapnya, sementara dagunya bersandar pada pundak Dexter. Mencoba menenangkan prianya, meskipun ia menemukan dirinya juga merasakan kepahitan yang sama.
"Kau menduga hasil tes DNA itu telah di manipulasi?"
Dexter menumpukan sikunya di paha untuk membuat telapak tengannya menyangga dahi yang terasa berdenyut.
"Itu masih dugaan kasarku. Vernon memiliki banyak mata, Vee. Kita harus segera pergi dari sini."
Hati Vello begitu nyeri melihat kekalutan di wajah Dexter. Ia mengecup pipi pria itu. Vello begitu menghargai segala upaya Dexter untuk mereka. Namun ia tak bisa memungkiri banyak desakan tanya yang memenuhi kepalanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/202352962-288-k526164.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Devil Bodyguard (END) SUDAH TERBIT
Narrativa generale21+ Mengandung kekerasan fisik, verbal, dan seksualitas. Bagaimana jadinya jika bodyguard yang harusnya melindungimu tapi justru menjadi sumber bahaya bagimu? Dexter, seorang bodyguard yang harusnya selalu melindungi Vello, seorang gadis yang menja...