CHAPTER 51

21.5K 825 59
                                    

Happy Reading
---

Pada kenyataannya, Dexter tak membiarkan diri mereka tidur lebih cepat semalam. Dexter terus memberikan serangan yang mengguncang dunia Vello secara bertubi-tubi. Membuat mereka berkali-kali mencapai langit tertinggi.

Matahari sudah semakin menyilaukan ketika Vello dan Dexter masih setia merengkuh dalam baluran mimpi di tengah-tengah kekacauan ranjang yang telah mereka ciptakan.

Dexter mendekap kepala Vello di dadanya yang bidang. Sedang Vello dengan nyaman memeluk tubuh Dexter yang hangat dan keras.

Dekapan itu terlampau nyaman sampai mereka tak benar-benar membutuhkan selimut untuk menghangatkan tubuh polos mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dekapan itu terlampau nyaman sampai mereka tak benar-benar membutuhkan selimut untuk menghangatkan tubuh polos mereka.

Beberapa saat kemudian Vello mulai mengerjapkan mata, menyambut silau matahari yang menusuk kaca lebar kamar mereka.

"Ya Tuhan, berapa jam aku tertidur?"

Dengan hati-hati, Vello terpaksa merelakan diri untuk terlepas dari rengkuhan Dexter yang menyelimutinya sepanjang malam. Kepalanya menengok dan seketika mata itu membulat melihat jarum jam dinding kamar yang sudah menunjukkan pukul sebelas pagi.

Vello cepat-cepat bangkit dari ranjang. Ya, Tuhan, tulang-tulang di tubuhnya seakan retak karena perseteruan mereka semalam dan tertidur yang terlampau lama. Ia semakin mengernyit, tangannya memegang tubuh bagian bawah yang terasa nyeri ketika kaki Vello telah menapak pada lantai kayu.

Ia memang merasakan sakit ketika tubuhnya menyambut sang pemilik tahta, namun rasa menyakitkan itu segera sirna ketika Dexter begitu piawai membawanya melambung. Vello tak menyangka jika pagi ini ia kembali merasakan kesakitan yang begitu perih.

Vello menarik napas dalam sebelum akhirnya ia mencoba melangkah, mengambil mini string renda hitamnya. Ia berdecak sebal karena tak menemukan bra yang harus ia kenakan kembali. Tak tahukan bahwa ia sedang kesusahan berjalan untuk hanya sekedar mencari benda tersebut? Walk in closet juga terasa begitu jauh.

Vello memilih melangkah pada balkon, mengambil kemeja Dexter yang kebesaran di tubuhnya ketika ia tak menemukan piyamanya semalam. Entah Dexter telah melempar piyama itu ke mana.

Ia berderap pelan keluar kamar. Bagaimanapun ia harus menyiapkan makan untuk dirinya dan sang suami. Suami? Oh! Pipi Vello merona seketika.

Ia sudah mencapai ambang pintu, namun pandangannya segera menengok pada pria gagahnya yang masih terlelap damai. Seberkas senyum ia hamparkan untuk Dexter. Kebahagiaannya utuh tak bercela.

Langkah Vello terasa begitu lambat ketika ia telah mencapai dapur, namun ia bersyukur rasa nyerinya ini terjadi di sini, bukan di mansion. Vello tak mampu membayangkan bagaimana tersiksanya ia melangkah untuk mencapai dapur yang teramat jauh.

My Devil Bodyguard (END) SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang