CHAPTER 58

13.8K 684 57
                                    

Happy Reading
---

Denting jarum dinding telah menunjukkan pukul satu pagi dini hari ketika Dexter belum mampu memejamkan manik hijau kecoklatannya.

Jemari itu mengusap perut Vello dari luar lingerie. Perut yang semakin membuncit karena telah menginjak bulan keenam kehamilan sang istri.

Ia cukup bersyukur karena tak ada bahaya yang menghampiri mereka ketika keduanya beberapa kali pergi ke kota untuk memeriksakan kandungan Vello.

Namun yang sedang menyita isi kepala Dexter saat ini bukanlah itu. Tapi sebuah desakan keinginan yang aneh dan begitu menuntut. Dexter belum pernah merasakan hal seperti ini selama hidupnya.

Manik Dexter masih terus memandang Vello yang tertidur begitu damai. Begitu cantik sampai ia tak tega untuk membangunkan sang istri.

Dexter menggeleng pelan. Mungkin ia harus melakukannya sendiri. Tangan Dexter terbentang sudah meraih ponsel di atas nakas ketika tubuh Vello menggeliat, kemudian suara lembut dan serak dari sang istri mengisi pendengarannya.

"Kau belum tidur?" Lingkaran kelabu itu mengerjap beberapa kali.

"Aku tak bisa tidur," jawab Dexter datar. Ia kembali mengubah posisi menghadap Vello.

"Apa ada sesuatu yang sedang kau pikirkan?" Vello menyugar rambut Dexter yang menutupi dahi. Suara serak khas bangun tidur itu telah menghilang.

"Hm." Tangan Dexter menyingkap lingerie Vello dan mengusap perut itu dengan bebas.

"Apa yang kau pikirkan?"

"Jika aku mengatakannya, apakah kau tak keberatan jika kau melakukannya malam ini?"

"Melakukan apa?"

"Sudahlah, lupakan saja. Kau pasti lelah. Kembalilah tidur. Aku akan memelukmu."

Dexter menggeser tubuhnya merapat namun tangan itu masih tetap mengusap perut Vello. Hal yang menjadi kesukaannya selama kehamilan sang istri.

"Jangan membuatku penasaran! Katakan padaku!" Vello cemberut dengan suara bentakan.

Ya Tuhan, wanita ini menjadi sering sekali mengeluarkan nada bicara seperti itu.

Dexter memandang datar, di tengah jemarinya yang memanjat, mengusap bibir kemerahan apel itu. Sungguh, bibir lembut Vello tak pantas mengeluarkan nada ketus.

"Kau membuatku kesal!" Bibir itu semakin melengkung ke bawah.

Dexter menggeram dan melumat bibir itu singkat.

"Pancake."

"Apa?" Dahi Vello berkerut.

"Jika kau tak keberatan, aku ingin kau membuatkanku pancake seperti yang kau buat saat di mansion, tapi dengan ekstra selai coklat hazelnut."

"Apa?" Kening Vello semakin berkerut. Manik kelabu itu membulat. Telingahnya bahkan tak percaya perkataan itu lolos dari mulut Dexter.

Dexter menaikkan satu alisnya seraya mendengkus. "Kau jelas mendengar perkataanku, Vee."

Vello melipat bibir rapat-rapat. Wajahnya memerah karena menahan desakan tawa. Tapi ia benar-benar tak mampu, sampai tawa itu akhirnya meledak. Ia menutup mulut untuk meredam tawanya.

My Devil Bodyguard (END) SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang