38. Ayah (2)

365 50 0
                                    

"Ayaaaaaah!" Sapa Asyiela riang begitu ayahnya tiba di kafe tempat mereka berkumpul. Dengan bantuan seorang pelayan, mereka memulai pembuatan video klarifikasi.

Kelimanya tersenyum di hadapan kamera. Ketika pelayan selesai menghitung mundur, Suga mulai menyapa di depan kamera.

"Hai guys! Ketika lo melihat video ini berarti lo sedang menyaksikan kebenaran sesungguhnya tentang adek gue Asyiela Lalisa! Ini loh guys adek gue yang lagi dibicarain semua orang!"

Asyiela tersenyum manis, "Halo!"

"Jadi disini gue beserta saudara dan ayah gue mau mengklarifikasi berita yang beredar biar kalian tetap berada di jalan yang lurus. Mulai dari berita yang satu ini nih. 'Asyiela dikabarkan sempat dekat dengan selebgram Suga' katanya. Ya jelas deket lah, orang dia adek gue. Sampe sekarang juga deket noh. Lagian, gue saranin ya cek post gue yang lama, di meme gue juga udah gue bilang dia adek gue. Inget gak yang pada nanya 'itu siapa kak?' Nah itu adek gue! Ini nih orangnya!"

Asyiela dan yang lainnya tertawa. Kemudian Suga mulai memberi giliran pada Suho untuk berbicara. "Buat kalian yang bilang Asyiela itu cabe, kegatelan, simpanan gue, dan sebagainya. Liat aja. Tunggu tanggal mainnya, lo bakal dapet balasan udah jelek-jelekin adek gue. Yang nyebarin berita hoax juga, siap-siap aja." Komentar Suho dengan tatapan mematikan membuat Asyiela bergidik sedangkan Suga sudah memberi giliran pada Kai. Kai memperlihatkan senyumnya yang menawan kemudian mulai bicara.

"Halo, saya Kai. Buat kalian yang sering lihat saya antar-jemput Syiela ataupun yang lainnya, kalau kalian inget, saya lakuin itu sejak kecil, loh. Sampai Syiela risih dan akhirnya pengen pergi sendiri. Hubungan? Kita berdua kembar. Kenapa dia lebih putih? Saya gak tau, bawaan kulit saya memang begini. Sudah jelas, kan? Terimakasih." Kai tersenyum manis hingga akhir perkataannya. Tak lupa ia menyertakan kedipan mata membuat Suga berkomentar, "Dih, geli gue liatnya." Suho hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sok cool. "Oke, sekarang giliran Ayah!"

Ayah berdeham, "Dia putri saya dan mereka anak saya. Saya mohon, jangan sok tahu dengan kehidupan anak-anak saya. Cari tahu 'faktanya', jangan malah percaya sama 'katanya'."

Suga tersenyum. "Masih mau bukti? Ini dia foto-foto kami waktu kecil. Apa? Edit? Wohoho. Yaudah gue juga bawa kartu keluarga noh! Nih baca bagus bagus, ye!"

Asyiela tersenyum. Senang melihat keluarganya membelanya sampai sejauh ini, bahkan repot-repot membawa kartu keluarga dan mengumpulkan foto yang di simpan di gudang.

Setelah selesai direkam, ayah buru-buru pamit. Padahal Suho meminta ayah disini lebih lama untuk makan bersama. Tapi ayah justru menolak, lalu berbisik pada Suho. Suho tersenyum dan mengizinkan ayah pergi.

Asyiela memandang kepergian ayahnya dengan bingung. Apa yang membuat ayahnya terlihat buru-buru begitu?

Papa Sehun terus memberi nasihat membuat Dineka mencoba mengerti. Dineka sudah lebih tenang. Kini ia menunggu makanan yang akan dibawakan Papa Sehun sambil mengecek ponselnya. Ia membuka imstagramnya dan terlihatlah ayahnya ada disana, bersama keempat anaknya yang lain sedang membuat video klarifikasi untuk kasus yang dihadapi Asyiela. Ayahnta tampak begitu bahagia. Tak ada kekhawatiran terukir di wajahnya.

Apakah hal ini yang membuatnya harus menunggu satu jam?

Lucu. Ayahnya lebih mementingkan membuat video yang penuh canda tawa untuk putrinya yang lain dibanding menemani istri pertamanya yang tengah terbaring di rumah sakit dalam keadaan kritis. Bisakah ayahnya menilai mana yang lebih penting? Dineka tersenyum miris.

Andai kata ibunya telah mencapai batasnya dan ayahnya tak sempat melihat karena video itu, akankah ayahnya menyesal?

Panjang umur, pria itu akhirnya muncul. Lima belas menit lebih cepat dibandingkan janjinya. Dineka penasaran, apakah ayahnya tadi buru-buru menyelesaikan video itu agar dapat langsung kesini? Atau memang pembuatan video itu hanya butuh beberapa menit?

"Dineka, mana ibumu?" Tanya ayahnya. Dineka menunjuk ke arah pintu kamar ibunya berada. Kondisi ibunya memang sudah lebih baik hingga dipindahkan ke kamar rawat biasa. Ayahnya segera masuk. Gadis itu tak berniat mengikuti ayahnya masuk. Malas jika ayahnya berakting di depannya. Dineka bukan bermaksud untuk menilai ayahnya buruk. Namun, bisa saja kan ayahnya seburuk yang dikatakan ibunya? Walau ayahnya memang suka menemuinya diam-diam, bisa saja itu semua akting belaka.

Atau pemikirannya ini justru keterlaluan?

Ah, ia terlalu memikirkan kata-kata ibunya sebelum ia diusir. Ayahnya tak mungkin seperti itu, kan? Atau justru mungkin?

Kepala Dineka rasanya ingin pecah. Terlalu banyak perkiraan yang muncul di kepalanya. Semakin ia pikirkan, semakin ia pusing. Ayahnya baik atau jahat? Entahlah. Ia tidak tahu.

To be continued...

Wohoho haloooooo

Bagaimana part ini?

Vote dan komen kalian sangat diperlukan untuk memberiku semangat:(

Jadi, jangan lupa untuk ☆ nya
Juga untuk 💬 nya yaaaa

Thank youuu^^

Roleplay: Take Me To Your Real Life [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang