27. Sial

441 60 0
                                    

Firasat buruk menghampiri Dineka setelah selesai membeli paket serta pulsa yang ia perlukan untuk persediaannya bulan depan. Tak lupa ia membeli berbagai camilan untuk menemaninya ketika menonton ulang drama korea Goblin kesayangannya. Apa mungkin ibunya sudah pulang? Yah, bodoamatlah. Dineka tak mau ambil pusing. Paling-paling, ia hanya akan kena marah. Toh ia hanya membeli paket beserta camilan.

Sejak pertemuan 'seluruh anggota keluarga' di rumah Asyiela, ibunya membatasi dirinya keluar rumah. Ah, lebih tepatnya melarangnya keluar rumah. "Pasti kamu bakalan curi kesempatan ketemu Ayah bajingan kamu!" Begitu perkataan ibunya. Padahal, apa salahnya bertemu Ayahnya sendiri?

Benar saja, ibunya telah sampai di rumah. Ibunya berdiri di depan teras dengan tangan terlipat serta wajah yang terlihat memerah. Tampaknya ibunya sengaja menunggunya. Ibunya marah besar, untuk hal yang bahkan bukan suatu kesalahan.

"Darimana kamu?"

"Dari BethaMart. Beli pulsa sama jajanan. Sama beli paket di simpang."

Ibunya menatapnya tajam, "Beli atau dibeliin?" Dineka menghela nafas, malas menjawabnya. "Ya beli, lah. Dineka ga punya pacar. Siapa yang mau beliin coba? Sehun juga lagi sibuk jadi ga bakal beliin."

"Jangan pura-pura. Kamu tau maksud ibu, kan? Ketemuan dimana kalian? Kamu kok mau aja sih disogok sama ginian? Ibu sanggup beliin kamu, kok!" Omel ibunya panjang lebar membuatnya jengah. "Kalo gak percaya ayo ke kamar, Dineka selalu catat uang Dineka berapa kok. Kalo jumlahnya pas ibu mau apa?"

"Kamu kok sewot, sih? Ibu gak suka kamu ketemu sama itu orang. Ga bener!"

"Lah? Ibu sendiri kok mau sama orang ga bener?!"

"Ngebelain ayahmu?! Pokoknya ibu ga suka kamu berhubungan sama ayahmu!"

"Dineka juga gak ketemu dia, Bu! Kan Neka udah bilang Neka cuma pergi sebentar beli paket!"

"Terserah kamu! Jangan harap kamu bisa masuk ke rumah ini lagi! Beresin barang kamu sekarang! Pergi dari rumah ini kalo kamu gak mau ngaku!"

"Tapi Neka memang--"

Plak!

Dineka tak mampu bicara lagi, lidahnya kelu. Para tetangga yang memperhatikan hal itu sedaritadi berbisik-bisik, berkomentar. Karena emosi mereka tak sadar masih berada di luar rumah selama berdebat. Keduanya menanggung malu dengan wajah merah padam. "Kalau bukan karena kamu, ibu gak bakalan jadi begini!"

Ucapan ibunya itu memang pelan, namun juga tidak sepelan itu hingga tidak dapat Dineka dengar. Dada Dineka naik turun, cukup terpancing emosi dengan perkataan ibunya. Dineka berusaha tak mengacuhkan ibunya dan bergegas mengemasi seluruh barangnya. Barangnya memang tak banyak dan selalu tersusun rapi sehingga tak menyulitkannya untuk membawa seluruh barangnya ketika diusir seperti ini.

Apakah kalian menyadari sikap Dineka ini? Dineka seakan-akan sudah memperhitungkan dirinya akan diusir. Bahkan ia selalu menyimpan sebagian besar bajunya dalam sebuah koper.

Dineka keluar dari rumah itu setelah membawa semua barang yang memang bisa dibawa. Di kamarnya hanya tersisa tempat tidur, lemari, meja belajar dan cermin besar serta beberapa poster Jungkook yang melekat di dinding. Hanya itu. Selainnya seluruh barangnya ia bawa pergi.

Dineka keluar tanpa pamit dengan tas sekolah yang tampak terisi penuh, sebuah tas yang biasa dipakai menyimpan pakaiannya ketika liburan serta sebuah koper. Ibunya hanya menatap putri sematawayangnya itu pergi dengan emosi yang masih memuncak. Bersyukur anak itu tak perlu waktu lama untuk berkemas sehingga tak menyulut emosinya lebih lama. Ketika Dineka hendak menutup pintu, pintu itu dibanting ibunya kuat kemudian terdengar suara pintu tersebut dikunci. Posisi Dineka yang memang hendak menutup pintu membuat ketika pintu itu dibanting tubuhnya ikut terbanting. Ia terjatuh sehingga sikutnya yang mendarat pertama kali ketika ia jatuh lecet dan luka. Darah mengalir dari lukanya.

Nasib gue prihatin banget, ya. Batin Dineka menertawai dirinya sendiri. Ia berjalan tak tentu arah hingga akhirnya memutuskan duduk dulu di taman yang terletak tak terlalu jauh dari rumah. Lagipula, di taman ada air keran yang dapat digunakannya untuk membersihkan luka.

Setelah selesai membasuh lukanya, ia kembali berpikir. Kemana ia akan pergi selanjutnya? Rumah Asyiela? Ia bahkan tak pernah lagi bertukar kabar dengan gadis itu setelah kejadian itu. Di rumah Sehun? Mereka bahkan sekarang seperti orang yang tak saling kenal. Ke rumah temannya yang lain? Dineka tak memercayai mereka. Paham benar tentang bagaimana kebanyakan orang. Berpura-pura peduli, padahal hanya sekedar kepo dan ingin tahu kemudian kisahnya pasti akan menyebar ke seluruh penjuru sekolah menjadi bahan gosip.

Dineka benar-benar ingin tinggal di dunia roleplay andai saja roleplay bisa memberinya rumah yang ia tinggali. Tapi sayangnya tidak.

Entah karena terlalu sedih atau karena apa, Dineka tak sadar ia sedaritadi telah diikuti. Orang yang mengikutinya sudah melihat pertengkaran tadi dan entah kenapa malah mengikuti gadis itu. Hendak memberi bantuan namun takut. Ia akhirnya memberanikan diri mendekati gadis itu, menepuk bahunya dari belakang.

Dineka yang baru saja menangis langsung menyentuh tangan orang tersebut dan refleks membantingnya. Jelas saja orang itu tak tahu akan diperlakukan begini dan sebenarnya Dineka pun hanya melakukan sesuai refleksnya.

Laki-laki itu meringis, rasanya tulang belakangnya mau patah karena dibanting. Dineka sendiri baru sadar telah membanting seseorang. Dineka merasa malu akan refleksnya namun itu sebenarnya refleks yang bagus untuk melindungi diri. Dineka jongkok di depan laki-laki itu. Dan alangkah terkejutnya ia setelah melihat siapa yang telah ia banting tanpa berperasaan itu.

To be continued....

Hayoloh siapa yang dibanting sama Dineka :'v

Pastinya bukan author, ye

Selamat menebak:D

Roleplay: Take Me To Your Real Life [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang