Reno, Laras dan Santi tengah berkumpul di ruang tengah. Malam itu suasana rumah Reno benar benar terlihat berbeda dari biasanya. Reno bahagia dengan apa yang sudah lama ia inginkan akhirnya terwujud sekarang.
Mereka tengah menyaksikan acara televisi, Santi duduk di ujung sofa dan Reno ada di sebelahnya. Sedangkan Laras tidur di paha Reno, ia sibuk dengan ponsel yang terus terusan berbunyi menerima pesan. Membuat Reno kesal karena menggangu oboran dengan ibunya.
Walaupun sudah berumur 18 tahun, Reno masih saja menganggap Laras anak kecil. Sifat manja dan ceria dari Laras adalah fakor utama ia tidak mau menyebut adik perempuannya itu sebagai wanita dewasa.
"Oh iya Ren, sekitar seminggu lalu ada teman kamu yang menghubungi Laras. Dia nanyain kamu"
"Siapa bu,? " tanya Reno penasaran.
"Itu loh, temen kamu yang dulu pernah di kenalin sama ibu. Siapa namanya ibu lupa"
"Kak Dara, pacarnya Mas Reno. Calon menantu masa lupa bu"
Reno terkejut saat Laras menyebut satu nama yang cukup familiar di telinganya.
"Iya namanya Dara, dia nanyain kamu sama ibu. Emang bener dia pacar kamu Ren,?"
Reno bingung harus menjawab apa. Dulu, ia pernah sekali pulang ke Jogja bersama wanita. Wanita yang kini sudah menjadi kenangan baginya.
"Dulu bu, sekarang udah ngga"
"Padahal dulu anaknya cantik, baik dan sopan sama ibu."
Santi mencoba mengingat saat dulu Reno pernah mengenalkan seorang wanita yang cukup berkesan baginya.
"Mungkin Kak Dara mau minta balikan sama Mas Reno"
Reno menarik ujung rambut Laras, membuat adiknya itu tiba tiba menutup mulutnya dengan ponsel yang ada di tangannya. Laras baru sadar ia telah salah memberi jawaban. Hal yang tidak di sukai Reno dari Laras adalah sifat sok taunya. Ia kerap mengatakan hal yang baru saja terlintas di otaknya tanpa di proses terlebih dulu.
"Setau Reno dia udah nikah bu, dan sekarang tinggal di luar pulau bersama suaminya"
Kadang, hal yang sudah kita rencanakan tidak sejalan dengan kenyataan. Begitu juga dengan Reno, ia mencoba serius dengan hubungannya saat itu. Mengenalkan Dara pada ibu dan adiknya adalah satu tahapan untuk menuju tahapan berikutnya yang lebih dalam.
Bahkan, di otaknya pernah terlintas bayangan masa depan keluarga kecilnya bersama wanita itu. Hal yang sekarang Reno anggap konyol. Reno tertawa, menertawai dirinya sendiri.
Suasana tiba tiba berubah, senyum yang terlihat dari bibir Reno hanyalah cara untuk menutupi luka dari ibu dan adiknya. Dan Laras menyadari itu, ia mencoba kembali mencairkan suasana yang tiba tiba menjadi kaku dengan mengalihkan topik pembicaraan.
"Mas Reno betah gitu tinggal disini sendiri,? Jangankan temen, suara kodok aja ngga ada"
"Emang kamu pikir ini di kampung ada suara kodok. Betah lah, buktinya aku bisa kuat sampai kamu sama ibu mau tinggal bareng."
Setelah hampir setahun sah mempunyai rumah di ibu kota ini, Reno sangat bersyukur akhirnya ibu dan adiknya mau tinggal bersama.
"Sebenarnya ibu itu belum mau ninggalin rumah yang di Jogja mas, tapi aku yang maksa buat pindah kesini, ya kan bu,?"
Reno menatap ibunya. Setau Reno, justru dulu adiknya lah yang paling susah untuk di ajak pindah. Selain karena sekolahnya, Laras juga malas karena belum mempunyai teman disini.
"Terus kenapa kamu maksa buat pindah kesini,?"
Laras diam tidak menjawab, matanya masih sibuk denga layar ponselnya.
"Adik kamu itu ngga mau kalau nanti mandor kampung sebelah datang lagi buat ngelamar"
Reno tertawa mendengar apa yang di katakan ibunya, ia benar benar tidak menyangka sudah ada yang datang melamar adiknya yang masih bocah itu.
Reno merebut paksa ponsel yang ada di tangan Laras, membuat adiknya itu bangun dari tidur nyamannya dan berniat mengambil ponselnya kembali. Namun sayangnya tangan Reno lebih panjang menjauhkan ponsel itu dari Laras.
"Mas sini itu ada pesan yang belum Laras balas"
Laras terlihat makin kesal saat Reno malah memasukan ponselnya kedalam saku celana.
"Jangan bilang ini pesan dari mandor itu, ah dasar cewek bilangnya di depan ngga mau tapi lain lagi kalau di belakang"
Goda Reno pada adiknya itu.
"Bukan, itu temen Laras yang ngirim pesan"
"Terus kenapa kamu ngga mau di lamar sama mandor itu,?"
"Ya ngga mau lah, secara adik mas Reno yang cantik dan pintar ini masih punya cita cita yang tinggi banget. Lagian siapa juga yang mau kalau hanya di jadikan istri ketiga"
Reno kembali tertawa mendengar apa yang di katakan Laras kalau mandor itu ternyata sudah mempunyai dua istri, dan Laras akan di jadikan istri ketiganya.
Di balik keributan yang di ciptakan Reno dan Laras malam itu, Santi ibu mereka terlihat sangat bahagia. Anak laki laki dan perempuannya itu telah tumbuh menjadi anak yang sangat membanggakan. Reno kecilnya kini sudah tumbuh menjadi pria yang tangguh dan dewasa. Sedangkan Laras tumbuh menjadi gadis yang cantik dan pintar.
Santi bersyukur tuhan memberi ia dua malaikat ini di dunia.
Keributan mulai mereda saat Laras terlihat cukup pulas dengan tidurnya di atas paha Reno, perjalanan hampir 7 jam dari Jogja menuju Jakarta juga mungkin yang membuat ia terlihat lelah.
"Ibu istirahat dulu aja, nanti biar Reno yang bawa Laras ke kamar"
"Iya ibu juga sudah ngantuk. Kamu juga istirahat, besok kan kamu harus ke kantor"
"Iya bu.. "
Reno mengakat tubuh mungil Laras menuju kamar yang sudah ia siapkan sore tadi. Kamar yang terletak di sebelah kamar ibunya itu memang ia sengaja siapkan untuk Laras. Ia tau adiknya itu tidak akan mau jika harus tidur bersama dengan ibunya. Sudah gede malu, katanya.
Sepertinya Laras memang lelah, ia sama sekali tidak bangun ketika Reno memindahkan tubuhnya dari sofa ke kamar. Reno menarik selimut menutupi tubuh Laras, lalu mencium kening adik perempuannya itu lembut. Ia menyayangi Laras seperti ia menyayangi ibunya. Bagi Reno, tidak ada hal penting di dunia ini selain kebahagian ibu dan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are My Destiny [COMPLETE]
General FictionReno Adrian - Tampan - Mapan - Pekerja keras - Mesum (menurut Kayla) Kayla Atmanegara - Kaya - Cantik - Manja - Keras kepala - Bodoh (menurut Reno) Cinta memang bisa datang dengan cara apapun, kapanpun dan di manapun tanpa kita sadari. Note: Updat...