DGK:29

31.4K 1.5K 21
                                    


Hari sudah berganti dengan cepatnya. Hari ini, pelajaran Sejarah, Geografi, dan Matematika akan dilewati oleh Rere.

Hufh

Mendengar kata 'sejarah' saja sudah membuat bulu kuduk Rere meremang. Ia memang tak pandai dengan hal-hal yang mengenai pemutaran waktu. Kendala nya hanya satu. Ingatan yang lemah. Sudah, hanya itu saja.

Seringkali, Rere mendapat nilai nol di ulangan Sejarah. Berbeda dengan Matematika yang selalu mendapat nilai seratus, bahkan sebelum pelajaran itu diterangkan guru, Rere sudah paham saking jeniusnya ia dalam pelajaran Matematika.

Seperti saat ini, ia sangatlah kesulitan ketika dihadapkan dengan buku Sejarah yang tebal. Lima menit lagi sudah ulangan, satu kata pun tidak ada dalam otaknya.

Ia hanyalah mengetuk-ngetuk pulpen sebagai tanda bahwa ia sangatlah pusing dan ingin menyerah saja.

"Revinka, fokus!" ucap guru mata pelajaran Sejarah.

"Gak bisa bu," Rere mengdengkus kesal.

"Yasudah, kalau kamu tidak bisa mengikuti pelajaran saya, lebih baik kamu keluar! Jangan ganggu teman-teman yang mau serius ulangan," teriak sang guru membuat Rere memekik senang.

"Yess! Bukannya dari tadi sih bu! Yaudah deh, yuk gengs, kita cabut!" ajak Rere pada para sahabatnya.

"Tentu saja, kau boleh ajak sahabatmu sekalian. Tapi ingat, nilai Sejarah kalian saya coret dari rapor!" ancamnya.

"Rere gak takut bu. Ck, gengs buruan aelah. Gue udah laper nih."

Detik selanjutnya, mereka benar-benar meninggalkan kelas. Sudah menjadi hal yang lumrah bagi Rere dan pa Re a the sengklek keluar kelas masih di jam KBM. Itupun dengan izin sang guru.

Meski beberapa guru memberinya ancaman, Rere sama sekali tidak takut.

Saat ini, mereka berjalan melewati koridor menuju pintu belakang yang jarang dilewati para guru.

"Eh Re, liat deh tuh adek kelas. Belagu amat dah, tampilannya udah kek jal*ng sekolah aja. Ih anjir, kita samperin kuy," tunjuk Risya pada salah satu gadis yang memakai seragam super ketat.

"Songong amat tuh adek kelas cabe. Dia kagak tau apa, orang-orang dihadapannya ini siapa?" ucap Rere sembari berjalan menghampirinya.

"Eh cabe! Tuh baju ketat amat, bekas sd ya?!" tanya Rere dengan sinis.

Gadis dihadapannya hanya menundukkan pandangannya dan tak menjawab pertanyaan Rere.

"Eh cabe! Jawab gue!" bentaknya.

"Ma-maaf kak. Aku lakuin ini buat orang yang a-aku suka, semoga saja dia balas perasaanku," jawabnya dengan gemetar.

"Eh anj*ng! Murahan banget, kelas berapa sih lo? Kek nya gue gak pernah liat muka sok polos lo?!"

"A-aku kelas sepuluh ipa kak," jawabnya.

"Murid baru ya?" gadis itu mengangguk.

"Pantes aja! Kayaknya dia dulunya cabe, terus dikeluarin dari sekolah dan pindah ke sini. Ck, ck, ck. Sekolah ini udah tercemar Re," Andin mengompori nya.

"Siapa nama lo?"

"Laras kak."

"Nama kampung! Sekarang lo mau kemana keliaran di koridor, mau bolos ya lo?" tanya Rere.

"A-aku mau ketemu sama dia kak" cicitnya.
"Ck. Okelah. Sekarang lo aman dari kita. Asal lo tau, kita itu geng yang paling ditakutin sama murid Saint International High school ini, jadi kita harap lo gak macem-macem lagi. Kalo gak--" Rere menarik kesamping leher menggunakan saru jari nya dengan tatapan sinis.

Dear Guru Killer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang