DGK:38

31.7K 1.7K 56
                                    

Mata cokelat itu perlahan mulai membuka. Namun dengan punggung yang masih menempel di empuknya kasur sembari memeluk guling.

Sebenarnya, ia malas untuk bangun karena kebetulan hari ini ia libur. Tapi sebisa mungkin kemalasannya itu ia singkirkan.

Ia mengubah posisi, yang awalnya telentang menjadi berbalik ke arah kanan seperti rutinitas yang sering ia lakukan bila di pagi hari, yaitu menatap wajah sang istri yang begitu manis dan damai ketika sedang terlelap.

Namun, sepertinya rutinitas itu gagal hari untuk hari ini, karena ia mendapati tempat dimana sang istri biasa tidur kosong. Dengan cepat ia mengambil jam weker di nakas.

05.00

Masih pagi. Tak biasanya Rere bangun jam segini. Atau jangan-jangan, istri manisnya itu sedang berjalan tapi dengan keadaan tertidur? Aduh gawat ini, bisa-bisa ia menabrak sesuatu.

Dengan secepat kilat, ia berlari mencarinya. Awalnya ke kamar mandi, namun tidak ada, pun dengan balkon. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari sang istri di luar kamar, siapa tau Rere mengarah pada dapur.

Hufh. Asatya bernafas lega ketika mendapati sang istri yang sedang berada di hadapan kompor sembari mengacak-acak rambutnya. Istrinya itu amat sangat manis ketika mengenakan celemek dan dengan rambut yang digulung asal. Tapi, ada satu hal yang membuatnya tampil berbeda kali ini yaitu dengan mengenakan dress pendek diatas lutut.

"Sedang apa?"

"Anj*ng!" kaget Rere refleks sembari memegang dadanya.

"Ish si bapak! Rere kira setan atau hantu. Ngeselin banget tau gak!"

"Yasudah, sekarang saya tanya kamu sekali lagi. Hmm.. kamu sedang apa nyonya Felixian?"

"Lagi berak. Udah tau lagi masak, pake nanya. Sana jangan ganggu, chef Revinka lagi fokus banget nih," ucapnya sembari mendorong tubuh samg suami sejauh mungkin.

"Suami chef Revinka yang tampan ini kan mau lihat, apa salahnya?"

"Apa? Tampan? Rere gak salah denger tuh? " jawabnya dengan sinis.

"Nyonya Felixian ini kenapa sih? Sedang datang bulan? Atau.. "

"Atau apa hah? Udah sana pergi! Jangan gangguin Rere yang lagi eksperimen. Nanti kalo gak enak, Rere salahin bapak pokoknya!"

Asatya hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebelum ia beranjak menuju meja makan, rambut Rere yang sedang di gulung diacak-acak supaya semakin berantakan.

"Suami lucknut! Enyah kau!"

Asatya terkikik.

Rere melakukan aktivitas 'memasak' nya itu selama hampir satu jam. Setelah selesai, ia membawa nampan yang tertutup dan menyajikannya di meja makan.

"Mm.. bapak jangan makan ini. Nanti bapak bisa sakit karena rasanya mungkin kayak racun," peringatnya.

"Tidak, tidak. Ini masakan pertamamu. Saya tidak mau melewatkan kesempatan untuk mencicipinya. Berikan saya piring, tolong."

Rere membuang nafas kasar sebelum akhirnya mengambilkan piring beserta sendok dan garpu untuknya.

Asatya dengan semangat mengambil capcay buatan sang istri dan menaruhnya di piring. Setelahnya baru ia mencicipi satu sendok.

Rere yang melihat hanya memegang dadanya yang berdegup sangat kencang karena gugup dan takut.

"Mm.. not bad," komentarnya.

Tak terasa empat piring Asatya memakan capcay buatan istrinya itu. Rere hanya terheran-heran sembari bertanya-tanya pada hatinya apakah makanan buatannya itu sangat enak?

Dear Guru Killer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang