Suara ayam jantan mlilik tetangga sebelah mulai terdengar di pendengaran seorang gadis yang tengah meringkuk di sofa. Gadis itu tampak mengerjap-kerjapkan matanya karena ayam itu terus saja berkokok, mengganggu tidurnya yang sedang nyenyak-nyenyaknya.
Gadis itu adalah Rere. Rere hendak bangkit, namun sebuah tangan kekar baru ia sadari tengah memeluknya. Rere bingung antara memilih melepas pelukan yang nantinya akan membangunkan si pemilik tangan kekar, atau malah diam saja sampai si pemilik tangan terbangun dengan sendirinya. Ah, Rere tampaknya dilema.
Kemarin malam, tak lama setelah Asatya membawakannya sekotak martabak telor spesial dengan setangkai bunga mawar kesukaan Rere, ia ambruk dan langsung tertidur di sofa. Rere bingung, tapi dia terlalu bodo amatan orangnya.
Rere sudah menemukan jawabannya. Ia harus bangun dengan melepas pelan tangan kekar di pinggangnya. Kalau tidak bangun-bangun, ia malu sebab belum mandi dan dalam keadaan yang masih bau. Nanti si pemilik tangan menertawakannya, walaupun sedikit kemungkinan sih dia tertawa. Tapi, kalau tidak menertawakan minimal dia pasti jijik melihat Rere. Jadi, ia putuskan untuk melepas tangan itu pelan-pelan sekarang.
Rere berhasil. Tangan itu terlepas dari pinggangnya sekarang. Tapi, ia merasa aneh dengan tubuh itu. Ketika ia hendak melepas, ia tak sengaja merasakan panas di tangannya. Dengan berinisiatif, Rere memegang keningnya dengan punggung tangannya. Dan, hasilnya panas. Bahkan sangat panas menurutnya.
"Dingin~" si pemilik tangan itu bergumam dengan tubuh yang meringkuk.
Apa katanya? Dingin? Padahal jelas-jelas badannya panas sekali. Rere bingung, ia harus membawa orang itu kemana. Kalau ke kamarnya, kan tidak mungkin. Nanti tertimbul fitnah. Dan juga, ia tidak akan mampu membopongnya, mengingat tubuh orang dihadapnnya yang kekar yang pastinya akan sangat berat dibandingkan dengan tubuh Rere yang kurus.
"Aduh, gue harus bawa kemana? Kalau di tidurin di sofa terus kasian. Kalau di bawa ke kamar, gue gak kuat bopongnya" gumamnya sembari memegang dagunya sendiri.
Namun beberapa detik kemudian, "aha! Mang Acep!"
Rere segera berlari memanggil sang supir pribadi untuk meminta pertolongannya. Ia yakin, mang Acep kini tengah mengobrol dengan supir tetangga di luar rumahnya. Karena ia sudah tau kebiasaan sang supir yang hampir di lakukannya setiap hari.
Tuhkan dugaannya benar, mang Acep kali ini sedang mengobrol. Namun, bukan dengan supir melainkan dengan asisten rumah tangga tetangga sebelah dengan akrab.
"Mang Acep!" seru Rere membuat supirnya iru menolehkan wajahnya. Dan tak lama, Mang Acep berjalan menuju dirinya.
"Iya non, non mau kemana pagi-pagi begini? Ini kan hari Sabtu?" tanya Mang Acep.
"Mang, tolong bawa pak Asatya ke kamar tamu ya. Badannya panas, tapi dia ngigau sebut dingin katanya. Aduh kenapa ya?" ucap Rere dengan panik. Dan tak lama, ia berjalan diikuti dengan Mang Acep dibelakang.
"Oh itumah biasanya panas dingin non, nanti si neng Astri bikinin obatnya. Soalnya Mang juga sering dibikinin obatnya," ucapnya. Rere mengangguk.
Ketika sudah sampai di sofa. Mang Acep segera membopong Asatya menuju kamar tamu yang untungnya berada di lantai satu. Kalau tidak, kan kasian mang Acep. Badannya kurus, sama seperti Rere nanti dia malah pingsan bopong Asatya.
Sesampainya di kamar tamu, mang Acep segera membaringkan Asatya di ranjang berukuran besar. Setelah itu, Mang Acep pergi menuju bi Astri untuk memintanya membuatkan obat herbal untuk Asatya.
"Haduh pak, ngapain coba kemarin hujan-hujanan. Jadinya sakit kan? Siapa lagi yang repot coba? Kan aku. Mang Acep sama bi Astri juga sama direpotin hadeuh," gumamnya pada Asatya yang masih memejamkan matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Guru Killer
Ficção AdolescenteApa jadinya kalau seorang Revinka Aditama yang dikenal memiliki sifat badung dan di cap sebagai badgirl dijodohkan dengan guru baru disekolahnya yang dikenal killer dan menyeramkan? _______________________ "Lo boleh jadi calon suami gue, tapi lo gak...