DGK:37

27.9K 1.5K 9
                                    

"Sejauh ini, kamu udah masakin apa buat suamimu? Kalo dulu waktu hari pertama Mama nikah, Mama masakin Papa kamu sayur sop, dan gak nyangka bakalan dapat komentar baik. Dari situlah Mama giat coba masakan baru setiap harinya."

Rere hanya bisa menggigit-gigit bibirnya. Rambut yang tak gatal ia garuk serta pandangan yang diarahkan ke bawah.

"E-mm.. sebenernya Rere belum masakin apapun buat bapak," jawabnya dengan kikuk serta nada yang pelan.

"Apa?! Jadi kamu mau bilang kalo kue matcha kemarin beli di toko? Iya?!"

"Bu-bukan beli Ma, tapi... bapak yang buat. Hehe," Rere mengambil ancang-ancang. Ia tahu kalau Fenita akan mencubitnya.

"Kamu ini ya... kebangetan banget! Masa suruh suami yang buatin sih Re, harusnya tuh ini kerjaan kamu. Itu apa lagi, panggil suami kok gak ada romantis-romantisnya, kayak anak sama bapaknya aja, gimana sih Re!!"

"Ah, Ma.. sakit.. " benar kan dugaan bahwa Fenita akan mencubitnya secara bertubi-tubi.

"Aih, Mama malu sama Daniar Re! Kamu gak malu gitu sama Daniar, Kevin, dan nak Asatya? Mereka tuh baikkk banget sama Mama, Papa dan Vano. Setiap Mama ada di rumah, selalu aja ada ojek online yang bawain makanan, padahal Mama gak ngerasa pesen. Ternyata eh ternyata, makanan itu suami kamu yang pesenin, sambil bilang maaf karena gak bisa antar langsung. Terus juga waktu perusahaan Papa kamu hampir bangkrut pas sebelum kamu lahir, Kevin membantu hingga perusahaan Papa kembali pulih. Aduh Re, kalo Mama jadi kamu, Mama bakalan maluuuu banget sama keluarga Felixian yang super duper baikk banget."

Rere hanya bisa terdiam sesudah pernyataan Fenita terucap. Betul juga katanya, keluarga itu tidak pernah menuntut Rere untuk bisa memasak sama sekali, ataupun menuntut memiliki keturunan. Perlakuan Daniar terhadapnya sangatlah baik, pun dengan Kevin sang Papa mertua.

Juga tak lupa dengan kebaikan sang suami yang dengan rela dan ikhlas bersedia mempekerjakan bodyguard sekaligus empat, yang apabila ditotal gaji perbulannya hampir mencapai seratus juta. Tapi disisi lain, ia juga bingung karena keluarga itu sangatlah tertutup dan sepertinya menyimpan banyak rahasia. Contohnya saja alasan Asatya menyewa bodyguard yang sampai saat ini masih rahasia.

"Asal kamu tau ya Re, pas Papa kamu dan Kevin berbicara soal perjodohan kamu, apa coba reaksi nak Asatya?" tanya Fenita. Rere hanya menggeleng karena tidak tahu.
"Nak Asatya langsung menjawab setuju. Setelah Papa kamu bertanya apa alasannya, nak Asatya menjawab 'karena saya tidak mau menyusahkan orang tua dengan harus terus bergantung meminta uang kepada mereka, lalu, saya juga tertarik dengan putri anda, pak Aditama' gitu jawabnya. Mama yang denger dari Papa aja merinding loh Re, se baik itu keluarga Felixian terhadap keluarga kita Re. Dan, apa balasan kamu untuk keluarga itu? Menyusahkan Asatya? Atau hanya menumpang di rumah guede itu? Gak Re. Balasan kamu haruslah sepadan, contohnya melayani suami. Mmm.. maaf nih ya, Mama mau tanya hal yang privasi. Mm.. apa kamu sudah melakukan kewajiban seorang istri sepenuhnya pada suamimu? Ah, maksud Mama... kamu juga tau lah" Rere menggeleng.

"Ck. Padahal demi-demian kamu, nak Asatya ninggalin akademi militernya di Amerika. Kalo kamu bingung kenapa Amerika,, ya karena nak Asatya tinggal lama disana, tadinya sih mau jadi warga negara sana, tapi yaaa gegara kamu jadi buyar."

"Fyi nih, marga Felixian itu terkenal loh di Amerika. Kevin, Papa mertua kamu, punya beberapa perusahaan dan pabrik tuxedo ternama. Georgino, paman nak Asatya, punya beberapa high school, termasuk sekolah kamu. Sedangkan anak pak Georgino, idola kamu tuh, udah terkenal banget disana. Cuma ya, anak sulung Georgino Mama gak tau. Hebat kan Re? Coba bayangin betapa pentingnya keturunan buat keluarga mereka. Pasti pentingg banget."

"Apa kamu sudah memiliki perasaan kepada suamimu?"

Rere menggeleng, "belum tau sih.. cuma ya Rere selalu tersanjung kalo si bapak berkata manis dan lembut juga dengan perilaku yang kadang manja."

"Nah. Itu tandanya kamu sudah memiliki perasaan padanya. Mama dulu juga dijodohin sama kayak kamu, awalnya sih Mama gak punya perasaan apapun ke Papa kamu dan merasa risih kalo di dekatnya. Tapi.. seiring berjalannya waktu ternyata Papa kamu juga selalu berperilaku manis sampe hati Mama yang beku meleleh juga."

"Ouh ya? Mama kok gak pernah cerita. Mmm.. Terus, Mama ngelakuin kewajiban Mama?"

"Ya iyalah! Walaupun saat itu gak punya perasaan apapun, tapi Mama takut dosa. Buktinya, setahun kemudian abangmu Revano lahir. Untungnya saat dia lahir, Mama udah punya rasa cinta ke Papa kamu. Jadi yaa, dunia ini serasa indaaah banget. Percaya deh sama Mama. Sensasi seorang istri ketika sudah mempunyai anak itu akan terasa berbeda. Mama harap setelah kamu denger ini semua, kamu melakukan kewajiban sebagai seorang istri, ya? Kan kamu juga mau keluar sekolah hahaha."

"Ish, tapi kan Rere malu Ma."

"Mama juga awalnya maluuu banget. Tapi ya Mama jalanin aja, anggap kamu ngelakuinnya sama idola kamu, Hahaha."

"Eh gak deh, Mama bercanda. Gini aja deh Re, kamu selalu ingat mendapat pahala. Pasti mau deh," ucap Fenita mengakhiri ucapannya.

"Mm.. Rere pikirin lagi deh Ma."

____________

"Sedang apa?" tanya Asatya sembari mendekat ke arah Rere yang tengah bersolonjor ria dengan laptop yang di letakkan di pahanya.

"Nonton film. Tadinya gak mau nonton film ini dan kepencet, eh setelah diikutin malah seru banget," jawabnya dengan tatapan fokus pada layar.

"Film apa?" tanya Asatya lagi.

"Ada deh, pokoknya gendrenya itu horor thriller romance. Jadi ada tegang, takut sama baper. Jadi pengen deh," ucapnya dengan racauan di akhir kalimat.

"Maksud kamu, kamu pengen diikutin hantu?"

Dengan cepat Rere menggeleng, "idih gak mau lah. Ya kali. Si bapak mah ngomongnya kemana aja!"

"Yaa.. saya tidak salah, kamu kok yang bilang mau seperti di film horor itu."

"Ck. Maksud Rere tuh, Rere pengen ada di suatu bukit dengan pemandangan bagus di hadapannya sambil ada di posisi kayak gitu, tapi kayaknya, impossible banget deh. Soalnya, Rere kan nikah sama tembok, datar!"

Asatya meliriknya sebentar, lalu setelahnya melirik kearah monitor. Disana menampakkan adegan dimana sepasang kekasih tengah berpelukan di hamparan bukit yang berhadapan dengan pemandangan kota yang indah kala malam hari.

"Adegan-adegan kayak gini tuh enaknya sambil ngemil. Rere mau ambil camilan di dapur, bapak mau nitip gak?" Asatya menggeleng.

Rere lalu berjalan menuju dapur yang jaraknya lumayan dekat dengan kamarnya. Sengaja, supaya dekat kalau ambil camilan apapun hahaha.

Ketika sudah sampai, ia memilih keripik kentang, keripik singkong, popcorn caramel, kue serta minuman berperisa.

Karena makanannya itu banyak, ia tak sanggup membawanya hanya menggunakan tangan kosong. Jadi, ia putuskan untuk menaruh makanan tersebut di meja lalu berniat mengambil kantong yang terletak di atas lemari.

Namun, bukannya kantong, yang di dapatkannya adalah sebuah tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Bahkan, kepala sang pemilik tangan pun bersender ke bahunya.

Tanpa melihat pun, Rere sudah tahu pelakunya adalah sang suami. Karena dengan harum dan tentu saja gelang hitam di pergelangan tangan kanannya yang menjadi ciri khas seorang Asatya Felixian.

"Ngapain sih pak? Mending kalo di rumah sepi gak ada siapa-siapa. Mau ke cyduk lagi kayak kemarin?"

Asatya hanya menggelengkan kepalanya dan tetap masih dalam posisi yang sama.

"Kalo gak mau kenapa masih kayak gini. Udah lepas ah, Rere pengen nonton film lagi. Oh ya, sebelum itu, tolong ambilin kantong di atas lemari dong, bapak kan lebih tinggi dari Rere"

"Sst. Seperti ini saja. Saya merasa nyaman."

Dear Guru Killer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang