27. Dimensi Siloka dan Salaka 2

6.8K 987 230
                                    

200 votes & 200 comments, berat gak? hehe

Kuvvi menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kuvvi menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Wah, udah jam tiga pagi. Kita trecking jam berapa, Om?" tanya Kuvvi menatap Aly kemudian Rafka setiba di basecamp Cidahu.

"Rencananya jam lima pagi," jawab Aly.

"Emang berapa jam, Om?"

"Bentar, kok. Nggak usah dirasain, lama-lama juga sampai," ujar Aly santai. Padahal perjalanan bisa mencapai dua belas jam.

Aku tak sebodoh itu, Paman, batin Kuvvi. Pada saat di rumah Alyviah, Kuvvi sudah diberitahu kisi-kisi sama Alyviah. Kalau Aly pasti akan mengatakan; pendakiannya tidak jauh, sedikit lagi, itu sumber air sudah terlihat, bentar lagi sampai, dan kalimat pembohongan lainnya, padahal tidak demikian. Tapi, tenang. Kuvvi sudah bersiap. Kuvvi yakin bisa menyelesaikan pendakian kali ini.

Pertama kali datang, mereka langsung melakukan registrasi di pos, semua nama tim harus dituliskan berikut nomor kontak dan backup-nya, KTP dititipkan, serta melakukan pembayaran sebesar 22.000/orang untuk dua hari satu malam.

Sembari Aly dan Rafka mendaftar, Kuvvi mendekati Ansel yang sedari tadi diam saja. "An!" seru Kuvvi. Sebenarnya di sebelah Ansel ada Uya. Namun, Kuvvi menganggap Uya tidak ada.

"Apa sih nih cewek!" ujar Uya sewot.

Kuvvi sama sekali tidak memerdulikan Uya. "An, kenapa kita nggak via Cimelati aja? Katanya jarak tempuhnya lebih singkat."

Ansel menebak, pasti Kuvvi sudah searching mengenai gunung ini. "Lo udah tahu jawabannya," jawab Ansel datar.

"Allahuakbar." Kuvvi memang sudah tahu jawbannya.  Jalur resmi untuk menuju puncak Salak 1 ini bisa via Cidahu Cimuncang dan via Pasir Reungit. Adapun via Cimelati jalurnya masih ilegal walaupun konon jarak tempuhnya lebih singkat. "Segala puji bagi Allah!" Kuvvi berseru kembali.

"Apa sih nih cewek heboh banget!" ujar Uya kesal.

"Sabar, Yak." Awe menenangkan. "Kenapa, Vi?"

"Heboh banget sih adek lo ini, We!"

"Dia emang gitu, tapi baek kok anaknya," sahut Awe.

"Masa?!"

"Gini lhoo, Mbak Uya. Aku tuh lagi seneng. Tadi itu jawaban Ansel terpanjang selama aku hidup."

"Idih!" Kuvvi kembali bersikap cuek pada Uya. Ia masih terbawa suasana bahagia. "Lo-udah-tahu-jawabannya." Ia mengulangi ucapan Ansel. Hanya empat suku kata, meski datar, namun panjang bagi Kuvvi.

 Hanya empat suku kata, meski datar, namun panjang bagi Kuvvi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DIMENSI (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang