[FOLLOW SEBELUM MEMBACA♡] Dulu, ketika dompetku kecopetan, aku berdoa supaya uang bergambar monyet di dalamnya digunakan untuk kebaikan.
Lalu, saat aku kehilangan ponsel esia hidayahku, lagi-lagi aku berusaha mengikhlaskannya.
Aku pernah merasakan...
Namun, Kuvvi cepat-cepat mengambil ponselnya kembali. "Nanti aja aku cerita. Aku titip tas ya, Naz."
"Heh! Lo mau ke mana?" Belum sempat menjawab, Kuvvi sudah melesat pergi.
Cewek itu berlari menuju parkiran. Dengan sepedanya, ia pergi ke tempat yang Ansel kirim. Di persimpangan jalan, ia berhenti. Ia membuka lokasi yang dibagi Ansel. "Mana nih, google maps?" Kuvvi gugup, jempolnya men-scroll layar ponsel. Entah mengapa di saat seperti ini, aplikasi itu hilang bagai kentut yang tersembunyi.
Padahal ia bisa membuka lokasi itu dari whatsApp tadi, nanti ada pilihan mau dibuka lewat aplikasi apa. "Kalo lagi gugup gini, otak jadi hilang, ya."
Jempol dan telunjuk Kuvvi men-zoom lokasi tersebut. "Abis dari sini, ke kanan, kiri, kanan, kiri, aduh pusing. Kayak senam aja kanan kiri. Aktifin suara istri google ajalah."
Kuvvi mengantongi ponselnya. Lalu mulai mengayuh sepedanya kembali. "Belok kanan!" Suara istri google terdengar.
"Di pertigaan, belok kiri!" Kuvvi pun menurutinya hingga tibalah ia di tempat tujuan.
"Sampe, ya, Mbak istri google?" Kuvvi bertanya sendiri.
Sepedanya ia parkirkan di depan teras rumah itu. "Aduh, di sini?" Kuvvi celingak-celinguk melihat rumah kosong di hadapannya. "Ini aku kayak mau shooting diary Misteri Sara. Serem amat." Tanpa menunggu lama, Kuvvi mengelilingi rumah itu mencari keberadaan Ansel. Niatnya mau menelepon, tapi nomor Ansel sudah tidak aktif lagi. Terakhir, chat Kuvvi tidak dibalas.
***
***
Kuvvi melewati rumput-rumput liar yang sudah begitu tinggi. Suasana langit yang mendung mendukung sekali penyusurannya kali ini. Lagi-lagi ia merasa seperti shooting diary misteri Sara. "Enggak, aku nggak merinding. Kan masih pagi."
"Aan!" Kuvvi menjerit ketika melihat Ansel bersandar di pohon samping rumah itu. Ia sengaja menyusuri sekeliling luar rumah, karena pada saat ia ingin membuka pintu tadi, pintunya terkunci.
Kuvvi langsung panik melihat darah yang keluar dari jidat Ansel. "Darah?" ucapnya refleks lalu menghampiri Ansel.
"Kamu kenapa? Siapa yang ngelakuin ini? Sakit, nggak?" Kuvvi tambah panik ketika melihat luka sayatan di lengan Ansel. Ia langsung menutup luka itu dengan bandana yan ia kenakan.
"Santai."
"Ya, mana bisa santai ngelihat kamu kayak gini." Kuvvi reflek menyentuh luka Ansel yang membuat Ansel meringis. "Tuh kan, sakit. Ayo, kita ke puskesmas biar kamu diobatin."
"Nggak usah."
"Bisa, berdiri nggak?"
"Hm." Kuvvi melihat Ansel masih bisa berdiri, niatnya yang ingin membantu dengan merangkul pun diurungkan.