33. Dimensi Angkot

6.7K 924 122
                                    

Kenapa nggak suka Uya?
Padahal Uya nggak jahat :(

Tak seperti biasanya, kali ini Kuvvi sudah siap menunggu Nazo di depan pagar rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak seperti biasanya, kali ini Kuvvi sudah siap menunggu Nazo di depan pagar rumahnya. Biasanya, Nazo dengan tampang kesal menunggunya duluan. Sepedanya ia standarkan di sampingnya.
Ia membuka ponselnya lalu menghapus pesan yang membuatnya kesal semalam.

Temkosel
Kuota Flash Anda telah habis. Anda akan dikenakan tarif non paket jika seluruh kuota telah habis. Silakan cek kuota internet lainnya atau aktifkan kembali paket Anda di *363# atau download MyTemkosel app di tsel.meayam/tsel.

Bagi Kuvvi, kuota habis itu rasanya seperti tidak bisa menguasai dunia lagi, hampa, tak ada kehidupan. Kayak habis makan es buah pas lagi haus-hausnya, eh pas udah mau habis, baru sadar ada ulet di dalam mangkoknya. Sakit. Juga seperti berenang di laut panas, membelah atmosfer merah, ketemu hiu akrobatik. Kuota habis itu seperti kehabisan kuota.

Cukup lama ia menunggu, namun, tetangganya itu tak kunjung datang. Cewek berkuncir kuda itu pun mendatangi rumah tetangga sebelahnya. "Assalamu'alaikum, Nazo," seru Kuvvi kencang. "Nazooo, sekolah, nggak?"

Munculah seorang ibu-ibu berhijab hitam dari pintu menuju teras rumahnya. "Nazo sakit, Kuvvi." Lalu Alyviah membukakan pagar untuk Kuvvi. "Nggak dikunci, lho. Masuk aja."

"Yah, sakit apa, Ibu?"

"Mencret. Udah dua kali bolak-balik kamar mandi. Kamu duluan aja. Udah enggak belajar, kan? Nanti Ibu yang bilang sama wali kelasnya."

"Iya, Ibu. Kuvvi berangkat dulu." Pada saat Kuvvi ingin menyalami Alyviah, seseorang mendahuluinya. "Wa'alaikumussalam?" sindir Alyviah.

Kuvvi yang melihat pemandangan itu lantas melongo. "Assalamu'alaikum," sahut cowok itu.

"Wa'alaikumussalam. Berangkat naik apa? Ojol aja?" Ansel belum dibelikan sepeda baru oleh orang tuanya---lebih tepatnya oleh ibunya. Karena tidak semudah itu, Fergusso.

"Angkot."

"Naik ojol aja, kan nggak ribet, Bang," kata Alyviah menyarankan. Tinggal menunggu, ojol pun datang, diantar sampai tempat tujuan. Kalau anaknya memilih naik angkot, harus berjalan kaki dulu sampai gapura komplek.

"Ditolak."

"Lho, kok ditolak, sih, mungkin dikira sekolah kamu kejauhan kali, ya." Kalau ditolak, apa boleh buat.

"Mungkin ojolnya ngira Aan minta dimakan, bukan diantar," celetuk Kuvvi.

"Ada-ada aja, Kupik." Alyviah tersenyum sementara anaknya sudah melangkah ke luar pagar.

"Bareng, An!" seru Kuvvi yang sedari tadi ingin bersuara. "Tapi, aku nyimpen sepeda dulu."

"Yaudah, kalian bareng aja. Hati-hati di jalan!" peringat Alyviah.

DIMENSI (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang