34

3.3K 373 1
                                    

Sore itu diiringi oleh gemercik air hujan yang turun, enam orang yang sudah berkumpul di rumah Hanbin tampak terlihat fokus menyimak apa yang sedang Jackson bicarakan.

"Okay sekarang semua bukti sudah ada ditangan kita," Kata Jackson, "Semua akan berjalan lancar setelah kita eksekusi ke kepolisian,"

"Bentar-bentar gue masih nggak paham," Rose membuka suara, "Kalau orang diantara kita yang membuat laporan, menurut kalian apa si Hyun Sik itu nggak makin dendam ke kita?"

"Eh iya juga ya," Jennie menimpali.

"Kan, jadi disini siapa yang bisa kita jadikan subjek buat ngelapor?"

"Nggak akan ada yang dikorbankan untuk poin ini," Jawab Bambam, "Kita ada media email yang bisa dijadikan sebuah bentuk laporan,"

"Email?" Rose kembali bertanya.

"Kalian nggak perlu khawatir, gue yang bakal kirim semua dokumen beserta bukti rekaman ke kepolisian, untuk identitas gue pastiin bakal aman," Bambam menjelaskan, "Ketika kepolisian melihat email yang kita kirim, mereka nggak akan tinggal diam, pasti mereka akan penasaran dengan kebenaran yang ada pada email itu, dan berusaha untuk menyelidiki,"

"That's right," Ucap Jackson, "Kepolisian nggak akan penasaran dengan siapa yang mengirim, tapi dengan kasus seperti ini, mereka akan lebih penasaran dengan kebenarannya, dan penyelidikan pun akan dilakukan,"

"Lo juga ikut terjun?" Tanya Lisa.

Jackson menggeleng, "Ada tim khusus yang lebih handal menangani kasus narkotika dan sejenisnya," Jawabnya, "Tapi tenang aja, relasi gue luas, gue nggak berhenti update soal kasus ini,"

"Akhirnyaaaa," Hanbin menghembuskan nafasnya lega, "Bakal masuk bui juga tu orang bajingan,"

"Apa gue bilang, semua bakal kelar juga kan?" Ucap Rose pada Lisa yang ada disebelahnya.

"Heh upik abu, kapan lo bilang?" Hanbin yang berada diseberang Rose ikut menyahut.

"Ih apaan sih kak,"

"Yang harusnya bilang gitu harusnya Lisa sih," Jennie ikut menambahi.

"Ya kan gue cuma mau menenangkan, apa salahnya sih,"

"Nggak ada yang salah, yang salah noh si Bambam," Lisa ikut bergurau.

"Lah, jadi bawa-bawa gue,"

"Oh ya Jen, gimana kabar Jisoo?" Tanya Lisa tiba-tiba, "Eh mama baik-baik aja kan?"

Jennie yang semula sedang tertawa seketika berganti ekspresi, bola matanya menatap Rose yang duduk diseberangnya.

"Baik kok, mereka baik semua," Jawab Rose, ia tau jika kakaknya itu pasti tidak akan tahan ditanyai persoalan yang menyangkut dengan ibu tirinya.

"Mama nggak ada ulah kan?"

Rose berusaha tersenyum, "Uu.. ulah? Enggak kok enggak," Jawabnya, "Lo pikir dia bocah,"

Lisa ikut tersenyum, "Syukurlah kalau gitu," Jawabnya, "Gue udah lama nggak ke rumah kalian, kapan-kapan gue kesana ya,"

"Iyaa silahkan dengan senang hati,"

"Gpp kan Jen?" Tanya Lisa.

Yang ditanya tampak diam.

"Jen?"

"Ehh iya? Apa Lis?" Jennie tersentak, ia sudah mulai tidak fokus.

"Gue boleh kan main ke rumah lo?"

"Yaelahh, ya boleh lahh, datang aja kali," Jawab Jennie.

Hanbin yang duduk disebelah Jennie tampak menepuk punggung temannya itu. Ia mengisyaratkan untuk sabar.

Iya, Jennie adalah orang yang paling sulit untuk mengendalikan emosinya.

Ia cenderung akan murka jika tidak ada orang yang bisa mengontrolnya.

Maka dari itu kenapa Rose lebih memilih menjawab terlebih dahulu, karena ia tau, jika kakaknya itu yang menjawab, bisa jadi diujung-ujung akan menjadi sebuah pertikaian. Dan itu bukan hal yang tepat dilakukan disaat seperti ini.

Jennie menyandarkan tubuhnya, lantas menghembuskan nafas panjang.

🖤🖤🖤🖤

Marah aj si kata gw gpp drpada stress, y ga

RESET [BLACKPINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang