Malam ini nampaknya sunyi. Keadaan nampaknya tak mendukung Aina untuk segera tidur. Sedari tadi mata Ustadz Nabil mengarah padanya. Tak ada celah antara keduanya. Aina mencoba menutup mata. Ustdaz Nabil hanya diam. Ia sedikit tersenyum.
Aina : "Ustadz.... Mau ngapain?"
Ustadz Nabil : "Lho... Kok balik panggil Ustadz lagi?"
Aina : "Takut." Aina mencoba menurunkan kepalanya. Berharap matanya tak bertemu mata Ustadz Nabil.
Ustadz Nabil semakin mendekat ke wajahnya.Aina : "Ya Allah.. Tolong !"
Ustadz Nabil tertawa.
Ustdaz Nabil : "Kenapa minta tolong? Suamimu berbahaya, ya?"
Aina tersenyum kecut.
Ustadz Nabil perlahan makin mendekat. Aina menutup mata. Ia merasa dahinya tersentuh sesuatu. Ustdaz Nabil mengecup lembut dahi Aina. Lalu bangkit dari tempat tidur.
Aina masih menutup mata. Wajahnya memanas seketika. Malu rasanya ada seorang lelaki yang bukan Ayahnya mencium keningnya.
Ustdaz Nabil berganti baju lalu merapikan karpet dan beberapa selimut besar serta bantal yang ia ambil di atas tempat tidur.Ustadz Nabil : "Selamat tidur, Aina. Jangan lupa berdoa."
Aina yang sedari tadi nampak masih malu. Mulai mendengarkan Ustadz Nabil.
Aina : "Mas Jun."
Ustdaz Nabil melihat Aina.
Ustadz Nabil : "Ya?"
Aina : "Hmm... Mulai sekarang tidur di tempat tidur saja. Nanti masuk angin."
Aina seakan memberi lampu hijau kepada Ustadz Nabil agar ia semakin dekat denganya.
Ustdaz Nabil : "Waa... Rejeki nih ya?"
Aina merapikan tempat tidur dan mempersilahkan suaminya tidur di sampingnya.
Sekarang, keduanya di atas tempat tidur yang sama. Kedua mata sepasang suami istri ini nampaknya hanya melihat langit-langit kamar. Ustadz Nabil mencoba menutup mata sambil memegang tangannya yang lain di atas selimut. Sedangkan Aina mencoba menutup mulutnya dengan selimut. Matanya tak bisa dipejamkan. Rasa-rasanya takut akan terjadi sesuatu pada dirinya dan Ustadz Nabil.
Aina : "Mas Jun"
Ustadz Nabil tak menjawab. Nampaknya ia sudah tertidur dengan lelap. Aina menoleh ke arah Ustadz Nabil. Matanya tertutup. Tenang.
Aina : "Walau gak dengar, maafin Aina ya. Mungkin masih butuh waktu untuk bisa melayani Mas Jun. Aina belum siap. Aina masih ingin sekolah sampai selesai dulu. Ingin seperti teman-teman yang lain bisa menimba ilmu. Ingin tumbuh dengan pemikiran yang sesuai. Mungkin ada masanya Aina betul-betul siap."
Aina seperti berbicara dengan dirinya sendiri dengan Ustadz Nabil yang tertidur di sebelahnya. Matanya berkaca-kaca. Ia juga merasa berdosa membiarkan suaminya hanya dapat menunggu sebuah waktu yang nanti akan tiba.
Ustdaz Nabil : "Mas ngerti kok."
Aina terkejut. Ia menoleh ke arah Ustadz Nabil yang berbicara sambil menutup matanya. Rupanya ia juga tak dapat tidur.
Ustdaz Nabil : "Kita sepakat, bukan? Kalo urusan keturunan adalah hal yang perlu kita bicarakan dulu. Sambil berjalannya waktu, menyelesaikan madrasah ini juga sama pentingnya. Mas dukung apa yang jadi keinginanmu, Aina. Bantu mas juga ya. Karena tiap hari Aina semakin lucu dan mempesona."
Deg.
Aina tidak dapat berkata sepatah kata pun. Jantungnya kini semakin kencang berdetak. Tak pernah ia mendengar seseorang berkata dengan begitu dahsyatnya. Ini lebih dari sekedar rayuan. Kata-kata dari suaminya menjadi halal buatnya dan perasaannya saat ini seperti ada di tengah kebun bunga yang sedang mekar-mekarnya. Kebahagiaannya memuncak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]
General FictionGak ada yang gak mungkin dalam kehidupan. Ada kalanya kamu bisa memilih, kadang memang kamu gada pilihan lain selain menjalani. "Takdir macam apa ini?" Mungkin ini batin Aina dalam menjalani hiruk pikuk kehidupannya. Menjadi istri Gurunya sendiri de...