"Kamu bakal dijodohin dengan Iffah, mas."
Batin Aina menangis. Ujian apalagi ini? Ia masih menerka-nerka apa yang akan terjadi hari-hari ke depan. Takdir apa yang membawa ia dan Ustadz Nabil kelak? Ia berhenti menangis. Ia merebahkan dirinya di tempat tidur. Ia menutup mata.
Astaghfirullah...
Ia membuka mata. Ia mencoba memahami sepenggal perkataan Abah dan Ayah Iffah yang datang tadi pagi. Berbicara di kantor Abah. Dan ketika Aina hendak keluar, ia tak sengaja mendengar pembicaraan itu.
Pembicaraan itu dimulai dari.....
Beberapa waktu yang lalu.Abah : "... Iya betul, mas Irul."
Ustadz Choirul : "Haha.. makanya. Iffah cocok sama Jun, kan?"
Abah : "Haha... Betul mereka cocok."Pembicaraan singkat itu membekas pada hati Aina. Terlalu jelas kata-kata Iffah cocok dengan Jun. Itu merobek perasaan Aina di kala ia masih belum sempurna membentuk hatinya yang masih kalut karena belum bisa memberikan Ustadz Nabil keturunan. Ia malu, ia marah, ia sedih. Tapi tak tahu ditujukan kepada siapa.
Aina kembali ke kamar dengan perasaan hancur. Ia hanya diam.
***********
Aina membuka matanya. Ia harus siap dengan segala resikonya. Toh, Allah juga yang menginginkan hal ini terjadi. Misteri apa yang hendak Allah tunjukan padanya?
"Aku harus kuat." Aina tiba-tiba berkata dengan lantang. Ia hapus air matanya. Ada energi yang tiba-tiba bertambah dalam dirinya.
Ia bergegas keluar kamar. Ia akan menemui Ustadz Nabil.
"Astagfirullahaladzim."
Aina terkaget karena bebarengan seorang santri Abah.
"Kaget saya, mbak Aina. Maaf. Ini tadi disuruh sama Gus Jun mbak Aina ditunggu di ruang kerjanya."
Aina : "Aaa, iya saya juga mau ketemu kebetulan. Makasih, mas."
Aina bergegas ke ruang kerja Ustadz Nabil.
Aina : "Assalamualaikum, manggil Aina?"
Ustadz Nabil : "Ah, iya. Masuk. Masuk."
Aina : "Kenapa, mas? Penting ya?"
Ustadz Nabil : "Mas punya sesuatu buat Aina. Duduk dulu sini."
Aina : "Mana? Gak ada kado gitu."
Ustadz Nabil : "Hahaha.... Ya gak dibungkus kertas kado, sayangku. Ini..."
Ustadz Nabil menyodorkan sebuah kertas. Aina belum berani menyentuhnya.
Ustadz Nabil : "Mas masih ingat. Kamu punya keinginan untuk bisa membantu Abah, Umi dan Mas di Pondok ini. Demi menunjang itu semua. Mas pingin kamu bisa mewujudkan semua itu. Setelah nilai ujian keluar. Hari itu juga mas bikin surat permohonan untuk masuk kuliah keguruan dengan jalur pegawai (yang kuliah pegawai-pegawai) yang kuliahnya selama jumat sabtu minggu. Dan ini surat balasannya kamu diterima."
Mata Aina berbinar.
Aina : "Masya Allah. Beneran ini? Tapi kok jalur pegawai? Aina kan gak bekerja."
Ustadz Nabil : "Aina kan bantuin Pondok ini jadi senior konsuling buat adik-adik Pondok. Walaupun bukan pegawai dan karena kebetulan istri mas, tapi waktu itu pun tidak bisa ditinggal,kan? Tetap menjadi tanggung jawab Aina."
Aina mengangguk. Senang. Kejutan yang membahagiakan saat ia juga merasa siap dengan segala situasi. Ia lupa dengan kesedihannya.
Aina : "Kapan mulai masuknya, mas? Ada ospek juga gak sih? Kayak cerita Lita sama Putri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]
General FictionGak ada yang gak mungkin dalam kehidupan. Ada kalanya kamu bisa memilih, kadang memang kamu gada pilihan lain selain menjalani. "Takdir macam apa ini?" Mungkin ini batin Aina dalam menjalani hiruk pikuk kehidupannya. Menjadi istri Gurunya sendiri de...