Bab 32 Jangan sembunyi

2.6K 158 1
                                    

Darah yang menetes itu setitik demi setitik jatuh di salah satu lantai kamar mandi yang berjejer. Bola mata Aina membesar. Ia sadar ada yang tak beres. Insting menolongnya kini semakin besar. Ia dobrak pintu kamar mandi ia dapati santriwati tadi dengan cutter dan darah yang mengalir. Santriwati tadi masih hidup, begitu batin Aina bersyukur.

1 jam setelah kejadian itu, di ruang kesehatan. Santriwati tadi hanya terduduk sambil memegang tangan kirinya.

Aina menyilangkan tangannya. Seorang petugas kesehatan sudah selesai memberikan pertolongan dan air minum untuk santriwati tersebut. Ustadzah Ria datang dan melihat keadaannya.

Ustadzah Ria : "Jadi, santriwati ini?", Tanyanya.

Aina : "Bukan, Ustadzah."

Ustadzah Ria : "Lho, kok bisa? Tangannya? Kelas X.2 kan?"

Aina : "Kita ditipu, Bu. Santriwati itu sepertinya bukan kelas X.2. Saya yakin ia tidak ingin kita tahu."

Ustadzah Ria mengajak Aina keluar.

Aina : "Sebenarnya ia ingin sekali didengar. Ada masalah yang ia simpan."

Ustadzah Ria : "Anak itu ingin didengar. Tapi ia malu. Sehingga identitasnya tidak ingin dikenal. Terus, santriwati tadi kenapa?"

Aina : "Dia sedang membuka obras bajunya yang mulai sempit. Karena terburu-buru, kena jari di tangan kirinya. Lumayan dalam makanya saya lihat tadi sekilas dari luar lantai jadi ada bercak darah lumayan banyak. Saya dobrak. Saya pikir upaya bunuh diri. Ternyata tidak."

Ustadzah Ria : "Kita harus cepat menemukan anak itu. Kita tidak bisa diam saja sebelum hal lain terjadi."

Aina mengangguk dan meminta ijin pergi mengamati kelas para santriwati. Ia duduk di taman pondok. Ia berpikir lama seakan-akan ini masalah yang tidak kecil. Aina ingin membantu. Begitupun yang lainnya.

Aha....

Muka Aina terlihat sumringah. Sebuah ide muncul di benaknya. Ia berdiri dan menuju ke sebuah ruangan.

Aina : "Assalamualaikum, Pak Huri."

Pak Huri : "Waalaikumsalam. Lho, mbak Aina. Mari silahkan, masuk. Ada yang bisa saya bantu?"

Aina : "Iya, Pak. Boleh saya lihat rekaman CCTV di ruang BK kemarin? Saya dan Pembimbing Konseling sedang butuh rekaman santriwati yang memasukkan kertas curhat kemarin, Pak."

Pak Huri : "Siap, Mbak. Bisa saya bantu. Mari silahkan duduk."

Dengan cepat Pak Huri membuka rekaman CCTV di ruang BK. Dari saat jam masuk pondok hingga jam pelajaran selesai. Semua lengkap. Total ada 11 santriwati yang memasukkan kertas di kotak curhat kemarin.

Aina meminta Pak Huri mengambil screenshot video rekaman para santriwati tersebut. Semua muka para santriwati terlihat jelas. Kecuali satu orang. Diam-diam ia masuk dengan kepala menunduk sehingga kamera CCTV tidak dapat mengetahui siapa sebenarnya anak perempuan itu.

Satu persatu gambar tersebut dilihat Aina. Diperbesar diperkecil. Begitu seterusnya hingga hampir satu jam berlalu. Semua pembimbing BK merasa kecapaian karena belum mendapatkan hasil.

Ya Allah. Susah sekali. Batin Aina ingin menjerit.

Setelah gambar yang telah didapat Aina, ia pamit dan pergi ke ruang BK. Membahas tentang apa yang terjadi kepada Ustadzah Ria dan lainnya. Tanda tanya besar terlihat jelas dari raut wajah mereka. Kini, semua sedang berpikir siapa sebenarnya santriwati tersebut. Aina memutar otak. Bagaimana hal ini bisa terjadi pada pondok setelah sekian lama? Ada apa?

Aina : "Kenapa ada yang aneh ya? Harus ada yang aneh. Ada yang beda. Ya Allah. Tapi dimana?"

Sekali lagi ia perbesar gambar tersebut. Disudut kiri atas gambar atau tepatnya di pintu masuk BK, ada kaki seseorang. Ah, santriwati ini tak sendiri rupanya. Ia kembali ke ruang sekuriti dan meminta Pak Huri menyalakan rekaman santriwati tersebut. Ah, benar. Dari awal masuk mereka berdua. Lalu santriwati ini sendiri masuk ke ruang BK. Ia lihat baik-baik. Tak ada gambar badannya. Kamera CCTV tak menangkap gambar apalagi wajah. Hanya kakinya saja. Aina tertegun.

Hmm....

Masya Allah.

Aina terkejut. Kaki temannya. Sedikit pincang. Dan satu-satunya santriwati yang berkaki pincang ada di kelas XI.1, bukan di kelas X.2. Betul. Dia mengalihkan perhatian agar para Pembimbing Konseling tidak mengetahuinya.

Ia duduk di taman. Tidak jauh dari kelas XI.1 jam istirahat berbunyi. Kelas XI.1 kebetulan yang keluar duluan. Para santriwati keluar satu persatu.

Aina : "Ayo dong keluar. Ayo keluar."

"Hei. Ngapain disitu? Kayak detektif"

Suara tersebut memecah konsentrasi Aina.

Aina : "Astagfirullahaladzim. Mas. Ngapain disini?"

Ustadz Nabil : "Dari tadi mas perhatikan serius amat. Ada apa?"

Aina : "Yaaa, hilang kan anaknya."

Ustadz Nabil : "Ha? Siapa?"

Aina : "Panjang. Ni aku harus ngulang lagi dari awal. Nanti ya. Dagh."

Aina bergegas mencari. Meninggalkan Ustadz Nabil dengan keheranannya. Naas, ia pun hilang seakan-akan menjadi misteri.
Kalau bukan karena Ustadz Nabil, ia pasti sudah mendapatkan kedua Santri tersebut. Aina menghela napas. Ia menuju koperasi. Membeli minuman dingin dan meminumnya.

Saat meminum minumannya. Mata Aina melihat dua orang yang melintas di luar koperasi. Dari dalam Koperasi melihat keluar jendela. Seorang santriwati yang kakinya agak pincang bersama dengan seorang santriwati lainnya.

Gotcha.

Aina menghabiskan minumannya, ia berlari mendekati kedua santriwati tersebut. Di lorong menuju sebuah gudang. Ia memberanikan diri menuju ke gudang tersebut.

Aina : "Aku harap mereka menuju kesini."

Saat sudah sampai. Aina terkejut karena tidak ada orang yang ia lihat.

"Mbak."

Jantung Aina berdebar kencang.

Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang