Bab 17 Terluka juga

3K 186 2
                                    

"Mas Jun jahat"

Ia menangis sangat lama. Ia bahkan tidak memperdulikan pelajaran berikutnya atau teman-temannya yang mulai khawatir tentang ketidakhadirannya.

Aina : "Ya Allah. Kenapa begini?"

Sore hari. Lutfah, Lita dan Putri akan masuk ke dalam kamar. Kamar tak bisa dibuka karena Aina sengaja menancapkan kuncinya. Lutfah mengetuk pintu. Cukup lama mereka mengetuk pintu kamar.

Putri : "Na. Aina buka pintu."

Lutfah : "Aina gak papa? Buka pintu gih."

Aina lalu membuka pintu dengan mata yang membesar karena menangis cukup lama.

Lita : "Ainaa... Kenapa?!"

Aina memeluk Lita dan kembali meneruskan tangisannya.

Putri : "Ibu? Kenapa ibu, Na?"

Aina masih terus menangis. Mereka bertiga tahu, tak mungkin bertanya dulu kepada orang yang sedang sedih. Mereka membiarkan Aina menangis untuk menenangkan diri. 10 menit berlalu. Aina mulai tenang. Ia tak menangis lagi. Hanya diam. Tertunduk Aina. Teman-temannya merasa Aina butuh telinga dan pelukan.

Lita : "Kita di sini buat kamu kok, Na. Gak perlu cerita. Kamu pingin apa tinggal bilang aja biar kamu tenang ya."

Aina : "Dia selingkuh."

"Apa?!" Ketiganya kompak merespon kalimat singkat Aina.

Aina : "Pokoknya tadi aku lihat dia meluk perempuan." Aina mulai menangis lagi. Tapi kali ini lebih lembut.

Putri : "Apa-apaan sih tuh orang? Berani banget mainin Aina. Liburan pondok kugampar nih."

Lita : "Ih, modus banget nikahin anak sekolah macam kita terus enak-enak sama pelakor.  Astagfirullah. Pingin mukul orang."

Aina : "Nanti aku pinjam hape pengawas buat sms Ibu. Aku mau di asrama pondok aja. Aku gak bisa ketemu dia."

Putri : "Mana nomor Ibumu? Sini aku aja yang ke pengawas Asrama. Aina Tenangin diri dulu di sini." Aina mengangguk.

Keempat sahabat ini hanya saling memeluk. Membesarkan hati Aina. Mereka tahu bahwa keputusan menikah Aina kala itu juga sangat berat untuknya bahkan di awal sebelum pernikahan Aina malah harus putus sekolah. Syukurlah ia bisa kembali bersekolah. Walau mereka tidak tahu Aina menikah dengan anak pemilik pondok itu sendiri.

Bel berbunyi.

Lutfah : "Na, kita tinggal dulu ya. Kelar 3 mata pelajaran lagi kita balik ke kamar bawain Aina makanan. Pokoknya jangan keluar kamar dulu."

Lutfah, Lita dan Putri segera pergi ke kelas. Dengan berat hati mereka meninggalkan Aina yang sedang bersedih.

15 menit berlalu. Aina hanya duduk diam di kamar. Ia hanya terbaring melihat langit-langit kamar.

Aina : "Aku benci saat melihat langit-langit kamar." Ia mengingat kembali saat ia menyuruh Ustadz Nabil tidur di sebelahnya. Mereka berdua nampak canggung sampai harus melihat langit-langit kamar.

Aina : "Aku menyesal menciumnya. Aku menyesal makan siomay dengan diam. Aku menyesal percaya padanya." Air matanya mengalir lagi.

Dok dok dok...

Suara ketukan pelan dari pintu kamar. Aina lupa melepas kunci pintu agar teman-temannya bisa masuk tanpa menganggu Aina. Aina berdiri dan membuka pintu. Ia kaget karena di luar ada Ustadz Nabil yang berkeringat dan dengan raut wajah yang panik.

Ustadz Nabil : "Mas boleh masuk?"

Aina : "Gak. Ini bukan wilayah Guru."

Ustdaz Nabil : "Kenapa kamu menangis begini, Aina? Matamu lebam. Yang kamu lihat tadi hanya salah paham. Percaya sama mas."

Aina : "Aku tinggal di Asrama pondok. Aku gak mungkin pulang dalam keadaan kayak gini. Silahkan pergi " Aina akan menutup pintu, namun ditahan oleh Ustadz Nabil.

Ustadz Nabil : "Kita bicara dulu ya, Aina. Mas pingin jelasin dulu biar Aina tahu situasinya seperti apa."

Aina : "Situasinya sudah jelas. Gak ada yg perlu dijelasin."

Ustadz Nabil : "Aina. Jangan menghukumi sendiri apa yang kamu lihat. Tabayyun (konfirmasi) dulu."

Aina diam. Air matanya masih mengalir tak berhenti walaupun tak banyak. Ustdaz Nabil merasa ia harus menunggu keadaan menjadi lebih baik.

Ustdaz Nabil : "Kalo Aina mau di sini dulu. Silahkan. Tapi tolong jangan lama-lama. Kita mesti harus bicara agar semua menjadi terang."

Aina : "Aku hanya butuh ijin. Ijinkan aku tinggal di Asrama atau dimanapun asal kita tidak bertemu lagi."

Aina menutup pintu kamar dan menguncinya. Ustadz Nabil yang masih berada di depan pintu hanya berusaha untuk menjawab.

Ustadz Nabil : "Mas ridho, Aina. Cepatlah kembali." Lalu ia pun bergegas pergi. Aina hanya duduk bersandar di pintu dan menangis.

Ustadz Nabil berjalan menuju ruang guru. Ia lalu berpapasan dengan Lutfah, Putri dan Lita. Ketiganya menyapa.

Ustadz Nabil : "Lho, kemana Aina?", Idenya bertanya agar dapat informasi tentang Aina.

Putri : "Sedang gak enak badan, Ustadz."

Ustdaz Nabil : "Bawa ke ruang kesehatan biar gak tambah sakit, ya. Oia, di dalem lagi ada tamu. Ada makanan banyak. Salah satu dari kalian bisa ambilkan buat Aina. Sepertinya dapur asrama sedang sepi karena bantu-bantu di dalem."

Lita : "Ooh, saya, Ustadz."

Lita mengikuti Ustadz Nabil ke dapur dalem. Sambil menunggu Lita yang menyiapkan makanan untuk Aina. Ustdaz Nabil berharap bisa lebih banyak mendapatkan informasi tentang Aina.

Ustdaz Nabil : "Sakit apa memangnya Aina?"

Lita : "Sakit hati, Ustadz."

Ustadz Nabil : "Pasti pacarnya."

Lita : "Suami, Ustadz. Kan Aina sudah menikah. Ustdaz gak tahu?"

Ustdaz Nabil : "Oia, dia kan sudah menikah. Bahkan dapat ijin khusus dari Pondok."

Lita : "Nha, tadi kata Aina. Ia lihat suaminya selingkuh, Ustadz. Gak tahu ketemu dimana. Tiba-tiba di kamar dia nangis gitu."

Ustdaz Nabil : "Coba disuruh Tabayyun dulu. Barangkali ada yang perlu disampaikan yang Aina gak tahu. Namanya penglihatan itu kan gak mesti selalu benar."

Lita : "Benar juga ya?! Eh... Ngomong-ngomong Ustadz ngapain ke dapur dalem? Mau bungkus makanan?'

Ustdaz Nabil : "Lha kan saya anter kamu. Sekalian ada perlu juga sama Bu Nyai (Umi). Eh jangan kasih tahu Aina kalo saya tahu cerita ini. Nanti malah canggung lagi."

Lita : "Beres, Ustadz. Selesai. Saya pamit dulu. Makasih, Ustadz Nabil."

Ustdaz Nabil mengangguk. Ia tertunduk lemas. Takdir sebegitu hebatnya membolak balikkan keadaan. Baru tadi malam romansa di antara keduanya berlangsung sempurna. Sekarang menjadi kesedihan mendalam untuk mereka berdua.

"Aina, cepat pulang." Ustdaz Nabil menarik napas panjang merindukan Aina.

Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang