"Apa kalo mas nikah lagi dan punya anak kamu bahagia?"
Kalimat tanya itu begitu tajam ke hati Aina. Pertanyaan yang tak mampu ia jawab.
"Maksud, mas?!"
Ustadz Nabil : "Kalau memang dengan menikah dan punya keturunan bisa membuat semua orang berhenti berbicara tentang rumah tangga kita. Apa itu bisa membuat kita berdua bahagia?"
Aina diam. Air matanya menetes perlahan. Tawaran mengejutkan dari Ustadz Nabil betul-betul membuatnya ingin menjerit.
Ustadz Nabil memeluk Aina erat-erat. Kini ada air matanya yang keluar dari matanya. Bertahun-tahun Aina tak pernah melihat suaminya begitu sedih sesedih hari ini. Ustadz Nabil juga patah hati.
Aina : "Jangan nangis, mas. Gak pantas mas Jun nangis untuk hal semacam ini."
Ustadz Nabil : "Apa laki-laki gak boleh menangis karena tahu bagaimana kesedihan istrinya dari hari ke hari dan laki-laki itu tak berada di satu waktu yang harusnya ia ada di sisi istrinya? Membelanya saat orang lain berusaha menyudutkannya? Menenangkannya saat istrinya merasa terguncang hatinya? Menghiburnya saat ia berada di titik paling sedih?"
Aina tidak bisa berkata-kata. Hati ini sama hancurnya seperti saat meninggalnya Ibu.
Suamiku, aku tak pernah melihatmu terpuruk dan sesedih ini karenaku. Apa pantas aku disebut istri sholiha
untukmu, mas Jun?Aina : "Mas Jun."
Aina menatap wajah suaminya.
"Sepertinya ini pelajaran buatku. Kita tak mampu mewujudkan banyak harapan. Orang lain tak bisa mengatur sebegitu mudahnya kehidupan kita. Begitupun kita."
Ustadz Nabil : "Saat kita sudah mengikuti keinginan mereka. Maka mereka akan berpendapat dan membuat skenario sesuai keinginan mereka lagi. Begitu seterusnya. Apa kita selamanya akan mengikuti pendapat mereka?"
Aina tersenyum.
Aina : "Kita berhak untuk mengatur dan merencanakan kehidupan kita."
Ustadz Nabil : "Kenapa Allah membuat kita mendengar langsung pendapat orang lain? Karena Allah ingin mengajarkan bahwa berbicara tanpa tahu kehidupan orang lain adalah sebuah kejahatan besar. Zalim hati. Membuat orang lain sakit hati. Depresi. Bahkan ada yang bunuh diri. Hanya karena ketidaktahuan seseorang kita digiring setan untuk lebih sedih tak menerima takdir Allah. Paham, sayang?"
Aina : "Astagfirullahaladzim. Mungkin aku kurang bersyukur karena ingin terlihat baik di mata orang lain. Aku pingin seperti orang biasa pada umumnya. Bisa punya an...."
Ustadz Nabil mencium pipi Aina. Menghentikan kalimat yang sudah ia tebak.
Ustadz Nabil : "Aina dan Nabil diciptakan tidak biasa oleh Allah karena ujian ini. Allah ingin kita jadi manusia yang tidak biasa. Penuh ujian sabar dan ikhlas serta bersyukur yang banyak. Allah ingin lihat seberapa besar cinta Aina dan Nabil pada Allah melalui ujian ini."
Aina tersenyum lebar. Ia membalas kecupan di pipi suaminya.
Ustadz Nabil : "Sekarang. Aina siap? Membalas cinta Allah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]
General FictionGak ada yang gak mungkin dalam kehidupan. Ada kalanya kamu bisa memilih, kadang memang kamu gada pilihan lain selain menjalani. "Takdir macam apa ini?" Mungkin ini batin Aina dalam menjalani hiruk pikuk kehidupannya. Menjadi istri Gurunya sendiri de...