Bab 15 Duh Gusti, kenapa jadi begini?

3.1K 190 4
                                    

Aina dan semua teman sekelasnya diam untuk beberapa saat. Ustadz Nabil rupanya menjadi target sasaran jawaban yang dinanti para muridnya.

Ustadz Nabil : "Beberapa udzur seperti haid, sakit, atau hal lain dari kesepakatan berdua. Tapi, seorang suami pun juga harus jeli dengan kondisi istri. Jangan mentang-mentang seluruh tubuh istri adalah hak suami secara mutlak, jangan semena-mena juga. Coba kalo istri lagi ngantuk disuruh menemani. Ya kasian. Sebagai suami juga harus punya perasaan."

Aina : "Lalu kalo tiba-tiba suaminya minta dimanja tapi istrinya masih malu-malu, gimana?"

Ustadz Nabil : "Ya awalnya kan pasti malu-malu. Wong namanya pasutri gak ngelewati pacaran. Masak ya tiba-tiba langsung saling manja gitu kan kemungkinannya kecil. Ya, pelan-pelan. Bakal nemu waktu yang tepat dan kenyamanan diantara keduanya."

Lita : "Ini kayak curhat berdua ya. Jadi intinya gimana, Ustadz?"

Seluruh kelas tertawa. Aina malu sambil ikut tertawa karena takut ketahuan. Ustadz Nabil sendiri tersadar bahwa ia memang sedang mengajar. Bukan sedang berdua dengan Aina. Aina rupanya sedikit melupakan suasana yang terjadi. Benar kata Ustadz Nabil. Aina setiap hari makin mempesona.

Ustadz Nabil : "Pernikahan itu bukan hanya masalah keturunan saja. Kita dipersatukan oleh ikatan halal untuk saling menenangkan. Itu berarti, kenyamanan diantara suami istri adalah wajib dan diperjuangkan. Jangan salah satu. Dan komunikasi adalah kunci dari semuanya. Saling berbicara, agar tidak ada yang menyimpan uneg-uneg hingga akhirnya pecah dan masalah tambah runyam. Jadi, intinya menjadi sholih dan sholiha itu penting sebelum menikah. Di dalam kesholihan itu kan banyak kebaikan. Salah satunya husnudzon. Belajar husnudzon itu panjang dan gak mudah. Di pernikahan akan susah bila tidak belajar berprasangka baik. Ini kaitannya dengan iman qodho dan qodhar. Percaya dan melalui takdir Allah dengan sabar dan berprasangka baik. Paham ya, semua?"

"Ya, Ustadz." Semua santriwati kompak menjawab tak terkecuali Aina. Ia sedikit demi sedikit mulai memahami Ustadz Nabil. Mas Jun -nya saat ini seperti sedang mengajarkan secara private mengenai pernikahan. Seakan-akan mereka duduk berdua di dalam kamar selepas sholat Sunah. Memulai untuk saling menyemangati, memberikan banyak masukan, dan hal lainnya. Aina mulai tersenyum. Tanda-tanda cinta rupanya baru tumbuh.

Kriiiiiing..

Bel berbunyi. Tanda pelajaran sore itu berakhir. Semua santriwati bersiap kembali ke kamar dan bersiap untuk sholat ashar bersama di mesjid pondok. Aina seperti biasa bersiap pulang. Ia pamit dengan teman-temannya. Saat ini ia akan masuk melalui pintu samping ke rumah Abah, namun ia tak sengaja bertemu dengan Fathan & Haikal.

Fathan : "Eh, Aina. Ngapain ke sini?"

Haikal : "Eh, sudah selesai tho? Gak ke kamar?"

Aina : "Oh, iya mas. Saya kan ijin pulang. Ibu sedang sakit. Kebetulan ini tadi saya dipanggil Bu Nyai. Ada perlu."

Fathan : "Ooh ya sudah. Kami juga ada perlu sama Ustadz Hamzah. Tapi kenapa di dalem Kyai, ya?"

Aina : "Oh ya?" Aina mulai tak nyaman. "Mari saya antar ke dalam."

Setelah masuk melalui pintu samping. Fathan, Haikal, dan Aina duduk di bangku panjang tempat untuk menunggu. Aina menunda untuk masuk ke dalam. Ia akan menunggu saat yang tepat.

"Aina"

Ustadz Nabil nampaknya baru akan masuk ke rumahnya. Namun ia melihat Aina dan dua orang mahasiswa itu. Ia nampaknya tahu Aina tidak akan masuk begitu saja.

Ustadz Nabil : "Aina. Itu dipanggil. Masuk saja dari sini." Aina yang sadar Ustadz Nabil bisa membaca situasinya, nampaknya tersenyum telah terselamatkan.

Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang