Pagi itu Aina sedang menyiram tanaman tiba-tiba ia merasakan perutnya melilit hebat. Ia kemudian berjalan pelan-pelan ke dalam rumah. Ustadz Nabil yang melihat istrinya kesakitan sambil memegang perut segera menolongnya.
Ustadz Nabil : "Kenapa, sayang? Sudah sakit banget ya?"
Aina mengangguk tak bisa berbicara.
Ustadz Nabil menyuruh salah seorang supir untuk mengantarnya ke rumah sakit. Ummi dan Abah turut menemani. Aina masuk ke ruang bersalin.
Seorang perawat keluar setelah memeriksa Aina selama 30 menit.
Perawat : "Keluarga Ibu Aina?"
Ustadz Nabil berdiri menemui perawat tadi.
Perawat : "Bapak. Ibu Aina sudah mengalami bukaan 5. Bapak bisa masuk menemani. Hanya boleh satu keluarga yang masuk."
[Di ruang bersalin]
Aina mulai merasakan sakit yang hebat. Berkala. Ustadz Nabil terus membisikan doa dan semangat untuk Aina. Ia tak lupa berdoa sembari memberikan banyak dukungan kepada istrinya. Memegang tangannya, memijat pinggang dan punggungnya, membuatnya mengatur napas dengan baik. Aina yang sempat takut dan khawatir mulai merasa bisa mengatur ketakutannya. Beberapa jam kemudian, sakit yang mulai terasa semakin menjadi.
Kepala bidan melaporkan hasil medis kepada Dokter Kandungan. Dokter masuk untuk mengecek Aina.
Dokter : "Bukaan lengkap. Kita mulai jemput bayinya ya, Bu Aina?"
Aina yang sudah lemas dan berkeringat nampaknya mulai bersemangat setelah mendengar kata Dokter.
Ustadz Nabil yang berada di sebelahnya nampak berkaca-kaca melihat kondisi Aina. Ia pun turut merasakan perjuangan Aina.
Aina mencoba mengikuti arahan Dokter. Membuat ia bernapas dengan teratur. Mendorong saat rasa sakit mulai terasa.
Empat kali mengejan rupanya menjadi pintu yang terbuka untuk seorang bayi. Ia menangis. Dokter mengambil bayi yang baru saja keluar dari rahim Aina dan memberikannya kepada seorang perawat.Dokter : "Ibu. Seperti tadi, ya? tinggal seorang bayi yang gak sabar mau keluar."
Arahan tadi nampaknya membuat Aina menjadi percaya diri melahirkan seorang bayi lagi. Bayi ke dua telah lahir. Namun anehnya. Bayi kedua tak menangis seperti bayi pertama. Bayi kedua sepertinya tak sadarkan diri.
Perawat memberikan pertolongan pertama dengan menepuk pantat sang bayi. Setelah itu kepala Bidan menggantikan perawat tersebut. Kulit bayi tersebut menjadi berwarna biru. Pemberian oksigen dan tindakan medis lainnya dimaksimalkan. Akhirnya...
[Suara tangisan bayi]
Bayi kedua menangis kencang. Kulitnya berubah menjadi warna merah. Aina yang melihat peristiwa tadi menangis terharu. Air matanya turun deras. Tak kalah mengharu biru, Ustadz Nabil mencium kening istrinya yang diberi oksigen oleh perawat. Ustdaz Nabil mendatangi anak-anaknya yang telah lahir dengan selamat. Melihat proses perawat yang membersihkan mereka.
Abah, Ummi dan Ayah berada di luar ruangan. Mereka menanti cemas. Dua tangisan bayi tadi meyakinkan mereka bahwa cucu-cucu mereka sudah lahir ke dunia.
Ustadz Nabil keluar dengan senyuman khasnya. Ummi dan Abah memeluknya. Lalu bergantian Ayah yang menangis.
Ustadz Nabil : "Alhamdulillah, semua selamat. Laki-laki dan perempuan."
"Alhamdulillah", semua mengucap syukur.
Kabar kelahiran anak-anak Ustadz Nabil sudah tersebar di seluruh pondok. Mereka bersukacita mendengar kabar tersebut.
Satu hari setelahnya, Aina kembali ke ndalem. Banyak orang menyambut mereka. Kegembiraan yang tiada terhingga. Di dalam ndalem. Aina menaruh kedua bayinya di box bayi yang sudah disiapkan. Sebuah kamar untuk kedua bayi lengkap dengan tema yang sederhana namun ceria.
Aina duduk di sebelah bayi-bayinya yang sedang tertidur. Ia tersenyum. Sesekali ia mengusap air matanya. Ustadz Nabil masuk.
Ustadz Nabil : "Kenapa?"
Aina : "Sudah sejauh ini ya, mas? Gak percaya."
Ustadz Nabil : "Alhamdulillah. Dikasih kesempatan sama Allah buat merasakan menjadi orang tua."
Aina memeluk Ustadz Nabil.
Aina : "Terima kasih sudah mau bersabar."
Ustadz Nabil : "Tidak. Mas yang Terima kasih sudah mau bertahan."
*******
Acara Aqiqah di ndalem berlangsung pagi ini. Teman-teman dan kerabat dari Ustadz Nabil dan Aina hadir. Lutfah, Lita dan Haikal yang sudah menikah, serta Putri ikut hadir.
Acara demi acara dilakukan. Ramah tamah antar keluarga dan keluarga berlangsung khidmat.
Putri : "Siapa namanya, Na?", Tanya putri penasaran.
Aina : "Yang ganteng ini Muhammad Huda. Yang cantik Nur Aini."
Ia
Lutfah : "Iiih, lucuuuu. Sini gendong tante Lutfah.", Lutfah mengambil Huda dari tangan Aina. Sambil berlalu dan duduk bersama Putri dan Lita.Ayub : "Aina."
Aina menoleh panggilan tersebut. Menaikan alisnya tanda pertanyaan apa pada Ayub.
Ayub : "Yang gendong Huda tadi siapa?"
Aina : "Kenapa? Mau kenalan?"
Ayub : "Ya gpp kan? Namanya jg cari teman."
Aina : "Iya iya. Nanti aku kenalin. Hahaha...."
Santri : "Mohon maaf, Gus. Mari saya foto dengan anak-anaknya." Ustadz Nabil mengangguk dan mengajak Aina untuk berfoto.
Potret keluarga kecil ini menjadi sebuah pelajaran untuk banyak orang tentang arti banyak perjuangan. Aina, Ustadz Nabil, Huda dan Aini akan selalu membuat kenangan akan kehidupan.
"Bertahan, dan bersabar adalah sebuah ladang kehidupan."
--Tamat--
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]
General FictionGak ada yang gak mungkin dalam kehidupan. Ada kalanya kamu bisa memilih, kadang memang kamu gada pilihan lain selain menjalani. "Takdir macam apa ini?" Mungkin ini batin Aina dalam menjalani hiruk pikuk kehidupannya. Menjadi istri Gurunya sendiri de...