Bab 19 Kami menyesal

3K 180 1
                                    

"Aina"

Aina yang membelakangi pintu kamar diam. Ia tahu suara itu adalah suara Ustadz Nabil. Ia berhenti menata tempat tidur. Ustadz Nabil menutup pintu dan mengunci pintu perlahan.

Ia duduk di sudut tempat tidur. Aina duduk dengan membuang pandangan. Ia masih marah. Ia masih enggan untuk melihat Ustadz Nabil.

"Maaf Aina, Mas minta maaf.", Kalimat pembuka yang langsung pada intinya. Aina diam. Ia nampak sibuk melihat sudut kamar. "Mas wajib memberitahu Aina apa yang terjadi. Tapi sebelumnya. Apa Aina mau mendengarkan penjelasannya?".

Aina diam. Ustadz Nabil diam.

Rasa-rasanya aku pingin teriak sama Mas Jun kalo aku gak bakal percaya dengan apa yang mas Jun jelasin. Jelas-jelas ia memeluk Mbak Meyda. Jahat kamu, mas.

"Bicara.", Jawab Aina singkat.

"Meyda gak sengaja jatuh di pelukan Mas. Itu saja. Betul-betul gak disengaja." Jelasan singkat Ustadz Nabil.

"Itu aja?", Tanya Aina. Ustadz Nabil mengangguk. "Kenapa aku gak mudah percaya, ya? Apa karena sakitnya terlalu dalam?" Mata Aina memerah. Suaranya bergetar.

Ustadz Nabil :"Sungguh. Mas gak mungkin melakukan hal itu berdua dengan perempuan lain."

Aina : "Gampang ya, bilang kalo semua gak disengaja. Selesai. Mas Jun gak pernah di posisiku, kan?"

Ustadz Nabil : "Ia terjatuh, kebetulan mas di depannya."

Aina : "Ya Allah. Mas itu Guru, anak orang terpandang." Aina mulai menangis. Tapi ia tahan agar tak bersuara kencang.

Ustadz Nabil hanya tertunduk.

Aina : "Kenapa mas jahat banget? Aku di sini bukan karena keinginanku. Bentuk baktiku sama Ayah Ibu. Aku juga pingin seperti perempuan lainnya yang memilih sendiri siapa calon suamiku. Saat aku mulai buka hati, menangis karena rasa syukurku bisa jadi istrimu... (Berhenti)... Ini tangisanku paling lama sejak lahir. Hal paling sedih seumur hidupku."

Ustdaz Nabil mendekat pada Aina. Aina sedikit menjauh. Ia mencoba menghadirkan Ayah, Ibu, Abah dan Umi agar tak berat hati. Agar ia bisa menekan semua perasaannya yg sangat marah.

Aina : "Malam ini aku tidur di sini. Anggap saja kita mulai bermain peran. Jangan sampai Abah Umi tahu. Setelah itu kita kembali pulang. Tapi..." Aina kemudian diam menatap Ustadz Nabil.

Aina : "Ketika kita di kamar, jangan berbicara padaku. Aku takut kata-kataku tak enak didengar karena marahku masih ada dan membekas."

Ustadz Nabil menghela napas.

Ustdaz Nabil : "Aina. Mas juga gak kalah sedih. Tapi sungguh Aina wajib tahu bahwa mas gak mungkin menduakan Aina. Itu saja. Terima kasih sudah mau berusaha. Mas juga akan berusaha sebaik mungkin."

Aina keluar dari kamar untuk kembali ke kamar asrama. Sedangkan Ustadz Nabil hanya diam.

Di kamar asrama.

Aina : "Aku balik dulu ya?"

Lita : "Ha? Sapa yang jemput, Na?"

Aina : "Ada yang jemput."

Lutfah : "Tetap tenang ya, Na."

Aina tersenyum.

Aina : "Bismillah. Memang harus dibicarakan walau berat menerima. Doakan, ya."

Putri : "Mau diantar ke pos, gak?"

Aina : "Gak usah. Aku sendiri aja."

Lutfah : "Aina lewat koperasi, kan? Titip uang ya ke mas Irul. Ini tadi lupa dapat titipan dari Rani uang fotokopi materi tadi. Lha kok lupa aku."

Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang