Bab 2 Harus bagaimana?

5.8K 246 0
                                    

Sudah 10 hari sejak pelepasan orang tua kepada para santriwati di Pondok Pesantren. Aina dan ketiga teman sekamarnya sudah mulai merasa akrab. Saling melempar guyonan, berbicara tentang keadaan keluarga, bahkan hal pribadi tentang seorang pria saat duduk di MTs kerap jadi bahan obrolan mereka. Suatu pagi sebelum tanda masuk pelajaran di mulai, setelah sarapan pagi, Ania dan ketiga temannya bersiap di kamar. "Pernah gak sih kalian berandai-andai siapa besok jodoh kalian?", Tanya Lutfa saat malam akan beranjak tidur kepada ketiga temannya. "Aku pernah. Seorang pria tinggi besar, senyum manis, tapi punya selera humor yang bagus. Kayaknya cocok buatku ya.", Lita menjawab dengan muka memerah. "Kenapa mukamu merah sih, Lita? Gak usah jauh-jauh dulu, kita masih sekolah", Lita tersenyum malu mendengar ledekan Putri. "Aku gak punya pandangan. Pokoknya pilihan Ibu OK, pasti aku OK.", Aina menjawab dengan serius. "Eh, kamu niat mau dijodohin gitu, Na?", Tanya Lita. Semua teman-temannya menatap Aina ingin mendengar jawabannya. Aina diam dengan heran melihat mereka. "Ya gak gitu juga ya. Kan kalau kita ada calon, terus diceritain dulu sama orang tua, boleh apa gak gitu lho, sis." Ungkap Aina. "Ooo...", Lita, Lutfa dan Putri kompak seperti baru tahu alasan Aina. "Kupikir ada juga orang macam kamu mau dijodohin gitu, Na", lanjut Lutfa sambil mencubit Aina. Mereka tertawa bersama.

Tok tok tok

Bunyi pintu kamar tedengar. Seseorang sedang mengetuk pintu. "Assalamualaikum. Ta, Lita". Seseorang dibalik pintu memberi sahutan. Lita bergegas membuka pintu. "Waalaikumussalam. Eh, Rina. Piye?", Lita dan Rina di luar kamar berbincang sendiri. Lita masuk dengan terburu. "Astagfirullah, aku lupa. Tadi disuruh naruh buku ke perpustakaan sama Ustadz Zul. Ya Alloh. Uda 30 menit pasti ditunggu nih. Mana bukunya banyak tadu ke di kelas.", Celoteh Lita. "Eh, yang bener? Sini aku bantuin.", Jawab Aina cepat dengan memakai kaos kaki. Lita mengangguk tanda senang karena dibantu. Mereka sedikit berlari dari kamar menuju ruang kelas. Sebelum masuk, langkah mereka terhenti sampai hampir jatuh. Ada seorang Guru di dalam kelas. Mereka menunda untuk masuk, ragu karena ada seorang guru. 15 menit menuju jam pelajaran. Mereka enggan masuk. Lita melihat ke pintu bagian atas. "Bener ini kelasnya. Kenapa ada ustadz di dalam ya? Rajin banget. Na, masuk gih. Sungkan." Lita dan Aina berdiri di sebelah pintu, membelakangi tembok. "Kamu aja gih. Takut aku tuh.", Tawar menawar terjadi di luar kelas. Hingga akhirnya Ania memberanikan diri masuk untuk meminta ijin. Bismillah, batinnya. Langkah kemantapannya penuh, ia berjalan masuk ke kelas.

Brukkkk

"Aaaaaauw...", Suara Aina dan seorang laki-laki bersamaan karena rasa sakit. Rupanya, ketika Aina hendak masuk ke kelas, sang Guru juga keluar karena mendengar mereka sedikit meributkan siapa yang akan masuk ke kelas. "Astagfirullah, maaf, ustadz. Maaf. Saya gak sengaja. Maaf.", Aina menunduk takut. Lita yang juga terkaget ikut menunduk. Sang Guru belum menjawab karena rahangnya ikut sakit terbentur kepala Aina. Untung ia tidak sampai terjatuh. "Kalian mau masuk?", Tanyanya sambil meringis menahan sakit. Lita dan Aina menjawab dengan menunduk, "iya, ustadz." Sang ustadz memberi tanda mempersilahkan masuk. Setelah Lita dan Aina mengambil buku, Lita dan Aina sempat melihat pak Ustadz lalu kembali menunduk, lelaki itu masih memegang rahangnya. Rupanya benturan itu keras hingga membuatnya diam.

(Aina merasa sangat bersalah dan takut).

Wah, gawat ini. Bisa-bisa kena hukuman aku. Batin Aina.

Aina dan Lita agak malu karena menyakiti sang Guru. Tapi mereka juga tak mampu menghindari situasi itu. Mereka pamit. Aina nampak yang lebih malu karena ia yang bersinggungan langsung dengannya. Aina berhenti di samping gurunya, ia berdiri agak ke belakang. Dengan masih menunduk, "Sekali lagi maaf pak Ustadz, saya tidak sengaja." Pak Ustadz yang sadar anak muridnya berkata maaf, menoleh ke arah Aina. "Gak papa. Lain kali langsung masuk saja. Tidak usah sungkan. Toh kalian berdua, bukan sendirian."

Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang