Bab 37 Riwayatmu

2.8K 174 3
                                    

Mini bus itu berjalan tanpa ada yang mengendalikan ke arah sungai. Mini bus itu hanya terguling sekali saat mendekati sungai.

"Astagfirullah." Semua orang berteriak.

Bis yang melaju tanpa rem berhenti setelah salah dua ban nya terperosok di parit yang tak terlalu dalam. Semua orang dalam bis selamat. Namun, bagaimana keadaan panitia yang ada di dalam mini bus?

Ustadz Nabil berlari ke arah sungai. Berharap ia menyelamatkan semua orang. Beberapa orang yang masih kuat juga berlari ke arah mini bus. Tak ada cahaya apa-apa di sini. Hanya lampu ponsel yang menjadi harapan mereka. Seorang lagi menghubungi polisi dan juga rumah sakit terdekat. Beruntung. Sinyal di daerah tersebut tidak susah.

Beberapa orang nampaknya terlihat keluar dengan darah bercucuran. Ada yang pingsan. Ada pula yang terjepit kursi. Walau keadaan sungai tak begitu dalam, namun kondisi ini sangat tidak mudah untuk mengevakuasi orang-orang yang ada di dalam. Lita terbentur jendela. Sehingga pelipis, pipi dan bibirnya lebam dan berdarah.

Ustadz Nabil mencari-cari keberadaan Aina. Tidak ada. Bahkan di bawah mini bus pun ia cari barangkali ia terjepit.

"Ya Allah. Istriku dimana?", Batinnya.

Keringatnya bercucuran
Semua orang ditemukan. Tak ada yang meninggal. Hanya saja. Aina sampai saat ini belum ditemukan.

Satu jam berlalu. Polisi dan ambulans datang ke tempat kejadian. Ustadz Baihaqi memberikan keterangan sementara Ustadz Nabil, Haikal dan beberapa orang mencari keberadaan Aina. Dibantu oleh Tim Sar yang juga turut datang, mereka menyusuri sungai berharap Aina ada disitu. Nihil. Tiga jam pencarian tidak juga ditemukan.

Ustadz Nabil yang basah kuyup duduk terdiam di pinggir sungai. Air matanya jatuh. Aina mungkin saja hanyut. Ini sudah dua jam pencarian. Para panitia yang terluka sudah berada di rumah sakit dan mendapat perawatan. Sedangkan yang selamat membantu Ustadz Nabil mencari Aina.

"Ya Haiyuum ya Qoiyyum...", Bibirnya basah dengan ucapan itu berulang kali. Ia pasrah. Apapun Allah beri hasilnya. Ia pasrah. Haikal memeluk Ustadz Nabil. Ia menangis. Apa yang terjadi saat ini harusnya menjadi hal yang baik. Bukan tragedi yang menyedihkan. Tim Sar dan polisi segera memulangkan semua orang. Termasuk Ustadz Nabil. Mereka akan melanjutkan pencarian Aina. Hidup atau tidak. Sebuah resiko yang harus diikhlaskan dengan lapang dada.

Ustadz Nabil terdiam selama perjalanan ke rumah sakit. Ia harus berada di sana untuk menemani yang lain. Memastikan semua menjadi kembali baik. Hatinya hancur. Luka yang mungkin tak akan sembuh. Jantungnya terus berdegup kencang seakan-akan menanti kabar kematian istrinya. Kabar Aina ditunggu banyak orang. Ayah Aina, Abah dan Ummi datang ke rumah sakit dengan mata sembab. Mereka merasa sangat sedih atas apa yang terjadi. Ayah Aina memeluk erat Ustadz Nabil. Ia bersedih namun berusaha keras membesarkan hati menantunya. Ummi yang menangis duduk di ruang tunggu. Lalu menjenguk beberapa panitia yang menjadi korban.

Di ruang yang berbeda. Lita, ditemani seorang santriwati dan Haikal mulai membuka mata. Pelan-pelan ia membuka matanya. Perih. Ia meringis kesakitan.

Lita : "Aku dimana? Rumah sakit ya?"

Haikal mengangguk.

Haikal : "Kamu tenang, ya? Insya Allah semua membaik. Maaf tadi gak menolong kamu. Tadi aku juga jatuh. Untuk ada ranting pohon besar."

Lita : "Ya Allah... Yang lain gimana, mas?"

Haikal : "Alhamdulillah, gpp. Kamu istirahat aja, ya?"

Lita : "Mas. Aina mana?"

Haikal : "Ada. Nanti, ya? Kamu istirahat dulu."

Lita : "Aduh..(memegang pipi). Tadi, waktu mobilnya ke air. Kaca sebelah Aina pecah. Aina gpp?"

Haikal diam. Ia menghela nafas.

Haikal : "Sudah hampir 3 jam. Belum ada kabar dari Aina. Tim Sar juga masih mencari. Kita berdoa ya?"

Lita menangis. Ia tak mampu menahan rasa sedihnya. Firasat sahabatnya ini kuat. Aina tak ada bersama mereka.

Keesokan harinya. Semua korban diperbolehkan pulang. Beberapa orang dijemput oleh keluarga. Sedangkan yang lainnya diantar oleh pihak pondok ke rumah masing-masing. Ustadz Nabil duduk di ruang tunggu. Ummi sudah pulang menemani yang lain. Sedangkan Ayah dan Abah masih menemani Ustadz Nabil dan yang lainnya.

Ayah : "Nak. Tidak ada yang salah dengan perjalanan kalian. Ini ujian. Ayah berharap Aina ditemukan dalam kondisi apapun. Ayah insya Allah siap. Jun boleh sedih. Tapi tolong Ayah. Jangan larut. Kasihan Aina.", Suara Ayah serak menahan tangisnya.

Abah menepuk punggung Ustadz Nabil. Tak kalah sedihnya ia dengan keberadaan Aina.

Sebuah telepon dari nomor tak dikenal. Ustadz Nabil mengangkatnya. Setelah menutup teleponnya ia menuju ke kantor polisi. Menemui seorang polisi yang tadi meneleponnya. Beberapa orang dari tim SAR juga ada di sana.

"Pak. Sampai saat ini kami masih mencari Ibu Aina. Tapi kami menemukan sebuah jilbab. Compang camping dan kain yang sepertinya dilihat ini gamis. Apa betul ini baju Ibu Aina?", Ujar seorang tim SAR.

Ustadz Nabil melihat dan mengambil kain dan jilbab tersebut. Matanya berkaca-kaca.

Ustadz Nabil : "Betul, pak. Ini gamis dan jilbab yang dipakai saat pulang tadi."

"Pak. Bantu kami dengan doa. Semoga Ibu Aina ditemukan. Kami khawatir Ibu Aina hanyut ke laut. Kami mengkonfirmasi bahwa sejak hari pertama hingga hari ke tujuh nanti adalah batas pencariannya."

Raut wajah Ustadz Nabil sedih.

Ustadz Nabil : "Saya pasrah, pak. Saya ikhlas. Semoga Allah menguatkan kami semua. Terima kasih banyak atas bantuannya. Semoga Allah membalas kebaikan bapak-bapak semua."

Ustadz Nabil pamit untuk pulang. Hatinya semakin hancur.

"Aina....", Berkali-kali ia ucapkan seakan-akan memanggil kekasih hatinya.

**********

Tujuh hari berlalu setelah kejadian tersebut. Para abdi ndalem dan para santri melakukan doa bersama untuk Aina. Banyaknya bukti dan tak ditemukannya Aina menjadi keputusan Tim SAR dan polisi bahwa dengan kondisi pakaian yang robek bisa jadi tubuh Aina tercabik binatang atau hanyut di laut lepas. Aina telah meninggal.

Semenjak saat itu, Ustadz Nabil menjadi sangat sedih. Ia hampir tak mau makan bila tak dibujuk oleh Ummi dan Abah. Semangatnya hidup tak lagi menyala. Istri tercintanya tak ada lagi.

Ia lebih sering di kamar. Memandang foto pernikahannya. Memandang tempat duduk Aina. Dan baju-baju Aina yang masih rapi di lemari.

"Aina. Sepatah ini hati mas. Semoga Allah tempatkan engkau di tempat yang baik."

Ia menangis. Kali ini lelaki yang sabar dan berani itu bertekuk lutut pada kesedihannya.

Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang