Pintu apartemennya diketuk malam-malam. Ayahnya sudah ada di kamar, sementara dia sendiri sedang mencuci piring bekas makan malam bersama tadi. Jadi ibunya yang membukakan pintu.
"Loh Dara? Masuk-masuk. Ada apa kamu gemetaran begini?" Winda langsung merangkul bahu Dara. Wajah gadis itu pucat sekali.
"Maaf Ibu saya ganggu malam-malam. Maaf." Mata gadis itu kosong. Seperti sedang memikirkan sesuatu. "Saya nggak punya saudara dan nggak tahu harus kemana." Dara benar. Pergi ke panti juga bukan pilihan.
"Ya ampun Dara. Sat, tolong buatkan teh Sat." Winda bisa melihat dengan jelas ketakutan Dara. Bahu gadis itu juga gemetar.
"Iya." Satria menyahut dari dapur tergesa membereskan apa yang sedang dia kerjakan.
Dara sudah duduk di sofa ruang tengah yang juga berfungsi sebagai ruang tamu. Teh sudah ada di meja dan Ibunya sudah merangkul gadis itu yang wajahnya masih pucat. Dara bahkan lebih kelihatan ketakutan daripada di pesawat tadi, begitu pikir Satria.
"Dara, kamu kenapa?" Winda bertanya lagi.
"Saya..." Dara bingung bagaimana menjelaskannya. "Saya bertemu dengan orang..." Dara menelan salivanya. "..jahat."
"Orang jahat gimana? Kamu di hotel kan?" Satria bertanya cemas. "Dia mau jahatin kamu?"
"Dulu, dia pernah jahatin saya." Mata Dara masih menerawang jauh. Pusaran ingatan tentang apa yang terjadi dulu kembali lagi. Menghantamnya telak. Bagaimana dia dihina, direndahkan, dipermalukan karena kejadian di kamar mandi, lalu dilecehkan karena ciuman itu. Tapi apa itu pelecehan jika Dara sendiri sampai saat ini masih membayangkannya dan menginginkannya lagi. Kesadarannya akan hal itu membuat dia bergidik sendiri. Dara sudah gila, benar-benar gila dan sedang kalut saat ini.
"Kok bisa ada di hotel?" Winda berujar panik.
"Mungkin salah satu tamu Bun." Sahut Satria.
Lalu Dara seperti tersadar dari lamunannya sendiri. "Maaf saya nggak mau merepotkan. Baiknya saya kembali lagi ke hotel. Maaf saya sudah bikin susah Ibu dan Mas Satria."
"Ya ampun Dara, kok gitu ngomongnya. Sudah kamu jangan balik dulu ke hotel itu. Saya juga jadi takut. Kamu anak gadis, cantik begini lagi. Kamu disini dulu sama kita."
"Jangan Bu. Saya nggak mau merepotkan. Besok saja saya pindah hotel. Meetingnya cuma dua hari kan?"
Winda melihat Satria cemas. Tapi dia juga tahu kamar apartemen anaknya hanya ada dua. Dara mau tidur dimana?
"Kamu disini dulu Ra, malam ini. Okey?"
"Jangan Mas." Tiba-tiba dia menyesali keputusannya saat dia kalut tadi. Sungguh keberadaan sahabat mantan bosnya itu atau mungkin bosnya sendiri di area yang sama tapi tak kasat mata membuat dia sangat cemas hingga dia bereaksi berlebihan begini.
Dara sudah berdiri. Bersikukuh ingin kembali. Sangat tidak sopan rasanya mengetahui bahwa dia sudah merepotkan begini pada keluarga bosnya. "Saya balik aja ke hotel."
"Nanti kalau kamu ketemu lagi orang itu gimana Ra?"
"Dia hanya makan malam saja. Sepertinya nggak menginap disitu Bu. Dan tadi saya tidak langsung tatap muka, hanya melihat dari jauh." Dara berbohong. "Maaf sekali lagi, saya hanya, panik tadi." Dia mulai menggigiti bibirnya cemas.
"Okey, saya antar kalau begitu."
Winda langsung mengangguk setuju, "Antar sampai kamarnya ya Sat. Pastikan Dara kunci pintunya. Bunda nggak tenang jadinya."
Satria mengangguk setuju lalu mengambil kunci kendaraan di kamarnya.
***
"Jadi ini alasan sebenarnya kamu enggan ke Jakarta?" Mereka sudah di dalam mobil Satria menuju hotel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You - TERBIT
RomanceApa susahnya mencari pengganti? Apalagi ini hanya sekertaris pengganti. Bukan istri atau pacar pengganti kan? Lalu kenapa dia bisa berakhir disini? Bersama gadis konyol yang selalu mengganggunya setiap hari. Bukan hanya tatapan polos atau senyum jen...