Gadis itu meringkuk disana. Duduk memeluk lututnya sendiri sambil meletakkan kepalanya di lutut. Tubuhnya yang masih menggunakan pakaian kerja sudah basah karena shower terus menyala. Dia diam saja. Matanya bergerak memperhatikan Rafi namun bibirnya terkunci.
"Ya Tuhan Dara." Rafi menghela nafas lalu segera mengambil handuk yang ada.
Dia masuk ke area kaca mematikan shower lalu menyelimuti tubuh gadis itu dengan handuk dan memeluknya. Tidak memperdulikan celananya yang basah karena dia berlutut di lantai.
"Maafin aku." Rafi berbisik ditelinga Dara sambil masih memeluknya.
Wangi tubuh Rafi menguar ke hidungnya. Dia masih marah tapi tahu bahwa dia tidak bisa lari lagi dari laki-laki ini. Karena dia juga suka, juga cinta. Sekalipun hubungan ini tidak mungkin. Untuk saat ini, biar saja.
"Apa kamu cemburu?" Wajah Dara menatap Rafi.
Lalu Rafi tersenyum miris. "Sangat."
Tangan Rafi sudah ingin mengangkat tubuh Dara. Lalu Dara melepaskan dirinya lalu berdiri. "Aku bisa sendiri."
"Ganti Ra. Kamu bisa sakit. Lagian ngapain sih..."Rafi sudah ingin protes lalu Dara berujar lagi.
"Kayak kamu perduli aja. Keluar dulu, aku mau mandi."
"Sepuluh menit nggak selesai aku susulin lagi kedalam." Rafi beranjak keluar.
"Pantesan aja kamu nggak pernah punya pacar. Nggak akan ada yang tahan pacaran sama kamu, tahu nggak? Dasar laki-laki suka ngatur, pemarah, nggak jelas!" Mata Dara sudah menantang Rafi berani. Mereka sudah berdiri berhadapan.
Rafi terkekeh sambil menggeleng antara kesal dan gemas. Tadi gadis ini ketakutan. Tapi lalu jadi menantang begini. Ditambah lagi penampilannya yang basah. Kemejanya tembus pandang memperlihatkan pakaian dalamnya yang dia berusaha tutupi dengan handuk. Tapi dia cuek saja.
"Kamu tahu nggak apa yang aku pingin buat sekarang?" Rafi mencium pipi Dara.
"Keluar, cepetan keluar. Atau aku timpuk pake gayung nih."
Rafi tertawa sambil mencium lagi pipi gadis itu yang sudah memerah. "Di hotelku nggak ada gayung Dara."
"Aku serius, cepet keluar." Dara mendorong tubuh Rafi yang masih tertawa.
"Wajah kamu merah begitu."
"Bapak El Rafi yang terhormat, keluar baik-baik atau saya paksa."
"Okey, okey. Jangan lama-lama. Kamu bisa sakit dan aku serius." Rafi akhirnya keluar dari kamar mandi.
***
Di luar kamar.
Dara sudah berganti pakaian didalam kamar mandi karena laki-laki menyebalkan itu masih ada di dalam kamarnya. Ya Rafi, hanya duduk di bangku dekat meja TV sambil menelpon Martha ketika dia mengambil pakaiannya di tas lalu kembali ke kamar mandi. Setelah itu Dara beranjak keluar kamar.
Jantungnya berantakan melihat laki-laki itu disana. Dia masih menelpon entah siapa sambil duduk mengenakan setelan kerjanya yang licin itu. Ya celananya sedikit basah karena tadi di kamar mandi. Lalu wajah Dara tiba-tiba memerah mengingat kejadian di kamar mandi tadi.
Dia masih harus memindahkan jadwalnya sore ini dan juga harus melakukan beberapa telpon penting yang dia tidak bisa tunda. Semua kejadian dengan Dara memang diluar rencananya. Tapi untungnya Martha langsung paham dan dengan cekatan menyusun ulang jadwalnya.
Saat ini dia tidak ingin meninggalkan Dara lama-lama. Dia masih...rindu. Ingin selalu berada disekitar gadis itu. Konyol memang, tapi itu yang dia rasa. Gadis itu berbalik menuju kamar mandi lalu mengeringkan rambutnya. Bagus, karena rambutnya yang basah itu benar-benar menggodanya. Dan mereka sedang berada di kamar hotel berdua saja. Tanpa rambut basah pun Rafi sudah salah tingkah sendiri. Untung saja dia sedang menelpon begini, jadi Dara tidak tahu bahwa dia sedang gugup sekarang.
Dara keluar lagi setelah rambutnya setengah kering. Rafi masih disana. Duduk di tempat yang sama masih sambil menelpon.
Ya Tuhan, kalau masih mau kerja kenapa mesti di kamar gue sih. Batin Dara karena dia jadi kikuk sendiri. Tidak leluasa. Jadi dia hanya duduk di ujung kasur sambil menyalakan TV yang volumenya sudah dia kecilkan.
Rafi sudah berdiri. Saat ini gadisnya sudah mengenakan kaus dan celana panjang santai berbahan flannel. Kakinya sudah naik di atas kasur dan matanya menatap TV.
"No, the government will agree. I believe I can assure them in the meeting tomorrow. But the local citizen is another issue." Rafi diam mendengarkan suara diseberang sana. "Yes...but my team almost give up negotiating with them. They keep saying no." Dia duduk di belakang tubuh Dara. Satu tangannya merengkuh pinggang gadis itu, mendekatkan dengan tubuhnya sendiri.
"Oke, Steven will call you. Hilman and I will come tomorrow." Hidungnya sudah membaui shampo Dara.
Jantung Dara berantakan lagi. Apaan sih nih orang. Kerja-kerja aja, nggak usah pegang-pegang.
Matanya melirik kaki Rafi yang sudah melepaskan sepatunya. Ini kali kedua dia melihat Rafi melepaskan sepatu mahalnya itu. Dan Dara suka apa yang dia lihat sekarang. Rafi lebih kelihatan santai, apalagi dia tersenyum begitu.
Tadi katanya nggak mau Ra. Ya Tuhan, Langit itu diatas bumi dibawah. Dara mulai memejamkan matanya sambil merapal mantra. Tangan Rafi sudah ada dipinggangnya dan dia diam saja.
"Oke Thanks. I'll see you soon." Rafi menutup ponselnya. Lalu meletakkannya diatas kasur.
"Bau kamu enak kalau habis mandi." Satu tangannya lagi menyusul merengkuh Dara.
"Nggak usah ngomong begitu. Bikin aku minder tahu nggak? Kamu wangi setiap saat."
Rafi tertawa. Dara sudah memilih kalimat yang lebih santai. Apa tandanya dia sudah tidak marah?
"Mau makan apa?" Rafi mulai mencium leher Dara dari belakang.
"Nggak napsu makan. Udah hilang abis diomel-omelin tadi."
Rafi tersenyum lagi. Dara merajuk, seperti Aimi. 'Aimi lagi Raf, sister complex lo parah banget sik.'
"Nafsu yang lain nggak?" Rafi bertanya usil. Dia sudah beralih ke daerah belakang tengkuk Dara.
"Pak, jangan macem-macem ya. Bapak tahu nggak dulu saya pernah berantem sama preman pasar?"
Rafi tertawa lagi. Lalu tubuh Dara menggelinjang geli karena hembusan nafas Rafi menyapu tengkuknya.
"Geli ya ampun."
"Jangan panggil saya Bapak." Sekarang Rafi tahu dimana titik sensitive Dara. Jadi dia menggoda gadis itu.
"Udah kebiasaan. Malah aneh kalau nggak." Lalu Dara tertawa kegelian. Rafi mencium tengkuknya lagi. "Lepasin nggak? Geli seriusan."
"Panggil El Rafi. Nggak pake Bapak. Baru saya lepasin."
Dara benar-benar tertawa kegelian. Dia tidak tahan dengan apa yang Rafi lakukan di tengkuknya. "Bapak...ya Tuhan." Dara berusaha melepaskan Rafi namun gagal. "Okey okey, Rafi lepasin aku. Bisa?"
Rafi menghentikan aksinya. "Nah gitu dong. Kamu itu ya, nggak bisa nurut banget. Segala-gala harus dipaksa." Lalu dia mengacak rambut Dara sayang dan berdiri.
"Saya belum maafin kamu."
"Okey, jadi bagaimana biar bisa dimaafkan?"
"Saya mau bicara sekarang." Dara menguatkan hatinya sendiri. Ini harus diperjelas. Dia tidak mau jadi wanita bodoh yang mabuk kepayang hingga lupa berpijak ke bumi. Jadi Rafi harus tahu semua keraguannya ini.
"Okey."
***
Masih ada babak seru selanjutnya. Just stay tuned.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You - TERBIT
RomanceApa susahnya mencari pengganti? Apalagi ini hanya sekertaris pengganti. Bukan istri atau pacar pengganti kan? Lalu kenapa dia bisa berakhir disini? Bersama gadis konyol yang selalu mengganggunya setiap hari. Bukan hanya tatapan polos atau senyum jen...