"Ra, duduk dibelakang." Mereka sudah selesai makan malam.
"Saya didepan saja Pak."
"Belakang." Nada Rafi tegas.
Dengan canggung Dara masuk ke belakang mobil, duduk berdampingan dengan bosnya.
Selama beberapa saat, mereka hanya diam. Dara memandang keluar jendela, sementara Rafi menatap ponselnya. Ya, ponsel itu hanya dia tatap saja karena sebenarnya mata Rafi terpaku pada tangan Dara yang berada disamping tubuh gadis itu. Tangan yang tadi tidak sengaja dia genggam. Juga tangan yang sudah menampiknya perlahan.
"Rumah kamu dimana?"
"Saya turun di kantor Pak. Saya harus kembalikan semua yang saya pakai ini ke Mba Desi."
"Desi sudah pulang, jadi besok saja."
"Maaf, saya tetap harus ke kantor. Tas, dompet dan barang-barang saya disana."
"Saya tunggu."
"Nggak perlu Pak. Saya bisa naik taksi." Ujar Dara berbohong.
"Kalau gitu Pak Budi yang antar kamu."
"Bapak butuh pulang kan? Istirahat. Besok Bapak ada meeting jam 8 pagi. Pak Budi antar Bapak saja. Saya bisa sendiri."
"Apa kalau Nat yang bilang, kamu akan ikuti? Kalau saya, kamu selalu berdalih."
"Maksud saya nggak begitu."
"Itu maksud kamu." Ujar Rafi sedikit terpancing emosi.
"Maaf."
'Untuk yang mana? Untuk kamu yang tampik tangan saya? Atau untuk kamu yang nggak mau saya antar? Untuk yang mana?'
Karena kesal, Rafi membiarkan Dara melakukan apa yang dia mau.
***
Dia tiba di kosannya hampir pukul setengah sebelas malam. Pakaiannya tadi dia langsung ganti di kantor, make upnya pun langsung dia hapus. Setelah mengunci pintu, dia memandang ke sekeliling ruang kosnya dan menghirup udara banyak-banyak. Suara radio dangdut yang menemani Mang Ujang membuat bakso membuat dia tersenyum. Ini dunianya, ini tempatnya. Bukan restaurant tadi, atau bahkan kantornya sehari-hari.
Setelah mencuci muka dan menggosok gigi di kamar mandi luar, dia merebahkan tubuhnya di kasur lantai. Kakinya sudah tidak bengkak lagi, ya setelah berminggu-minggu naik tangga tiga lantai kakinya sudah terbiasa. Bahkan saat ini dia sanggup berdiri berjam-berjam menggunakan sepatu hak itu. Ini keterampilan baru yang menarik. Semoga saja berguna kelak.
Ponselnya berbunyi. Nomor tak dikenal. Dia tetap menjawab panggilan itu, lalu setelah menyadari siapa yang menelponnya dia menutup mulutnya terkejut.
"Imran?" Suara berubah menjadi tawa bahagia.
"Assalamualaikum. Salam dulu dong Ra. Masa langsung teriak begitu." Imran tertawa diseberang sana.
"Wa'alaikum salam. Imraaan, aku kangen." Dara tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Imran adalah teman kecilnya dulu di kampung. Mereka dekat sampai terasa seperti kakak beradik saja. "Kamu tahu nomorku dari mana?"
Imran tertawa disana. "Ada lah, aku punya caraku. Kamu sehat Ra?"
"Imran kamu dimana?"
"Kebiasaan kamu. Jawab pertanyaan pakai pertanyaan."
"Itu tandanya aku terlalu kangen Ran." Dara terkekeh. "Aku sehat Ran. Kamu dimana?"
"Aku juga di Jakarta Ra. Kapan kita bisa ketemu? Kasih aku alamatmu ya."
"Iya. Aku kirim sekarang juga kalau perlu."
Imran terkekeh lagi. Dia juga merindukan Dara.
***
"Kamu ikut."
"Ke?" Dara sudah mulai terbiasa menangkap pesan bosnya yang biasanya hanya terdiri dari tiga suku kata atau kurang.
"Dinas. Cek beberapa asset diluar." Rafi masih asyik dengan laptopnya.
"Kemana Pak?" Dara mengulangi pertanyaannya.
"Beberapa kota. Surabaya, Yogya, Bali, Lombok mungkin. Kamu sudah pernah ke Bali?"
Dara menggeleng lalu berkata perlahan. "Apa wajib ikut Pak?" Ingatannya kembali pada makan malam beberapa hari yang lalu. Dia benar-benar hanya duduk disana. Tidak melakukan apa-apa. Sedikit banyak dia merasa tidak berguna.
"Wajib." Rafi menangkap keraguan di mata Dara. "Kenapa Ra?"
"Bukan begitu Pak. Saya hanya memastikan kalau keberadaan saya memang dibutuhkan disana. Karena dari acara makan malam beberapa hari lalu, saya pikir saat itu Bapak akan baik-baik saja tanpa saya."
"Kamu ikut, titik. Besok pagi kita berangkat. Bawa pakaian untuk satu-dua minggu. Saya jemput di kantor jam 6 pagi." Rafi menunduk lagi kembali pada laptopnya.
'Saya mana punya pakaian sebanyak itu.' Batin Dara dalam hati.
"Tiketnya nggak bisa mendadak Pak."
"Kita pakai pesawat pribadi. Martha sudah urus semuanya."
'Ya Tuhan, apalagi itu pesawat pribadi. Batal deh ketemuan Imrannya.' Wajah Dara menahan sedih sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/208172134-288-k718409.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You - TERBIT
RomansaApa susahnya mencari pengganti? Apalagi ini hanya sekertaris pengganti. Bukan istri atau pacar pengganti kan? Lalu kenapa dia bisa berakhir disini? Bersama gadis konyol yang selalu mengganggunya setiap hari. Bukan hanya tatapan polos atau senyum jen...