Part 42 - Mantra

7K 662 18
                                    

Gadis itu kembali pukul 9.30, mengucapkan terimakasih lalu menutup pintu kamar hotelnya. Dia masih belum bisa keluar. Orang-orang ayahnya masih memperhatikan.

"Lo udah ngomong sama Dara?" Yuda baru saja datang, entah darimana. Mereka berada di ruang kerja Rafi malam ini.

"Udah." Mata Rafi tidak lepas dari CCTV sedari tadi.

"Terus?" Yuda mengekori Rafi ke balkon, merokok.

Senyum Rafi lebar dan hal itu menulari Yuda. Dia bahkan tertawa keras sekali. "Gilaaaa.....akhirnya lo punya cewek. Selamat Bro. Duh duh, ini mesti dirayakan. Keluar yuk."

"No lah."

"Common...gue baru aja menyaksikan keajaiban dunia. Nggak sabar gue buat bilang sama Aimi. Atau dia udah tahu?"

"No. You tell her, I kill you. Don't talk or I will stay silence forever." Rafi menghisap rokoknya lagi.

"Wuooo...easy Man. Takut amat sih. Aimi bukan cewek yang kayak begitu Raf. Lo tahu dia bahkan lebih pilih Prasetyo si cowok normal itu daripada gue. Dia nggak silau sama harta-harta begitu."

"Heh, Aimi tu adek gue. Gue tahu dia gimana." Rafi terkekeh. "Gue belum siap menghadap ke Yang Mulia Sanjaya. Dan kalau Aimi tahu, dia bakal sama senengnya kayak lo. Terus, dia langsung pergi ke Ayah begging-begging biar gue dapet restu. Semuanya bisa berantakan." Rafi menghembuskan asap keluar dari mulutnya.

Yuda diam. Menyadari bahwa Rafi saat ini benar-benar di posisi yang sulit. "Jadi gimana rencananya? Gue bisa bantu apa? Martha bilang Ayah udah curiga dan pasang orang?"

"Iya." Rafi terkekeh. Sifat paranoidnya memang turun dari ayahnya. "Dan yang lebih gila lagi, kali ini gue nggak punya rencana."

Tawa Yuda membahana lagi. "You're definitely in love. Najis banget gue tau lo begini." Asap rokok menghembus dari hidungnya. "Jadi gimana? Lo nggak bisa selamanya ngumpetin Dara kan?"

"Nggak ada yang mau ngumpetin dia." Mata Rafi menerawang jauh. "Serba salah, gue lepas apa yang gue punya, nggak bisa. Ini hidup gue. Dengan cara ini gue bisa lindungin orang-orang yang gue sayang. Tapi...ngelepas Dara. Bunuh aja gue sekalian."

Yuda tertawa lagi. "Sekarang lo tahu kan kenapa kemarin gue mau mati?"

"Heh sinting. Gue nggak mau mati kayak lo." Rafi melirik Yuda kesal.

"Ngomong baik-baik sama Ayah. Coba aja Raf. Siapa tahu kan nggak seburuk itu?"

"Ngomong lo gampang. Emang Yang Mulia Sanjaya sama kayak Bapak Besar." Itu sebutan untuk Iwan Prayogo ayah Yuda.

"Hah, paling nggak lo nggak pernah dipukulin kan kalau bikin salah?"

Rafi diam. "Murkanya Yang Mulia itu bisa lebih parah dari itu Yud. Kalau cuma ke gue aja, gue nggak masalah. Gimana kalau ke Dara?"

Rafi menyulut rokoknya lagi. Dia butuh berpikir. Lebih keras lagi. "Yud, boleh deh kali ini gue minta tolong lo."

"Apa?"

"Jagain Dara buat gue. Paling nggak sementara ini."

"Kenapa orang-orang lo?"

"Jaga-jaga, kalau murka Yang Mulia datang. Jagain Dara Yud. Jangan sampai dia kenapa-napa."

"Gue yakin Ayah nggak akan sekeji itu Raf, serius. Keji dan sadis itu bagian gue dan bokap. Bukan lo dan Ayah. Mungkin lo terlalu berlebihan." Yuda menatap Rafi lagi. "Tapi oke, gue jagain dia."

"Thanks." Entah kenapa, dia masih bisa tersenyum sekalipun hatinya gusar sekali.

***

Dara mengerjapkan matanya sambil menguap lebar. Melirik jam ditangannya. Jam 5 pagi. Dia terlalu banyak berpikir, jadi lelah dan langsung tertidur begitu saja dengan TV yang masih menyala. Ketika dia ingin meraih remote dan mematikan TV, matanya menangkap sesosok laki-laki duduk di kursi kerja kamarnya dengan laptop dihadapan.

Falling for You - TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang