Rafi melepaskan tubuh Dara perlahan. Namun tangannya menggenggam tangan Dara erat. Sementara Dara seperti tersadar. Dia berusaha melepaskan tangannya.
"Pak, sudah. Saya mau kembali ke kamar."
"Saya temani." Rafi bersikeras tidak melepaskan genggamannya. "Telpon Satria. Biar dia nggak khawatir."
"Itu urusan saya."
"Okey, bagus. Jadi saya tinggal bilang ke Satria untuk nggak dekat-dekat kamu lagi. Saya cek dulu, apa dia sudah sampai." Rafi mengangkat ponselnya.
Dara mendengus kesal. Lalu menahan ponsel Rafi. "Apa semua orang kaya seperti Bapak suka sekali memaksa?"
"Entah, mungkin aja. Apalagi kalau perempuannya benar-benar keras kepala." Rafi berkata cuek.
"Menyebalkan!!"
"Saya akan membiarkan kamu bicara apa saja. Tapi saya nggak akan biarin kamu lari lagi dari saya. Dan...tidak boleh ada yang dekat dengan kamu kecuali saya. Paham?"
"Nggak, nggak paham. Lihat kan Pak. Belum apa-apa kita sudah nggak cocok. Jadi mari kita sudahi omong kosong ini."
"Dara, Ya Tuhan. Ck... hffhhhh...." Rafi kesal sekali. "Ini semua akan tambah sulit kalau kamu nggak kerja sama. Atau kamu terus lari dari perasaan kamu sendiri, atau dari saya. Dan nggak perlu kaku begitu Ra. Saya manusia, laki-laki normal, bukan bos kamu."
"Tapi sikap Bapak lebih daripada bos saya. Belum apa-apa sudah campuri hidup saya, beasiswa, uang kos, bonus sampai mau beli perusahaan tempat saya kerja. Bapak gila ya?"
Rafi tertawa. "Oke-oke. Itu memang berlebihan. Tapi nggak ada laki-laki normal yang suka lihat wanitanya susah Ra."
"Dan nggak ada laki-laki normal yang paksa-paksa begitu."
'Yah Brayuda si pemaksa itu memang nggak normal. Jadi apa kata Dara benar.' Batin Rafi dalam hati.
"Jadi saya harus bagaimana?"
"Bersikap normal."
"Seperti apa?"
"Saya juga nggak tahu, saya nggak pernah punya pacar. Terakhir laki-laki yang kejar saya malah mau berbuat jahat di tempat parkir. Atau...di ruang staff hotelnya." Dara menyindir Rafi lagi.
Rafi langsung tersenyum antara gemas dan gembira. Pertama, karena tahu dia adalah laki-laki pertama Dara. 'Dasar norak parah lo Raf.' Kedua, karena gadis ini pintar bicara dan membantah. Ya, itu Dara kan? Dia dari dulu begitu. Menggemaskan. Lalu dia menarik nafasnya.
"Okey, okey. Normal. Jadi sekarang, saya yang normal ini minta kamu untuk hubungi Satria agar dia batal kesini. Apa bisa?"
"Maaf, nggak bisa. Terimakasih. Saya kembali dulu ke kamar." Dara melepaskan tangannya lagi dari genggaman Rafi.
"Kamu bener-bener deh Ra. Okey, silahkan sana ketemu Satria." Tangan Rafi sudah benar-benar melepaskan Dara.
"Terimakasih."
"Makan malam dengan saya Ra. Jam 7, saya jemput kamu di kamar."
"Saya sibuk, sudah ada janji makan malam dengan Pak Andre dan keluarganya." Dara sudah berjalan ke pintu.
"Dara..." Rafi sudah tidak perduli dengan harga dirinya. Juga mengabaikan kenyataan bahwa hanya wanita ini yang berani dan bisa menolaknya, berkali-kali.
"Bisa tolong bukain pintunya?" Wajah Dara yang cemberut membuat Rafi tersenyum.
Rafi menghampiri Dara lalu dia memeluk Dara lagi dan mencium pipinya. Gadis itu diam saja tapi telinganya merah lagi. Rafi suka sekali. "Jangan jahat sama saya Ra. Please."
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You - TERBIT
RomanceApa susahnya mencari pengganti? Apalagi ini hanya sekertaris pengganti. Bukan istri atau pacar pengganti kan? Lalu kenapa dia bisa berakhir disini? Bersama gadis konyol yang selalu mengganggunya setiap hari. Bukan hanya tatapan polos atau senyum jen...