Part 19 - Dera

6K 679 4
                                    

Beberapa minggu kemudian.

Sejak kejadian itu Rafi kembali ke sikapnya seperti sedia kala. Dingin, dan berjarak. Dara benar-benar tidak mengerti apa salahnya. Dia juga tidak berani melucu atau bersikap konyol lagi. Karena bahkan sebelum dia melakukan itu, pandangan mata Rafi sudah menghujamnya tajam.

"Yes, we need to discuss it again regarding the master plan. Next month I'm okey...I will reschedule, no worry." Rafi mengangguk-angguk mendengar suara orang diseberang telpon. "Thanks Jacob."

Rafi memandang Dara yang sedang berdiri dihadapannya. "Re-schedule my meeting with Adrien and my father next week. Create a concall meeting with Jacob first week of the month. Also, send me the agenda for tomorrow meeting, also itinerary, I don't want to waste my time there." Rafi berujar cepat sambil masih mengetik sesuatu di tabletnya.

"Maaf Pak, apa bisa pelan-pelan bicaranya? Saya mau catat tugas saya." Dara berusaha bertanya sesopan mungkin.

"Saya nggak punya waktu Ra! Bisa kamu lebih cepat belajarnya? Kamu lulus SMA kan?" Rafi kembali ke laptopnya tidak perduli.

Dara diam saja termangu. Bosnya memang kaku dan dingin sekarang, tapi tidak pernah dia berkata kasar pada Dara atau dengan sengaja menghinanya. Perlahan, hatinya berdenyut nyeri. Ya, dia memang orang rendahan. Tapi tidak ada seorang pun di dunia yang suka dihina kan? Lalu dia keluar dari ruangan berharap dia tidak salah mengerti ucapan bosnya tadi sambil berusaha menahan tangisnya sendiri.

***

Mata Rafi masih mengawasi gerak-gerik gadis yang sedang duduk menatap semangkuk bakso di warung pinggir jalan tidak jauh dari area kantornya. Dia berada di dalam mobil sendiri dan tidak mengerti apa yang sedang dilakukannya.

Lalu laki-laki itu datang lagi. Duduk tersenyum dibangku hadapannya. Sementara Dara tersenyum miris, dia seperti ingin menangis. Wajahnya sedih sekali. Lalu laki-laki itu menggenggam tangannya, mungkin berusaha menghiburnya. Kali ini Rafi tidak memalingkan wajahnya. Dia membiarkan hatinya terasa seperti teriris perih. Melihat bagaimana laki-laki sialan itu menggenggam tangan Dara erat, sementara Dara sendiri pernah menolak genggaman tangannya dulu. Atau melihat bagaimana air mata Dara menetes perlahan namun senyumnya terkembang sambil menatap laki-laki itu. 'Brengseeeekkk!!!!'

Sayangnya Rafi tidak tahu, bahwa air mata Dara adalah karena apa yang dilakukannya...dan karena, Dara juga mulai mempertanyakan perasaannya sendiri terhadap Rafi.

***

"Hubungi Niko."

"Nama belakangnya Pak? Saya akan cari di data kantor."

"Hubungi saja Niko!! Semua orang tahu Niko!!" Rafi setengah berteriak.

Nat masuk keruangan tanpa permisi dan sangat terkejut karena suara tinggi Rafi. "Ada apa?"

Rafi menoleh ke arah Nathalia.

"Dara kamu keluar dulu. Nama belakang Niko itu Pratama. Cari di data kantor ada." Ujar Nat.

Dara mengangguk lalu keluar ruangan.

"Kenapa sih Raf?" Nat sudah duduk di kursinya.

"Gue banyak kerjaan. Tolong keluar kalau nggak ada perlu."

"Ada, gue ada perlu. Tapi lo nggak perlu marah-marah sama Dara gitu Raf. Ada masalah apa sih?" Nada suara Nat lembut, berusaha menenangkan kawan sekaligus bosnya ini.

Rafi masih tidak mengindahkan Nathalia.

"Aimi? Atau siapa?"

"Is not your business."

"It is my business. Kalau sampai Dara resign karena sikap lo, ini akan jadi urusan gue."

"Bagus dia resign, kerjaannya nggak becus."

"Ya ampun Raf. Kok ngomong gitu sih? Salahnya Dara apa?"

"Dia nggak bisa bahasa Inggris."

"Apalagi selain itu?"

"Ya itu yang penting."

"Dia lagi ambil les Raf. Sabarlah sedikit."

"Gue nggak punya waktu Nat. Nggak punya!! Apalagi dengan semua kejadian Brayuda sekarang."

"Kenapa Yuda?"

"Dia jatuh cinta kayak orang bego dengan cewek yang salah." Rafi sudah memijit kepalanya pusing.

"Ya masa salahnya Brayuda terus jadi Dara yang kena."

"Nat, keluar deh. Gue mau concall. Nggak usah ganggu gue dulu."

Nathalia menghela nafasnya. "Ini, dokumen soal proyek Mandalika. Baca aja."

Nat beranjak keluar ruangan. Dia menghampiri meja Dara.

"Makasih ya Mba Nat. Mba selalu bantu saya."

Nathalia tersenyum. "Kamu sabar ya. Rafi memang lagi ada masalah keluarga. Jadi temperamental begitu."

Dara mengangguk mengerti. Sebenarnya Nathalia benar-benar tidak paham, sepanjang dia bekerja di perusahaan ini jarang sekali dia melihat Rafi yang meledak-meledak seperti itu. Ada apa dengan kawannya?

***

"Dara, masuk." Rafi berujar dari pintu.

Dara yang sedang duduk lalu masuk ke ruangan Rafi.

"Revisi semua ini." Rafi mengambil kertas-kertas yang ada di meja kerjanya. Pintunya diketuk.

"Selamat siang Abang sayang." Kepala Aimi sudah muncul di pintu.

"Yi, ada apa?" Wajah Rafi mengernyit, apa dia ada janji dengan Aimi?

"Hai Dara, kamu bagaimana kabarnya?"

"Baik Mba, terimakasih." Dara tersenyum tipis. "Saya permisi dulu."

"Saya belum selesai sama kamu, pergi dulu sekarang." Aimi terkejut mendengar nada sinis Rafi pada Dara.

Setelah Dara keluar Aimi menggelengkan kepalanya. "Ada apa Bang?"

"Bukan urusan kamu." Rafi sudah duduk lagi, gusar. Karena melihat senyum tipis Dara tadi.

"Kamu kenapa sih Bang?"

"I'm perfectly fine."

"No you're not. You can lie to the world, but don't lie to me."

"Kamu disuruh Nat kesini?"

"Nggak ada urusannya sama Nat. Kamu kenapa?"

Rafi memijit pelipisnya, bayangan Dara yang semalam dijemput lagi oleh laki-laki itu sungguh mengganggunya. Apalagi melihat Dara memeluk tubuh laki-laki itu dari belakang ketika sedang berada di motor. 'Bajingan, brengsek.'Dara mempermainkannya.'

Rafi menarik nafasnya perlahan. "Aku nggak apa-apa. Kamu pulang Yi, aku mau sendiri."

Aimi menatap abang kesayangannya itu yang kelihatan kacau lalu menghampirinya di kursi kerja. "Berdiri."

"Yi...."

"Berdiri."

Lalu Rafi berdiri. Aimi merengkuhnya dalam pelukan. "Aku balik lagi ke tempat kamu malam ini ya. Aku nggak paham kamu kenapa. Tapi kamu abang aku satu-satunya dan aku tahu ada yang lagi kamu pikirin. Jangan dipikirin sendiri Bang."

Rafi mulai tenang. Dia balik mendekap adiknya erat sambil memejamkan mata. Tapi entah kenapa, tiba-tiba saja bayangan wajah Dara saat di pantai, tawanya, senyum konyolnya datang lagi. Lalu tangannya mengepal erat sambil perlahan melepaskan pelukan Aimi.

'Siaaaalll....'

***

Nah lihat kan. Inilah Rafi di fase cemburu buta. Banyak praduga dan asumsi dikepalanya. Dia hanya percaya apa yang dia lihat, tapi tidak mau mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia juga berusaha lebih keras lagi untuk menyangkal perasaannya. Malah nyalah-nyalahin Dara pula untuk sesuatu yang Dara sendiri nggak paham. Jadi ini awal mula Dara didera sama Rafi.

Jahat? Sebenarnya dia tidak berniat begitu. Tapi dia bingung sendiri dengan semua yang dia rasa. Nanti ada part yang menjelaskan kenapa Rafi begini. Just cekidot.

Falling for You - TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang