"Hello, may I speak to Rafi? This is Jacob calling."
Dara menggigit bibirnya. Dia sudah menduga bahwa cepat atau lambat kelemahannya ini pasti harus dia hadapi. Kursus yang dia ambil sedikit membantu, tapi dia memang belum terbiasa berbicara dalam bahasa Inggris sekalipun sudah mengerti banyak kata.
"Please, wait Sir."
"Just call me Jacob."
"Oke." Kepalanya panik celingukan. Bosnya itu masih meeting dengan Bapak Sanjaya bos lainnya dan baru selesai satu jam lagi. Tapi bagaimana bilangnya.
Google translate. Pinter lo Ra kadang-kadang.
Dia buru-buru membuka google translate dan segera terbata-bata mengucapkan apa yang ada di layar monitor komputernya.
"Rafi is still meeting with the boss and will be finish in one hower."
"Meeting with the Bos? But Rafi is the CEO. Are you lying? Who are you? Where is Martha?"
Ya ampuuun, kenapa dia marah sih. Apa gue salah ngomong? Wajah Dara makin panik.
"Hello?"
"No Sir."
"What no? I don't understand. I have a million dollar business with him and he don't want to answer my phone?"
"No." Dara sudah hampir menangis karena panik. Dia mengerti apa yang Jacob katakan dan sepertinya itu sangat penting karena ada kata-kata uang didalamnya. Tapi dia tidak bisa menjelaskan maksudnya. "I'm sorry."
Jacob mendengus kesal diseberang sana dan menutup telpon kasar. Wajah Dara pucat pasi, apa dia membuat kesalahan besar?
***
Meeting selesai lebih cepat karena tiba-tiba saja Rafi ingat dia harus menghubungi Jacob partner bisnisnya. Jacob sendiri juga sudah mengirimkan texting dengan kata-kata yang kurang mengenakan. Ada apa sebenarnya? Dia langsung masuk ke ruangan dan menghubungi Jacob.
Dara masuk ragu-ragu sambil menggigit bibirnya gelisah. Tapi Rafi mengibaskan tangannya memberi tanda bahwa dia harus menunggunya di luar. Bosnya itu sedang berbicara dengan Jacob, si penelpon yang dia buat marah tadi. Lalu Dara makin cemas. Lalu telpon dimejanya berdering.
"Dara, ke ruangan!!"
Dara bangkit berusaha menahan air mata paniknya. Apa yang sudah dia lakukan?
"Kamu apain Jacob bisa kesal begitu?"
Dara menggigiti bibirnya cemas. Tangannya sudah mencengkram pinggiran rok. "Maaf Pak."
"Can you not making a mess?" Nada Rafi mulai tinggi tanpa sadar tangannya menggebrak meja. Sudah terlalu lama dia tidak dalam kondisi terbaiknya. Dia membenci dirinya sendiri, juga gadis yang berdiri dihadapannya ini.
"Maaf." Dara masih berdiri. Wajahnya menunduk tidak berani menatap Rafi.
Rafi memang selalu marah, tapi bosnya itu tidak pernah semurka ini dan dia menggebrak meja. Apa yang dia sudah lakukan? Apakah dia membuat perusahaan merugi? Lalu semua rasa tidak percaya dirinya yang memang sudah bersemayam sejak lama muncul lagi. Perlahan naik keatas menggerogoti. Apalagi jika mengingat semua kata-kata pedas atasannya sebelum ini. Dia tidak becus, dia tidak pantas, dia hanya orang miskin bodoh yang tersasar di dunia mimpi.
Dara mundur selangkah , seolah dia bisa pergi berlari saja. Ini bukan dunianya, ini tidak nyata. Bagaimana bisa anak miskin yang hidup di gang sempit bertahun-tahun tiba-tiba harus bekerja di kantor sebesar ini. Menjadi sekertaris CEO, oh bahkan Dara tidak tahu apa kepanjangan CEO itu. Dia hanya melihatnya dipapan nama yang menempel pada pintu ruangan bosnya.
Rafi menarik nafas panjang, berusaha menenangkan diri. Wajah bersalah Dara sungguh mengganggunya. Dara sudah mengganggunya berminggu-minggu bahkan berbulan lamanya dan ini benar-benar harus berhenti.
"Keluar, saya tidak butuh kamu lagi." Nada suara Rafi dingin sekali, dia bahkan tidak mau menatap Dara.
Sungguh, kalimat itu menghujam hati Dara tanpa ampun. Dia tidak dibutuhkan lagi. Ini realita hidup. Ketika kita tidak dibutuhkan maka mereka bisa membuang semua begitu saja. Tidak perlu sentimentil, ini Jakarta. Jika tidak kuat, pergi saja. Paling tidak Dara pergi dari kantor ini, bukan karena dia yang menyerah. 'Apa bedanya? Kamu hanya menghibur diri Ra.'
Jadi Dara hanya melakukan apa yang dia ingin lakukan beberapa minggu ini, mundur pergi. "Terimakasih Pak. Maaf sekali lagi."
***
Dara sudah duduk berhadapan dengan Desi karena memang Nathalia sedang berada di luar kota. Dia menyerahkan surat pengunduran diri.
"Ada apa memangnya Ra?"
"Saya bikin salah besar Mba dan Pak Rafi pecat saya. Mungkin Mba Desi belum dengar karena Mba Nat sedang diluar kantor."
"Bikin salah apa?" Desi mengernyit menatap Dara. Gadis itu biasanya begitu positif dan ceria. Jarang sekali dia melihat Dara bersikap kikuk begiini.
Dara menelan salivanya. "Saya, sebenarnya nggak bisa bahasa Inggris Mba. Saya tadi salah jawab untuk salah satu telpon penting."
"Kamu kan lagi les Ra? Wajar kalau kamu belum lancar benar. Berlatih sama saya aja, mau?" Entah kenapa Desi merasa dia lebih menyukai Dara daripada sekertaris lainnya yang biasanya wajahnya datar dan sama kakunya dengan Rafi sendiri.
"Oh nggak usah Mba. Saya nggak mau merepotkan. Bukan cuma bahasa Inggris, saya juga sering kesulitan kalau Pak Rafi minta booking restoran, atau pencatatan hasil meeting." Dara beralasan.
"Masa sih? Tapi ini sudah beberapa bulan dan saya nggak dengar complain apapun."
Dara tersenyum. "Pak Rafi terlalu baik sama saya kemarin-kemarin. Jadi saya paham benar kali ini beliau marah dan memecat saya karena saya sudah keterlaluan."
Desi diam. Bisa jadi Dara benar, karena big bossnya itu memang terkenal perfeksionis.
"Jadi ini surat pengunduran diri saya. Semua sisa perlengkapan yang kantor berikan saya akan kembalikan besok. Tapi laptop, tablet, dan ponsel sudah saya letakkan di area meja kerja saya."
"Dara, kamu yakin?"
"Iya Mba yakin." Dara berusaha tersenyum meyakinkan Desi.
Desi menghembuskan nafasnya pasrah. Sepertinya dia benar-benar tidak bisa membujuk Dara untuk tinggal. Berarti dia harus mulai lagi mencari penggantinya.
"Ra, kalau besok kesini tolong mampir ke tempat saya. Saya kasih surat rekomendasi kerja. Surat itu bisa untuk bekal kamu melamar kerja ditempat lain ya Ra." Desi menatap Dara. "Gaji kamu akan utuh kami transfer akhir bulan ini."
"Terimakasih banyak Mba. Saya, benar-benar terimakasih. Salam untuk Mba Nat."
Dara berlalu. Sedikitnya dia merasa terbebas, tapi ada yang tertinggal di hati. Entah apa, dia tidak mau perduli.
***
Nah lho, nah lho. Apa bisa Dara pergi dari Rafi? Terus gimana reaksinya Rafi? Stay tuned guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You - TERBIT
RomantikApa susahnya mencari pengganti? Apalagi ini hanya sekertaris pengganti. Bukan istri atau pacar pengganti kan? Lalu kenapa dia bisa berakhir disini? Bersama gadis konyol yang selalu mengganggunya setiap hari. Bukan hanya tatapan polos atau senyum jen...