Hari itu hujan. Rafi masih cemas sekali tentang Yuda dan Reyna. Yuda sudah membaca file hasil background check Reyna dan sekarang menghilang bersama Nanda anaknya. Dia terlambat tiba di apartement dan terlambat menghentikan Yuda. Semuanya lalu terjadi. Sekarang dia sangat cemas dan gusar.
Belum lagi laporan dari Niko, tentang betapa intensnya Dara bertemu dengan laki-laki sialan itu. Dia benar-benar tidak tahan dengan apa yang dia rasa sendiri.
"Dara!!"
Yang dipanggil tidak kunjung datang. Karena kesal dia beranjak dari kursinya dan menemukan meja Dara yang kosong. Tasnya sudah ada disana dan ponselnya diletakkan di meja. Kemana dia? Ada petugas bersih-bersih yang masih lalu lalang karena memang ini masih pagi. Belum jam delapan. Entah kenapa Rafi jadi datang lebih pagi belakangan ini.
Rafi melangkah ke toilet VIP yang memang dekat dengan ruang kerjanya. Toilet lainnya berada di ujung lantai untuk karyawan lain. Dia membuka pintu lalu benar-benar terkejut dengan pemandangan dihadapannya. Dara berbalik badan membelakangi wastafel hanya mengenakan pakaian dalam saja karena memang sedang berganti pakaian. Tubuh bagian atasnya hanya mengenakan bra, sementara dia sudah selesai memakai rok kerjanya. Rambut panjangnya basah.
Refleks Dara adalah ingin berteriak. Lalu Rafi segera masuk, menutup pintu dan juga menutup mulut Dara. Mereka berdiri berhadapan dekat sekali. Satu tangan Dara mencengkram kemeja bersih dan keringnya erat. Sementara satu tangan lagi mencengkram pinggiran meja wastafel yang berada dibelakangnya kuat-kuat.
"Diluar ada OB. Kamu teriak, kamu saya pecat. Paham?" Wajah Rafi murka. Bosnya itu marah sekali.
Dara mengangguk perlahan kaget dan ketakutan. Tangannya yang menggenggam kemeja dia naikkan ke dada. Seolah ingin sedikit memisahkan jarak antara tubuhnya dengan tubuh atasannya itu. Lalu suara mesin penyedot debu diluar berdenging. Dekat sekali dengan pintu toilet.
Mata Rafi berusaha tidak melihat kebawah. Tangannya masih membungkam mulut Dara. Pilihannya adalah menatap warna mata Dara atau menatap kaca besar wastafel dihadapannya yang memperlihatkan sebagian tubuh gadis itu dari belakang. Dia pilih yang pertama. Mata coklat itu indah sekali dilihat dari dekat begini. Ada tiga warna di matanya. Hitam, coklat gelap dan coklat terang. Membentuk gradasi sempurna seolah Dara menggunakan kontak lens saja. Hilman benar, alis Dara hitam alami dan rapih, wajahnya juga mulus tanpa make up. Dan tubuhnya, ini tubuh wanita dewasa. Bukan gadis dengan kemeja kedodoran yang pertama dia lihat dulu.
Dara menutup matanya. Dia tidak mau lama-lama menatap mata Rafi yang sekarang sedang menenggelamkannya dalam khayalan yang sia-sia. Jantungnya sudah berantakan, karena terkejut. Harusnya begitu kan? Kenapa OB itu nggak buru-buru selesai membersihkan lantai. Sekarang ini dia setengah telanjang. 'Ya ampun bagaimana ini?'
Ya, dia sekarang menutup matanya dan sengaja memperlihatkan bulu matanya yang entah kenapa bisa lentik begitu. Dia hanya gadis panti yang harusnya tidak pernah ke salon kan? Apa dia bohong? Apa dia menghabiskan gajinya untuk merawat diri dan menyenangkan laki-laki sialan itu? Dia juga mengenakan kalung perak di leher jenjangnya dengan liontin berbentuk kunci. Kenapa Rafi tahu, ya karena sekarang ini Rafi sedang menatap kebawah. Hey hey jangan salah sangka, awalnya dia hanya penasaran apa bentuk liontin kalung Dara. Tapi kemudian dadanya mulai berdebar juga. Rafi menahan nafasnya sendiri tentang apa yang dia lihat dibawah sana.
Setelah berabad-abad rasanya, akhirnya OB itu pergi. Benar-benar pergi karena bahkan suara mesih penyedot debu sudah tidak lagi terdengar di koridor luar. Tangan Rafi sudah terlepas. Dara menghembuskan nafasnya perlahan dan membuka matanya. Rafi sudah tidak ada disana.
***
"Pagi Pak." Dara masuk ke ruangan Rafi canggung. Dia benar-benar bingung bagaimana harus bersikap setelah kejadian memalukan tadi.
"Saya mau bacakan schedule Bapak hari ini."
Kondisi mood Rafi yang sebelumnya sudah berantakan seperti dipicu oleh insiden di kamar mandi tadi. Dia benar-benar ingin meledak, dengan semua yang ada dikepalanya. Yuda, Dara, laki-laki itu.
"Pertama, itu toilet saya. Kedua, kamu tidak kunci pintunya!!" Nada Rafi makin naik. "Ketiga, kamu bilang ini ke Nathalia atau siapapun di kantor ini, mereka tidak akan percaya dan kamu silahkan pergi. Paham?"
Ini sudah beberapa kali dia merasa dihina. Ya, bukan hanya sekali, tapi beberapa kali. Terkadang dia bahkan tidak tahu alasannya. Kasus ini lebih buruk lagi, karena dia sungguh malu. Dia paham dia bersalah dan apa yang atasannya itu bilang benar adanya. Itu toilet bosnya, dia tidak kunci pintu, dia paham dia salah. Tapi sungguh rasanya sesak sekali.
Matanya berusaha menatap tajam kedepan. Hey ini hidup. Kadang kamu diatas, dibawah, dihina, dipuji, ditertawakan atau bahkan dicemooh. Mungkin dia sedikit congkak sebelumnya, karena kebaikan hati Nathalia, Aimi atau bahkan bosnya sendiri ketika pertama dia datang kesini. Tapi sekarang dia tahu, inilah kenyataannya. Dia bawahan hina yang lupa mengunci pintu toilet sehingga mempermalukan dirinya sendiri. Ya, inilah hidup dan ini hidupnya.
"Paham Pak. Saya minta maaf." Dara sedikit menundukkan wajahnya.
"Kamu habiskan untuk apa gajimu?"
"Maksudnya?"
"Saya pikir kamu wanita yang cerdas dan bisa berhemat. Ternyata baru kerja beberapa bulan sudah beli perhiasan."
"Oh, ini hadiah. Saya tidak beli." Dara menelan salivanya. "Jadi jadwal hari ini Bapak ada meeting..."
"Siapa yang belikan?"
"Kawan saya."
"Namanya?"
Dara diam.
"Namanya Dara??!!" Rafi menggebrak meja kerjanya lalu dia mendesis marah. "Saya sudah bilang tidak boleh ada rahasia."
"Imran." Dara berusaha tidak berekspresi, juga mematikan fungsi hatinya. Sesungguhnya dia benci diperlakukan seperti ini. Sesungguhnya dia marah dan ingin lari saja. "Jadi jadwal Bapak hari ini, jam sembilan meeting direksi...." Dara melanjutkan apa yang dia sedang baca sambil diam-diam menangis dalam hati.
'Imran...Imran...Imran.' Rafi sudah tidak perduli dengan apa yang Dara sampaikan. Nama itu berdengung dikepalanya dan membuat dia membenci gadis dihadapannya ini entah karena apa. Tapi dia bahkan tidak perlu mencari alasan untuk menciptakan musuh kan? Karena dia El Rafi Darusman dan Dara harus paham itu.
***
Sepertinya, El Rafi bakalan benar-benar kehilangan fans-nya. Karena dia jadi tambah nyebelin. Readers, please give vote for Dara. Biar dia tambah tabah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You - TERBIT
RomansaApa susahnya mencari pengganti? Apalagi ini hanya sekertaris pengganti. Bukan istri atau pacar pengganti kan? Lalu kenapa dia bisa berakhir disini? Bersama gadis konyol yang selalu mengganggunya setiap hari. Bukan hanya tatapan polos atau senyum jen...