10). Live🍂

3.2K 225 5
                                    

Shamira mengigit bibir bawahnya. Di ruangan ini hanya ada dirinya dan Ghada. Ia hanya takut kalau Ghada memaksanya untuk tinggal di sini selamanya atau menghapus channel youtube kesayangannya. Tempo hari, Gadha yang jarang bicara tiba-tiba menyemprotnya dengan ucapan pedas hanya karena dia tidak datang ke rumah utama. Baru pertama kali ia melihat sosok lain dalam diri Gadha, yaitu kejam, dingin dan pemarah.

"Kau sudah besar ya? Sudah lama ya kan? Kita tidak bertemu."

Shamira mengangguk kikuk. "Iya kak. Sudah hampir satu tahun."

Gadha mengangguk-ngangguk. "Kau masih takut padaku?"

"Iya takut! Pake nanya lagi!" batinnya ketus.

Gadha terkekeh singkat sedangkan Shamira menatap Gadha bingung, kenapa dia tiba-tiba terkekeh? Kerasukan kah? Atau sakit?

"Kakak sakit?" tanya Shamira polos.

"Ah, tidak. Saya hanya merasa lucu dengan suara hatimu." jawab Gadha dengan suara pelan.

"Huh apa kak?"

"Tidak. Tidak! Tidak terlalu dipikirkan, karena tidak penting."

Shamira menguap, ia mengantuk. Ah, entahlah, padahal ini belum terlalu malam tapi kenapa rasanya lelah sekali.

"Sham, kau mengantuk? Kemarilah, tidur di pangkuanku," ucap Gadha menepuk-nepuk pahanya.

Shamira menggeleng. "Shami mau di kamar aja."

"Ayolah Shami. Kakak hanya merindukanmu."

Kali ini ia tidak bisa menolak tawaran sang kakak sepupu yang tidak bisa mendengar kata bantahan. Betapa nyamannya berada di dekat Gadha. Jari-jari Gadha tak berhenti-berhenti menyisir celah-celah rambut Shamira. Untuk pertama kalinya ia melihat Gadha yang lembut dan perhatian padanya. Ah, kalau seperti ini terus, posisi Sagara pasti akan dengan mudah tergeser.

                          OoO

Di sinilah Shamira berada sekarang. Berada di meja panjang, sangat panjang sepanjang jalan tol. Ups, sorry tidak sampai sepanjang itu. Keluarga besar Shamira mengadakan makan malam besar. Ya, besar. Semuanya lengkap kecuali ayahnya yang sedang ada di luar negeri.

5 menit yang lalu ia dibangunkan dari tidurnya. Sembunyi-sembunyi ia menguap, semua orang tak menyadarinya kecuali Rayhan. Kalau saja ada satu saja di antara mereka tahu kalau ia menguap di meja makan mungkin dirinya akan di semprot daddy Deva atau mendapat wejangan dari bunda.

"Ara?"

Raira mendongkak, menatap sang pemanggil. "Ada apa kak?"

"Bisa kakak minta kamu tinggal di sini untuk beberapa waktu?" tanya Daddy Deva pada Raira.

Shamira mengigit bibir bawahnya, berdoa semoga bundanya menolak.

"Tidak bisa kak." Tolak Raira halus.

"Kenapa Ara?" tanya Dion-ayah Gadha dan Sagara.

"Kalian sudah tau alasannya," ucap Raira halus.

"3 hari lagi ya Ara?" Tawar Rey-ayah Rayhan.

Kalau boleh Shamira tertawa, ia akan tertawa di sini juga. Terlihat wajah Raira yang sudah kesal karena terus-terusan dipaksa untuk tinggal di sini, namun tak ada satu teriakan pun yang keluar dari mulut Raira. Ia sungguh salut pada bundanya. Walau dia kesal tapi Bundanya masih tetap bersabar.

"Gak bisa kak Rey, kak Dion, kak Dev. Berhenti untuk memaksaku apalagi memaksa anakku," ucap Raira sedikit kesal sedikit memajukan bibirnya kedepan.

ShanandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang