One

738 137 35
                                    

Setahun berlalu...

Balkon, tempat yang paling nyaman bagi gadis cantik dengan pipi cubby itu. Sesekali ia memejamkan matanya untuk menunggu hembusan angin yang membelai rambut pirangnya.

"Juni!! Apa lagi ini? rambutmu, ahh...kau benar-benar membuat ibu pusing." Teriakan itu seketika membuat matanya terbuka.

"Aduh, habislah aku," runtuk hatinya.

"Aku mewarnainya hanya setengah saja, Bu." Sambil memperlihatkan rambutnya, berusaha membuat pembelaan.

"Kalau begini terus, ibu akan cepat keriput. Ibu tidak mau tau, besok rambutmu harus kembali dengan warna sebelumnya," tegasnya sambil memegang kepala yang seolah akan pecah.

"Tapi bu..."

"TITIK!" pungkas sang ibu seraya menutup pembicaraan.

🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶
"eodin nugun gan jal algessji
nae goeroun mameul
ape seoseong doedo mot chajneun
na kkwaekkori gateun
honja naradanyeo eodum soge
tto oeroun bameul
honja naradanyeo
eodum sok tto goeroun mameul
wae mollajuneun geonde
amuri jageun naran jonjae rado
jisbalpji malgo nawa gati ga
musimko deonjin neoui geu maldeulgwa
haengdongdeuri nareul muneotteuryeo
hanguseogeuro mora
neon anirago malhajiman
biuseum dwie sumeo nareul
chajji ma"
🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶

[Reset- Tigek JK (Feat. Jinsil of Mad Soul Child) OST. Who Are You - School 2015]


Tubuhnya bergerak seirama dengan musik yang ia dengar. Sesekali ia mengeluarkan kata per kata dengan tempo yang cepat. Ya, rap.

Juni, lengkapnya Juni Aleeya. Seorang gadis pecinta lagu korea. Obat galau, mendengarkan musik. Hanya sesama pecinta korea yang bisa menjadi teman dekatnya.

Hari ini, Juni sedang menunggu seseorang yang kabarnya akan menjadi tetangga barunya.

"Semoga penghuninya ada yang seusia denganku. Setidaknya, dia juga menyukai korea-koreaan," gumam hatinya sambil terus memfokuskan pandangannya pada halaman depan rumah tetangga yang ia nantikan.

Terlihat mobil BMW M4 Coupe Merah berhenti tepat di gerbang sebelah rumahnya.

"Nah, itu dia tetangga baru." Sorot matanya makin tajam seraya menunggu orang yang di dalam mobil itu keluar.

"Heol!^ (OMG; In korean)"

Terlihat seorang lelaki berkaca mata turun dari mobil.
Hembusan angin di sore hari memang sangat menyejukkan. Terlebih saat memandangi lelaki tampan dari kejauhan bersamaan dengan belaian angin yang mengibas-ngibaskan rambutnya.

Lelaki itu Membuka gerbang dan berhenti sejenak. Rupanya, ponselnya berbunyi.

"Ya, halo Paman!" Lelaki itu sedang menerima telepon dari seseorang.

Juni menoleh ke arah lain dengan sedikit memiringkan tubuhnya seraya mengarahkan kupingnya ke arah lelaki itu.

"Iya, rumahnya cukup nyaman. Em, maaf paman nanti Rey hubungi lagi. Rey harus masuk rumah dulu." Menutup telepon dan langsung memarkir mobilnya di garasi.

"Oh, jadi namanya Rey." ...

Park Rae-Jin, biasa di sapa Rey biar lebih praktis. Seorang lelaki berwajah bak orang korea yang tinggal di rumah baru seorang diri. Rumahnya tepat di sebelah rumah Juni. Bukan bak orang korea lagi, tapi memang dia blasteran korea bermarga Park. Meski begitu, ia sama sekali tidak pernah memijakkan kakinya di negeri gingseng. Ia lahir di Bali dan dibesarkan disana. Saat ini ibunya bekerja sebagai juru masak di Restoran AquaMarine yang berlokasi di Parkroyal Collection, Marina Bay, Singapura. Sebelum pindah, ia tinggal bersama pamannya.

"Kira-kira laki-laki itu sedang apa yah?" gumam hati Juni sambil berjalan menuju kamarnya.

"Juni, besok pagi tolong jemput kakakmu di Bandara," pintah ibunya yang baru saja maskeran.

"Besok aku les pagi Bu. Jadi sepertinya tidak bisa," jelasnya sambil sibuk dengan ponselnya.

"Hm, kalau begitu biar ibu saja. Tapi ingat, rambutmu harus berwarna hitam sebelum kau bergabung ke kelas baru," tegas ibunya.

"Oke bu. Geogjeonghajima^ (jangan khawatir)," ucapnya sambil memberikan hormat bendera pada ibunya.

Juni membuka jendela dan mencoba mendengarkan kembali lagu di kamar yang dipenuhi foto para idol. Ia kembali mengenakan earphonenya.

Juni sangat pandai melakukan rap dan kualitas vokal yang dimilikinya pun sangat mendukung. Tanpa ia sadari, suaranya terdengar cukup keras oleh karena ia bernyanyi di jendela yang terbuka. Di saat itu pula, ada garis lengkung yang tercipta dibalik jendela dihadapannya. Ya, Rey melihat jauh dari kamarnya dengan jarak kurang dari 5 meter. Sayangnya, senyum perdana itu tak sempat terlihat oleh Juni.

Tetangga rumah, tetangga kamar.
.
.
.

Juni menyapukan ibu jari dilayar ponselnya. Ia tersenyum melihat sosok laki-laki tampan dengan headband terpampang menjadi wallpaper ponselnya.

"Terima kasih... kau teman sekaligus kakak terbaik setelah Naya."

Tak lama kemudian, senyuman itu mulai memudar. Ia memejamkan matanya dengan erat. Seolah-olah sedang mengingat sesuatu, lebih tepatnya masa lalu. Baginya kesalahan yang dibuatnya membuat orang-orang di sekitarnya menjadi khawatir. Merasa membebani, tapi ia ingin terlepas dari semuanya meski masalah itu tidak akan pernah hilang sampai kapanpun.

"Aku berjanji akan bahagia demi Ibu, Ayah, Naya dan... Leon." Membanting tubuhnya di atas kasur empuk sambil terus memandangi foto Leon.

Meski lelaki itu bukanlah saudara kandungannya, tetapi ia jauh lebih dekat dengannya ketimbang Naya saudarinya. Ia salah satu yang mampu membuatnya terlepas dari gangguan kecemasan yang pernah dialaminya. Termasuk earphone yang menyumpal kedua telinganya. Benda itu yang membuat Juni jauh lebih tenang dengan musik yang dipilih oleh Leon untuk didengarkannya. Sesekali Leon merekam suaranya sendiri bersama permainan pianonya, lalu mengirimnya pada Juni.

Sampai jumpa, Leon...

💬♥️⭐

I'm sorry [Complete ✓️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang