Fourteen

108 36 22
                                    

"Kamu putrinya Anthony, kan?" tanya pria itu dengan nada tinggi.

"Kenapa paman ini tahu nama ayah? Ada apa ini?" batin Juni.

________________________________
________________
________
____
I'm sorry
____
________
_________________
_________________________________

Melihat ekspresi pria itu, Juni memilih beranjak dan kembali ke teras rumahnya sambil menikmati permen yang telah tersedia di atas meja. Sesekali ia melihat pria itu dari kejauhan, di sisi lain ia merasa kasihan karena pria itu menunggu Rey di dalam mobilnya dalam waktu cukup lama.

Hampir 60 menit berlalu, Juni terus memantau pria itu. Dalam hati pun mulai bimbang, apakah pria itu Paman dari Rey atau orang jahat?

"Aku hubungi saja si Rey. Em, tapi bagaimana kalau mereka masih... ah masa bodoh," batin Juni.

Tuuuuuutt, tuuuuuuutt!

"Halo Juni?"

"Rey, ada Paman yang mencarimu. Dia menunggumu dari tadi, kasihan."

"Oh? Ya ampun, baiklah sepertinya itu pamanku. Biar aku menghubunginya dulu."

"Iya, Rey."

"Eeeehh Juni!"

"Ada apa?"

"Gumawo."

"Cheonmane."

"Saranghae."

"Apa?"

Tut, tut, tut....

Deg, deg, deg, deg

"Eomeona^(astaga) . Apa tadi aku tidak salah dengar? Rey bilang saranghae?" runtuk hatinya sambil memejamkan matanya serapat-rapatnya.
.
.
.
Kurang lebih setelah sejam Juni mengabari Rey, ia melihat mobil Angel telah tiba di depan rumah Rey. Lelaki blasteran itu dengan  mudahnya meminta Angel untuk segera pulang tanpa mengajaknya untuk mampir. Beruntung Angel tidak memaksakan egonya untuk bertamu.

Pria itu telah berdiri di depan gerbang sambil melipat kedua tangannya. Namun hal yang mengejutkan terjadi, bukannya menghampiri pamannya, malah ia berjalan tergesa-gesa menuju ke arah bangunan lain.

"Sebentar yah Paman." ucapnya pada sang Paman yang telah menunggunya sejak tadi.

"Juni! Juni!" pekiknya.

"Hm? Kenapa kau kesini?" tanya Juni bingung.

"Ayo, aku kenalkan kamu ke pamanku!"

"Tidak," menolak secara spontan.

"Ayo cepat! Aku bisa kecewa kalau kau tidak berkenalan dengan salah satu dari keluargaku," ucapnya dengan tatapan matanya yang dalam disertai kening yang mengerut.

"Em, iya." Juni pun tak kuasa untuk menolak.

Dengan berat hati Juni melangkahkan kakinya ke arah pria itu. Juni terus menunduk penuh keraguan, terlebih ketika ia mengingat betapa besar amarah pria itu saat pertama kali bertemu dengannya.

I'm sorry [Complete ✓️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang