Five

236 86 18
                                    

[Ngvote itu gratis dan mudah, tinggal sentuh icon ⭐, udah deh]
[Ngomen itu gue akui, butuh perhatian dan waktu. Kalau readers memiliki itu, jangan lupa berikan 💬]
[Tapi jangan bilang ngeliatin itu lebih mudah dari pada kedua hal di atas sobat readers. Karena itu, nyakitin]

___________________
____________
______
🍑🍑

Semua tujuan memang butuh proses dan tentu memiliki tenggang waktu. Sama halnya dengan Juni yang latihan piano hingga berjam-jam di rumah Rey. Yang hasilnya tidak berbeda jauh dengan ujian tesnya di tempat les, sangat buruk. Namun, Rey tetap sabar membimbingnya dengan senyuman yang masih terbingkai indah wajahnya.

Empat jam berlalu, keduanya bahkan tak menyadari hal itu. Sesekali ponsel Juni berbunyi tanpa dijawabnya. Hingga panggilan yang ke lima kali, baru ia menyadarinya. Rupanya itu panggilan dari ibu, disusul dengan chat dari Naya.

📱📲

[-Naya Eonni-
Juni, kau dimana ?
Lagi-lagi kau tidak berpamitan.
Pulang sekarang, ibu cemas]
.
.

Setelah menerima chat dari kakaknya, Juni bergegas untuk pulang.
Karena tergesah-gesah, tanpa sengaja ia menjatuhkan music box kecil yang berada di tepi piano.

Praakk!!

"Aaa!! Re, re, rey. Aku minta maaf, aduh aku bantu bereskan yah." Juni panik, ia mulai pucat.

"Tidak apa-apa Juni. Hanya music box biasa."

Meski begitu, Juni tetap saja panik. Ia semakin panik saat mendapati kepingan music box itu bertuliskan Made In Korea. Seketika kedua matanya terbelalak dan mulai berkaca-kaca.

"Kau kenapa?" tanya Rey terkejut.

"Rey ini, ini dari Korea, kan? Sungguh, aku minta maaf."

"Aku akan menggantinya, aku janji," ucapnya menyesal, sambil terus membungkukkan tubuhnya.

"Jangan, tidak perlu Juni. Tidak apa-apa," jawab Rey bermaksud membuat Juni lebih tenang.

"Kau pulang saja, yah. Ibumu pasti sudah menunggu. Soal ini biarkan saja," lanjutnya.

"Rey, mianhaeyo^ (Maaf). " Juni tak henti-hentinya meminta maaf.

"Gwenchanhayo^ (Tidak apa-apa), besok latihan lagi."

Rey terlihat baik-baik saja meski Juni telah pergi. Ia membereskan kepingan music box yang telah rusak itu. Tanpa berpikir panjang, ia langsung membuangnya ke tempat sampah tanpa ada niat untuk memperbaikinya.

"Mianhae aeboji^(Maaf ayah), ini hanya kecelakaan," ucapnya sambil menghela napas.

Rey kembali ke kamarnya dan membanting tubuhnya diatas kasur yang empuk. Ia membuka ponselnya dan memandangi foto seorang pria yang memiliki mata sepertinya. Ya, dia adalah ayah Rey. Selama 25 tahun, keduanya tak pernah bertemu secara langsung. Perpisahan kedua orangtuanya membuat ia tidak bisa merasakan indahnya memiliki keluarga yang utuh.

"Music box itu tidak ada artinya, aku hanya ingin bertemu," batin Rey

"Meski aku sadar, itu juga percuma."

Benda berharga itu adalah kenangan satu-satunya oleh sang ayah yang dititipkan pada pamannya. Sayangnya, music box itu telah rusak. Dan untung saja, Rey tidak mempermasalahkannya sama sekali. Yang terpenting baginya hanya mengunjungi ayahnya. Lebih tepatnya, makam ayahnya.

Setelah memikirkan sang ayah, Rey mulai sedikit lelah. Ia memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak. Namun...,

📱📲
Ting!

I'm sorry [Complete ✓️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang