Seakan enggan menatap Juni, Rey meraih tangan kiri Leon lalu memberikan buku itu padanya. Terasa aneh namun hanya tangan kiri Leon lah yang saat itu kosong. Tangan kanan Leon masih memegang tangan Juni dalam kantong hoodie nya.
Sempat menunduk di hadapan Leon dan Juni. Lelaki itu kembali mengangkat wajahnya lalu tersenyum kecil dan berkata,
"Aku permisi."
Bibir terasa kaku. Rey berlalu dengan langkah pasti tanpa ragu. Sedang Juni masih mematung dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Leon melirik Juni dan makin mempererat genggamnya pada gadis itu. Seolah telah mengerti, lelaki itu berbalik badan lalu mendekap hangat tubuh Juni dan berkata,
"Mau menangis?"
Gadis itu mengangguk dalam dekapan Leon dan menangis terisak-isak.
"Tidak apa-apa, menangislah." Membelai rambut Juni dengan wajah datar.
Perasaan Leon cukup terganggu dan merasa cemas sejak pertemuan tadi. Pertemuan yang sebenarnya tidak diharapkannya untuk terjadi.
"Leon," sahut Juni dengan suara berat.
"Hm?"
"Boleh kita pulang saja?" Juni menatap Leon dengan wajah penuh harap.
Lelaki itu pun mengiyakan keinginan Juni. Lagi pula di suasana hati yang seperti itu, tidaklah mungkin bagi mereka untuk nonton bersama.
___skip perjalanan pulang
"Aku mau istirahat duluan yah," ucap Juni dengan wajah lesu.
"Aku merasa jauh lebih merasa sakit sekarang. Apa aku egois jika merasa terabaikan saat ini?" batin Leon sambil memandang gadis itu masuk ke kamarnya.
"Ayah, aku mulai menyerah sekarang," ucap Leon sambil merebahkan tubuhnya di sofa.
Sudah tiga bulan semenjak Juni tinggal bersama di apartemen miliknya, Leon selalu tidur di sofa. Mengapa? Padahal keduanya sudah bertunangan dan akan segera menikah. Itulah yang menjadi pertanyaannya selama ini, yaitu kapan hari itu tiba.
Leon merasa putus asa dengan hubungan yang bisa di bilang tidak pasti itu. Rasanya ingin mundur dan membiarkan Juni memilih jalannya sendiri, namun ia masih belum mampu untuk melepaskannya. Bukan hanya karena lelaki itu menyukai Juni sejak lama, namun kini beban itu bertambah sejak ayah Juni mempercayakan dirinya untuk menjaga Juni.
Lelaki itu terlihat sangat lelah, ia tertidur di sofa dengan posisi masih mengenakan sepatu.
Di ruangan lain seorang gadis dengan wajah muram terlihat gelisah. Dibukanya jendela kamar itu dan ia kembali mengingat sosok Rey. Namun lamunan itu buyar seketika saat matanya tertuju pada lemari kaca yang berada tepat di sampingnya.
Sebuah kotak kecil berwarna biru. Melihat benda itu, spontan Juni menitikkan air matanya. Ya, itu adalah kotak cincin tunangan mereka. Leon dan Juni.
____
Flashback onDua minggu selepas acara pertunangan.
"Kenapa?" Tanya Leon bingung saat melihat Juni sering memegangi cincin yang melingkar di jari manisnya.
"Tidak apa-apa," jawab Juni.
"Boleh kau menjawab pernyataanku kali ini?" tanya Leon.
"Apa?"
"Kau masih menyukai laki-laki yang bernama Rey itu?" tanya Leon dengan memegang kedua tangan Juni,
"Jawab dengan jujur, itu lebih baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm sorry [Complete ✓️]
General FictionKth x ksh x cew ⚠️BELUM REVISI Cinta juga bukan sebuah "penghargaan", tapi tentang seberapa berartinya ia dalam hidup saat mengenalnya. Antara kekecewaan dan cinta, manakah yang lebih lama untuk bertahan. Tapi jika terpaksa harus memilih, pasti akan...