Setelah mood-nya dibombardir tadi pagi dan langsung diperbaiki oleh Kai, Mat jadi kebablasan dan tidak masuk kelas hingga jam pelajaran berakhir. Ia malah duduk di rooftop, tempat aman buat siswa nakal level akut untuk sekedar merokok. Mat duduk di pojok kanan, jauh dari jangkauan siswa. Menikmati angin meski sedang terik, ia mempertahankan senyum saat imajinasi menari di kepalanya.
Terlalu fokus dengan imajinasinya, ia tak sadar bahwa jam pelajaran telah usai, bahkan saat ia menunduk terlihat sangat jelas bahwa sebagian besar siswa telah meninggalkan sekolah. Dengan cepat Mat turun hendak menuju kelas mengambil tasnya.
Langkahnya ia percepat karena yakin bahwa Jingga pasti menunggunya.
Benar dugaan Mat, sekarang Jingga sudah duduk di kursi panjang depan kelasnya dengan muka yang benar-benar dongkol sembari memegang tas miliknya. "Lu darimana, sih? Masalah lu segede apa sampai nggak masuk kelas seharian?"
Mat enggan menjawab. "Gue capek, Oren. Kalau lu mau nunggu jawaban dari gue, berarti kita pulangnya nggak barengan."
Jingga menarik tangan Mat. "Nggak usah ngambek. Buruan ah, jangan jalan lamban kek pengantin baru. Kasian Selena dari tadi pagi diumpetin di belakang, dia panas-panasan."
"Selena?" kata Mat yang sedang menautkan alisnya.
"Itu mobil gue, Siti Marselena, dipanggil Selena."
Mata Mat hampir lepas dari tempatnya saat mendengar penuturan Jingga. Selena Gomez akan menangis saat tahu namanya di plesetin menjadi nama dari sebuah mini cooper.
"Sehari aja otaknya nggak bengkok bisa nggak, Oren?" tanya Mat sembari berjalan berdampingan dengan Jingga.
"Astaga ... ini otak gue jelas lurus. Ini gue kasi nama biar kece aja gitu. Bukan cuma mobil gue, bahkan hp gue ada namanya. Jessica, terinspirasi dari film Parasite. Sumpah, gue kagum banget sama karakter Jessica alhasil gue nggak move-on dari film itu dan ngasih nama hp gue dengan nama dia," kata Jingga dengan semangat.
"Masih ada, motor gue namanya Jojo, nama panjangnya Kim Jojo. Terinspirasi dari drama Netflix love alarm."
"Lalu laptop gue namanya Marcellino Fernandez, dipanggil Marcel. Tadinya mau ngasih nama Johsen, tapi kesannya kek merk bedak alhasil teman gue suit dan yang nama yang kepilih buat jadi nama tetap laptop gue adalah Marcel."
Sumpah demi apapun, Mat kembali suntuk hanya karena seorang Jingga. Ia bahkan tak berbicara sepatah katapun dia malah berbicara tanpa ditanya.
"Gue nggak nanya," ucap Mat singkat, padat, dan jelas yang mampu membungkam Jingga.
Jingga melirik Mat sebal. "Untung lu teman gue, kalau bukan udah dari tadi gue tendang ke antariksa."
Mendengar itu Mat menatap Jingga sembari tubuhnya di bawah turun oleh eskalator. "Apa muka gue kelihatan peduli?"
Jingga mengelus dadanya pelan lantas mengucap takbir. "Orang cantik harus sabar."
Mat tersenyum tipis lantas merangkul Jingga. "Senangnya punya babu."
"Ha?"
"Coba tunduk," ucap Mat yang membuat Jingga refleks menunduk.
Jingga berdecih lantas memberikan tas ransel tosca yang sedari tadi ia jinjing kepada pemiliknya. "Enak aja."
"Nganter jemput gue sampai nunggu gue depan kelas sambil bawain tas. Fa bi'ayyi ālā'i rabbikumā tukażżibān. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
"Lu kumat lagi, Mat. Lu kembali menyudutkan gue," ujar Jingga.
Mat lantas tertawa mendengar balasan gadis tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha Adellina
Teen FictionBagi Mat, dunia itu tak berotasi, dunia menetap pada porosnya terbukti dari dirinya yang selalu saja mendapatkan ketidakadilan. Luka bertumpuk luka, pilu bertumpuk pilu hingga semuanya menggunung dan mengoyak hidupnya. Hingga di hari itu, hari dima...