BAB 21

176 30 8
                                    

Setelah meninggalkan Gama, Fera berlalu tanpa mendengar ucapan Gama lagi. Fera benar-benar muak, bisa-bisanya seorang Fera Anindita dihalangi oleh orang semacam Gama? Bagi Fera, Gama adalah benalu yang selalu mengganggu hidupnya, bahkan namanya disebut Fara.

"Hell! Gue gak suka banget nama gue di ganti-ganti. Fara siapa coba Fara. Gue Fera bukan Fara!" gerutu Fera sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya.

Setelah sampai di kelas, Fera mendekati Marsha dan Sandra lalu mengadukan semua yang terjadi padanya beberapa waktu lalu.

"Yaudah lo sabar aja, Gama cuma salah ngira paling," ujar Marsha sambil menenangkan Fera.

"Btw emang siapa sih Fara?" tanya Fera penasaran

"Eh gue juga gak tau kalo itu," elak Sandra.

Merasa sahabatnya ini seperti menghindari pertanyaan darinya. Sebisa mungkin Fera akan mencari tau siapa sebenarnya Fara. Semirip itukah dia dengan Fara?

"Yaudah gue ke toilet bentar ya," ujar Fera lalu meninggalkan Marsha dan Sandra yang sedari tadi diam.

"Eh iya," sahut Marsha.

Di perjalanan menuju toilet, banyak sekali sekelibat bayangan di pikiran Fera. Baik tentang Fara maupun Gama. Fara nama yang hampir sama dengannya, dan Gama menyebutnya sebagai Fara. Fera benar-benar bingung sekarang.

"Aduh," ringis Fera

Sebelum sampai di toilet, Fera menubruk badan seseorang yang kekar, bahkan Fera kalah tinggi. Fera menyadari wangi parfum yang tercium dari hidungnya, sebelum sempat menoleh ke atas sudah ada yang lebih dulu berjongkok untuk membantu Fera.

"LO!" teriak Fera dan langsung memeluk lengan sang kekasih. Ya dia Elang, kekasih Fera.

"Hati-hati dong," tegur Elang.

"Lo sih ketinggian, guenya jadi nabrak lo, kan," adu Fera kepada sang kekasih.

"Lonya aja yang gak ngeliat gue," balas Elang tak mau kalah.

"Lo ya! Lo yang salah. Kok jadi nyalahin gue sih!" sentak Fera dan langsung berdiri, kali ini Fera benar-benar jengkel bagaimana tidak? Fara, Gama, dan sekarang sang kekasih malah membuat moodnya tambah tidak baik.

"Iya, gue yang salah," lirih Elang. Elang benar-benar tak habis pikir, kekasihnya ini sama sekali tidak ingin disalahkan.

"Bagus deh, kalo gitu gue mau ke toilet," pamit Fera lalu meninggalkan Elang.

"Eh tungguin. Biar gue anterin," tawar Elang dan berlari kecil untuk menghampiri sang kekasih.

"Eh lo ngapain ngikutin lo?" tanya Fera

"Biar bisa jagain lo. Pacar gue kan ceroboh," ledek Elang.

"Aku gak ceroboh, lagian mending kamu ke lapangan aja deh. Main apa gitu," usir Fera.

"Lo cepetan ke toiletnya atau gue ikut?" tawar Elang dengan seringai.

"Mesum!" teriak Fera dan berlalu memasuki bilik toilet yang kosong.

"Fer, Fer, coba aja dari dulu lo gini ya," ujar Elang pelan, yang tidak siapa pun bisa mendengarnya.

Setelah lima belas menit menunggu, Elang mulai jengah kekasihnya ini tidak keluar sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan sejak tadi di panggil tidak menyahut.

Tanpa pikir panjang Elang memasuki bilik toilet yang ujung sekali, yang dilihatnya pintu tersebut tertutup, setelah sampai di sana.

Ceklek!

Mulut Elang dibuat ternganga bagaimana tidak? Pintu yang tertutup ini sudah tidak ada orang lagi. Bahkan seluruh bilik toilet kosong. Berarti Fera sudah kabur darinya.

"Sial!" umpat Elang, dan berlari meninggalkan toilet perempuan dan menyusul kekasihnya di kelas.

***

Setelah merasa kekasihnya menghadap belakang, dan memasuki bilik perempuan, Fera yang sejak tadi memutuskan memasuki bilik toilet laki-laki, agar sang kekasih mencarinya di bilik perempuan dan dia akan keluar ketika sang kekasih memasuki bilik perempuan dan mencarinya.

Setelah mendengar suara kekasihnya dibilik perempuan, dirinya bergegas keluar dan meninggalkan kekasihnya seorang diri.

"HAHAHAHA," tawa Fera benar-benar pecah setelah dia mendudukkan dirinya di sebuah kursi kantin yang selama ini dia tempati.

"Elang pasti nyariin gue. Biarinlah kali-kali gue kerjain," kekeh Fera

"Mbak, saya pesen es jeruk satu," teriak Fera kepada penjual dikantin itu.

Setelah lima menit menunggu, akhirnya es jeruk kesukaannya datang.

"Ini, Mbak, es jeruknya," ujar penjual es jeruk itu.

"Ya," jawab Fera singkat dan langsung menyeruput es jeruknya.

"Huh huh huh," keluh Elang, dari toilet hingga sampai di kelas sang kekasih dia nihil tidak mendapatkan sang kekasih di mana pun. Ah Elang ingat pasti di kantin.

"Sha, Fera di kantin deh kayaknya!" teriak Elang kepada Marsha.

"Yaudah sih, susul sana!" usir Marsha, karena sejak tadi Elang terus mendesak Marsha untuk memberi tahu di mana Fera berada. Sedangkan sang empu yang ditanya tidak tau sama sekali Fera di mana. Terakhir kali dia pamit ya ke toilet.

"Iya iya, gue duluan ya," pamit Elang dan meninggalkan Marsha sendiri.

"Dasar orang gila!" umpat Marsha.

Elang semakin mengerang melihat kelakuan Fera. Bagaimana tidak? Dengan santainya Fera meminum es jeruk dengan nikmat sedangkan dia harus mencari dengan sekuat tenaga sang kekasih yang dikiranya hilang.

Elang menghampiri Fera dengan wajah memerah pertanda dia benar-benar marah. Dan hal itu disaksikan semua murid yang sedang di kantin bisik-bisik pun tidak dihiraukan sama sekali oleh Elang. Yang terpenting Fera akan dia beri pelajaran.

"Lo semua diem atau gue hancurin nih kantin," teriak Elang marah.

Semua itu tak luput dari pendengaran Fera yang sedari tadi tahu, bahwa sang kekasih sudah datang di kantin.

"Dasar gila nih Elang, semua orang kena marah kan," batin Fera

"Elang, ngapain ke sini? Pergi sana!" teriak Fera yang masih memegang es jeruknya yang belum habis

"FER!" teriak Elang dan langsung menghampiri Fera.

Sebelum Elang datang di hadapannya, buru-buru ia membayar es jeruknya dan pergi berlalu meninggalkan Elang yang sebentar lagi menemuinya.

"Tetap di tempat. Atau lo bener-bener gue hukum." Suara dingin Elang mampu membungkam seorang Fera. Tapi hanya sebentar.

Elang tersenyum menyeringai, Fera sudah pasti takut dengan ancamannya, buktinya Fera sama sekali tidak bergerak di tempatnya.

"Lo ikut gue!" tarik Elang paksa.

"Lepasin gue, atau gue bakal gigit lo," ancam Fera balik.

"Coba aja," tawar Elang.

Sebelum Fera menggigit tangan Elang, Fera yang sudah berancang-ancang itu sudah luruh kelantai terlebih dahulu. Semua orang di sana terkejut bagaimana tidak? Seorang queen bullying pingsan di depan semua orang.

"Eh eh kok pingsan sih," panik Elang.

"Gak usah bercanda deh, bangun cepetan!" perintah Elang, karena menurutnya Fera hanya berpura-pura agar tidak terkena hukuman darinya.

Elang terus-menerus menepuk pipi Fera. Hingga sosok cowok bertubuh jangkung langsung membopong Fera dan membawanya ke UKS.

"Eh eh, lo pergi sana ngapain gendong cewe gue!" sengit Elang

"Lo itu cowok apa bukan sih? Cewek lo lagi pingsan gini lo bilang bohongan," jawab Gama. Ya, laki-laki itu adalah Gama yang sejak tadi memperhatikan Fera dan Elang.

"Gue cowoknya dan lo gak ada berhak ngerti!" Jawab Elang dan mengambil alih Fera dari Gama.

Lo sebenernya siapa Fer, saat gue deket lo. Jantung gue selalu berdetak dengan cepat. Sama seperti saat gue deket ke Fara, batin Gama

PseudoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang