Bab 34

124 16 0
                                    

Happy Reading....

Para aggota Pseudo masih belum bisa mengerti dengan kedatangan Gama dan kedua temannya yang secara tiba-tiba menghajar mereka. Terlebih ketika melihat Elang, ketua mereka, yang terkapar di lantai dengan darah yang mengucur. Beberapa anak Pseudo segera membawa Elang le rumah sakit.

Brak!

Deka kembali masuk ke dalam seraya menendang meja yang berada di dekatnya. "Dengar kalian semua! Kalian pasti bingung kenapa tadi gue sama yang lainnya ngehajar Elang, kan? Gue di sini cuma mau bilang—"

"Ngga usah banyak bacot lo!" celetuk salah seorang dari mereka. Tentu saja hal itu membuat suasana kembali riuh.

"Dengerin gue goblok!" kata Deka dengan suara yang lantang. "Gue tanya. Beberapa dari kalian pasti udah muak sama si Elang, kan? Sama sikapnya yang sok-sokan dan semena-mena?"

Mereka masih terdiam sebelum akhirnya ada yang kembali bersuara. "To the point! Apa tujuan lo sebenarnya?"

"Kami mau hancurin Elang. Kalau di antara kalian ada yang mau gabung sama gue, gue terima dengan senang hati. Tapi jika suatu saat kalian ketahuan berkhianat, gue nggak akan segan buat hancurin kalian juga." Tiba-tiba Asraf datang menghampiri Deka. Mendengar ucapannya, Asraf mengangguk setuju.

Suasana kembali riuh. Banyak yang sebenarnya juga setuju dengan ucapan Deka dan Asraf, hanya saja mereka masih ragu untuk mengakuinya. Tak banyak juga yang menentang, kontra dengan hal itu.

"Apa maksud lo mau hancurin Elang? Secara nggak langsung, lo juga mau hancurin Pseudo, gitu?!" ucap salah satunya.

"Tapi dia ada benernya. Gue setuju, karena sebenarnya gue juga udah muak sama tingkah Elang," jawab yang lain. "Gue keluar dari Pseudo!"

Deka geram sekaligus senang melihat perdebatan di antara anggota Pseudo itu. Ternyata banyak juga yang sudah jengah dengan Elang. "Kalian! Gue ngerasa kalo si Elang emang harus dikasih pelajaran. Kenapa? Kalian nggak sadar, kalo selama ini kalian cuma diperdaya, dimanfaatin sama dia?"

Kembali, banyak yang terhasut oleh ucapak Deka. Setelah perkelahian singkat terjadi, hampir separuh anggota Pseudo memilih keluar dan bergabung dengan Deka, Asraf, dan Gama. Meski begitu, tak sedikit juga yang masih setia mempertahankan Pseudo.

***

Pagi hari di rumah Asraf, Deka dan Gama datang berkunjung. Sebenarnya tujuan mereka bertiga adalah untuk bermain dan bersantai di hari Minggu ini, tetapi tanpa sengaja pembahasan mereka sampai kepada Elang dan masalah kemarin malam.

"Gam, lo tau? Semalem gue geram banget liat si Elang. Rasanya pengen gue hajar dia sampai babak belur, kalo perlu sampai sekarat!" kata Asraf.

Gama dan Deka mengangguk menyetujui. "Denger-denger, nih. Si Elang beberapa kali pernah ngelukain si Fera. Meski gue nggak pernah liat langsung, tapi menurut gue ada benernya juga. Secara, Elang tuh orangnya keras dan tukang bully," timpal Deka.

Gama menarik kerah kemeja Deka. "Jangan bercanda lo!"

"Santai, Bro, santai. Kan, ketebak juga kalo lo tuh suka sama Fera." Asraf mencoba menenangkan Gama, kemudian terkekeh melihat wajah Gama yang sedikit memerah.

"Tau apa lo!" kata Gama. "Yang lo bilang tadi beneran, Ka?"

Deka mengangguk, lantas kembali bercerita tentang segala macam ulah Elang. Tentu, ia menambahkan bumbu di sana-sini agar Elang terlihat sangat busuk di mata Gama. Setelah dirasa cukup, ia dan Asraf terkekeh puas sebab telah berhasil memengaruhi Gama dengan cerita-ceritanya.

***

"Arrgh! Bangsat!" Elang menendang tong sampah di depan kelasnya. Ia terlihat sangat marah sekaligus kesal mengingat kejadian dua hari yang lalu. Ia teringat saat Gama menghajarnya dan berhasil membuat ia tumbang hingga dilarikan ke rumah sakit. Terlebih, ketika ia mendengar dari salah seorang anggota Pseudo jika mereka bertiga—Gama, Deka, dan Asraf—berhasil merebut setengah anggota gengnya.

"Gimana gue bisa ngebales perbuatan Gama? Atau ... gue harus gunain Fera buat kasih pelajaran ke Gama?" tanyanya pada diri sendiri. "Tapi lo tau, kan Lang, kalo lo tuh juga cinta sama Fera?"

Elang frustrasi, mengacak-acak rambutnya. Tak peduli pada beberapa murid yang berbisik-bisik melihat tingkahnya.

Di sisi lain, Gama terlihat tengah mengejar Fera di koridor sekolah yang sepi.

"Fer!" panggil Gama. Sontak saja Fera menoleh, kemudian mempercepat langkahnya saat mengetahui jika yang memanggilnya tadi adalah Gama. "Berhenti, atau lo bakalan nyesel!"

Fera yang tak mempedulikannya tetap berjalan meninggalkan Gama yang kini sudah berlari menjemputnya. Tiba-tiba saja tangannya dicekal oleh seseorang. Ketika berbalik, benar saja dugaannya. "Lo mau kabur?!" bentak Gama.

"Lepasin tangan gue! Lagian apa urusan lo ngatur-ngatur gue?" Gama yang kesal dengan ucapan Fera langsung mendorong bahu gadis itu hingga tubuhnya membentur tembok. Ia tak bisa berkutik lagi.

"Fer—Eh, Gama! Apa yang lo lakuin?" Tiba-tiba Sandra datang dan mendorong tubuh Gama. "Jangan buat wanita lo jadi murahan!" Ia menarik tangan Fera dan membawanya pergi dari hadapannya.

Tangan Gama terkepal. Ingin rasanya ia memanggil Fera, tapi tertahan oleh ingatannya pada ucapan Sandra tadi. Ah, sekarang ia merasa benar-benar bodoh. Tak berselang lama, Gama melangkah pergi menuju toilet. Melihat seorang murid di toilet perempuan, Gama mengira jika dia adalah Fera. "Fera—"

Gadis itu menoleh. Mendapati kenyataan jika dia bukan Fera, Gama semakin geram. Ia menarik gadis itu ke dalam salah satu bilik, lantas menarik rambut dan mencakar wajahnya. Gadis itu meringis seraya memegangi pipinya. "Apa salah gue?!"

"Lo bukan Fera! Yang gue cari Fera, bukan—"

Ucapan Gama terhenti. Ia memukul-mukul kepalanya. "Pergi sebelum gue berubah pikiran!"

Gadis itu segera pergi dari sana, bersamaan saat Gama menendang pintu toilet. Ia mengamuk di dalam sana, mencurahkan kekesalannya yang tiada berakhir. "Fera, liat apa yang akan gue lakuin setelah ini!"

*****

Jangan lupa vote dan komentarnya..
Tunggu selalu part berikutnya.

Daahhh

PseudoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang