Happy Reading...
Lima menit setelah bel pulang dibunyikan, Taruna Bangsa berangsur-angsur sepi, hanya tersisa beberapa orang yang belum pulang untuk membersihkan kelas dan guru-guru yang masih bertugas.
Termasuk Gama, hari ini ia sedikit terlambat karena membantu mengemaskan buku-buku baru di perpustakaan. Sebenarnya ia tak serajin itu, jika saja Bu Amna selaku petugas perpustakaan tidak meminta bantuannya, mungkin ia sudah langsung pulang, apalagi dengan kondisi pikirannya yang sedang kalut tidak menentu sejak kehadiran Fera.
Gama bingung antara senang karena sosok yang sama dengan Fara tiba-tiba datang di kehidupannya, atau sedih karena nyatanya mereka itu berbeda. Sikap Fera yang suka membully berbanding terbalik dengan Fara, si gadis lugu yang apa adanya.
Gama mengembuskan napas kasar, jelas ia lelah dengan permainan semu ini. Ia menyeret langkah pelan menuju parkiran sekolah.
Tiba-tiba gerimis menyapa, tetes demi tetes rinai turun bercucuran dari langit. Ah, sial. Gama lupa membawa jas hujan, padahal ramalan cuaca mengatakan hari ini akan cerah. Begitulah cuaca, sulit diprediksi. Layaknya perasaan, di tengah kebahagiaan yang di sangka berlaku jangka panjang, namun tiba-tiba disapu badai dan meninggalkan kehampaan.
Gama segera mengambil motornya, berniat menerobos. Namun, perhatiannya teralihkan pada seorang gadis yang sedang mencak-mencak tidak jelas."Tck! Kenapa harus hujan,gadi? Mau pulang pake apa gue sekarang." Fera berkacak pinggang di samping parkiran, tidak menyadari keberadaan Gama. Setelah sadar dari pingsan tadi, Elang permisi pergi sebentar untuk mencarikan sesuatu. Namun, sampai sekarang, ia belum juga kembali untuk menjemput Fera. Tubuh Fera sedikit lemas dan kepalanya terasa agak pusing.
"Fera?" Sebuah panggilan membuatnya menoleh.
"Elo? Ngapain masih di sini? Betah? Nginep!" balasnya sewot.
"Lo gak liat kalo ini lagi hujan? Lagian lo sendiri ngapain masih di sini?" Pertanyaan Gama membuat Fera kalah telak.
Ia mendengkus kesal, mengabaikan Gama yang masih menatapnya."Lo pacaran apa sama Elang?" tanya Gama tiba-tiba.
"Kalo iya kenapa?" Gama terdiam sejenak.
"Gapapa, lo kenapa jadi gini, Fa-" Gama nyaris menghentikan ucapannya ketika ia menyadari hampir salah sebut.
Entah kenapa saat berhadapan dengan gadis ini Gama selalu ter- flashback kenangannya bersama Fara.
Gama turun dari motornya dan mendekati Fera. Fera yang akan bergerak menjauh langsung ditarik oleh Gama kedalam pelukannya."Gue kangen lo, Far. Jangan tinggalin gue," ucapnya pilu. Hatinya lagi-lagi remuk, segala kerinduan mengekang paksa Gama untuk kembali ke masa lalunya. Semangat dan gairah hidupnya dicabut oleh kepergian Fara. Sakit dan perih masih menghantam hatinya yang semakin rapuh, nyaris hancur tak bersisa.
"Apa sih, gue bukan Fara!" Fera memberontak.
"Gue mohon sebentar aja ...." Dekapan Gama melemah. Dengan mudah Fera mendorongnya dan melepaskan diri.
"Inget, ya! Gue, ya gue. Fera, dan bukan Fara. Ngerti?!" sarkas Fera. Ia pergi menjauh meninggalkan Gama.
Gama terduduk lemas. Kepalanya seakan penuh tekanan. Ia frustrasi, mengapa saat ia sudah mulai bisa menjadi dirinya kembali, Fera muncul. Membawa segala ingatan tentang Fara yang ingin ia kubur dalam-dalam.
***
Elang bersama motor kesayangannya menepi di gerbang Taruna Bangsa, celingukan mencari pacarnya. Netranya menangkap Fera sedang berlari di tengah hujan.
"Tu anak ngapain main hujan?" Elang segera menyusul Fera.
"Fer, naik gih," ucap Elang agak meninggikan suaranya beberapa oktaf.
Fera langsung menoleh dan naik ke motor Elang.
"Elang? Kok lama banget sih. Dari mana aja coba?" Fera mendengkus kesal."Udah, jangan banyak nanya. Ada bawa jaket gak?"
"Gak ada, nih."
"Ya udah, pake punya gue aja dulu." Elang melepaskan jaketnya dan memberikannya pada Fera.
"Gapapa, nih?" ucap Fera sembari memakai jaket Elang.
Elang tidak menjawab lagi, ia pergi mengantarkan Fera ke rumahnya.
Sesampai di rumah Fera, Elang dipersilahkan duduk sambil menunggu hujan reda. Untungnya Elang membawa baju ganti. Fera membuatkan dua gelas coklat panas untuknya dan Elang. Antara keduanya tak ada yang membuka percakapan, hanya terdengar suara percikan hujan yang tak kunjung mereda.
Fara bergelut dengan pikirannya sendiri, penuh pertanyaan besar tentang siapa Fara dan mengapa lelaki bernama Gama itu selalu mengganggu ketenangannya.
"Lang, Fara itu siapa, sih?" Fera memberanikan diri bertanya pada Elang.
"Kenapa?" Elang mencoba tenang.
"Gue heran aja kenapa gue selalu di sebut 'Fara'."
"Lo gak usah mikirin ucapan cowok itu, lo milik gue. Jangan berurusan sama dia kalo lo gak mau gue hukum.
"Apa susahnya sih tinggal jawab doang!" Fera yang merasa dipermainkan mulai kehilangan kesabaran.
"Gue bilang gak usah mikirin ucapan dia. Ngerti gak?!" balas Elang. Fera terdiam, sebelum Elang benar-benar marah.
Fera tahu betul bagaimana Elang saat marah, seperti orang yang sudah kehilangan kendali.Dan Fera tidak mau itu terjadi.
Untuk saat ini, Fera akan berusaha sabar dan mencari tau sendiri, siapa itu Fara dan apa hubungannya dengan Gama. Tak akan membiarkan siapapun menghalanginya, Fera akan memecahkan teka-teki ini.*****
Jangn lupa vote dan komentarnya..
Dahhhh
![](https://img.wattpad.com/cover/213164276-288-k622366.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pseudo
Teen FictionDalam pertemuan ini, tidak ada yang bisa berharap apa pun. Dalam pertemuan ini, tidak ada yang bisa membuat semua menjadi nyata. Karena pertemuan ini, hanya sebuah angan dan semu.