Happy Reading...
Gama mencoba memejamkan matanya, hari sudah hampir tengah malam. Entah kenapa ia begitu rapuh saat ini, memandang langit-langit kamarnya. Melamun, entah apa yang dipikirkan Gama sampai hati Gama bergemuruh menahan sakit yang sudah dari tadi ia simpan kuat-kuat.
Mencoba bangkit dari tidurnya mengambil segelas air lalu meminumnya, semoga bisa membuatnya semakin tenang, dan kembali tidur, tetapi tetap nihil. Semua malah semakin diingat semakin sakit.
Meneteslah air mata yang sudah ia tahan sedari dulu. Entah kenapa Gama sekarang lebih rapuh dari hari-hari kemarin yang merasa kuat dan bisa mengikhlaskan Fara.
Sampai pagi tiba, Gama terus-menerus murung bersender ditembok samping lemarinya. Matanya sembab, wajahnya pucat, sudah tak ada semangat lagi rasanya. Dan dipaksakan untuk ke sekolah, mungkin dengan melakukan kegiatan akan sedikit mengurangi memikirkan Fara.
***
Sudah sampai di sekolah, ekspektasinya ingin mencari kegiatan untuk pelan-pelan melupakan Fara, tetapi tetap tidak bisa. Di sekolahlah kenangan itu memutar mutar di ingatan Gama.
Dan telihat saat Gama sedang asik melamun di tengah kelas yang ramai karena guru killer pak Handoko yang sangat ditakuti para murid sedang tidak masuk kelas."Woy Gam, come on. Jangan begini teruslah," ucap Tio yang sedang mencoba menghibur Gama dari rasa murungnya yang selalu memikirkan Fara, "hidup lo bukan untuk menangisi Fara setiap hari ...." Tak sampai selesai Tio berbicara ....
Brak!
Suara pukulan meja dari tangan Gama, seketika ruangan kelas hening dan berpusat perhatian kepada Gama dan Tio.
"Bisa diem, gak!" bentak Gama yang sudah tersulut emosi dan pergi begitu saja keluar kelas.
Entah kenapa semenjak kepergian Fara, Gama menjadi emosional. Serasa cahaya sudah tidak berpihak lagi kepadanya.
"Gama." Suara lembut dari seorang wanita di belakang Gama, berhasil membuat Gama yang sedang melamun sendirian di taman belakang sekolah mengalihkan padangan kepada sosok di belakangnya.
Fara.
Namun, seketika wajah ceria Gama berubah menjadi muram dan tidak bersahabat. "Ngapain lo kesini, pergi lo!" teriak Gama yang merasa tidak suka melihat Sheira mendekatinya.
"Mulai sekarang gue mau menjadi lebih baik. Bantu gua ya, Gam," mohon Sheira dengan wajah memelas, "mau kan kalau kita sekarang temenan?""Bukan berarti gue maafin lo, kita jadi berteman. Jangan mimpi lo!"
Gama menepis tangan Sheira yang coba meraih tangannya, dengan wajah kesal Gama langsung meninggalkan Sheira sendiri di taman belakang sekolah.***
Hari-hari Gama seperti kemarin tidak ada tanda tanda kehidupan di dalamnya semenjak kepergian Fara.
"Gama Sayang, sarapan dulu yuk. Mama udah bikin sarapan spesial buat Gama," ucap Mama Gama yang sedang menaruh makanan di meja makan, dan berniat mendekati anak kesayangannya yang sedah di ruang tengah.
"Nggak, Mah."
"Nanti kamu sakit, Mamah gak mau kamu sakit, Sayang," rayu sang mama.
Gama yang sedang memakai sepatu di ruang tengah, mendengkus kesal. "Dibilang Gama gak mau, gak usah maksa, Ma! Gama maunya Fara!" bentakan Gama berhasil membuat Mamanya meneteskan air mata. Dan Gama pergi begitu saja tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.
Kepergian Fara membuat kepribadian Gama 180 derajat terbalik dengan sifatnya dahulu. Kenapa Gama seperti ini? Saat hari pemakaman dan setelah pemakaman Gama begitu tegar, kuat bisa mengikhlaskan Fara.
Tapi kenapa? Kenapa sekarang menjadi rapuh, murung, kasar bahkan dengan ibunya sendiri.
***
Sesampainya di sekolah, Gama berniat ingin langsung menuju ruang kelasnya tetapi saat berjalan di koridor sekolah, Gama tidak sengaja melihat Sheira sedang membantu murid lain yang sedang kesusahan membawa buku-buku pelajaran dari pak Handoko.
Gama mencoba untuk mendekat, tetapi arahnya terhenti sesaat kenangan Sheira membully Fara telihat sangat nyata di depan matanya. Membuat Gama teramat sakit di hati. Gama membalikan badan dan langsung menuju ke kelas.
Membuat Gama harus membuka luka lama itu lagi, terasa dada sakit sampai tak bisa menahannya ia tersungkur menahan rasa sakit yang ada.Tio dan Raga yang melihat Gama sedang berjongkok menangis. Langsung mendekati Gama. "Gam lo kenapa? Ayo bangun, kita ke UKS!" panik Raga yang sudah meraih tangannya.
Gama masih enggan ingin beranjak dari tempatnya yang sekarang. "Ayo, Gam!" ajak Tio dan meraih tangan satunya.
Raga dan Tio memapah Gama yang pucat dan lemas ke UKS.
Entah sampai kapan harus seperti ini, entah sampai kapan harus menderita seperti ini? Tak ada yang memberinya semangat hidup.Hidupnya kini tidak ada warna yang menghiasi, hanya ada abu-abu dan hitam mengisi kehidupan Gama
Hidupnya kini terasa hampa, semakin hari semakin menyakitkan.****
Aku pen nangis, sedih liat Gama kek gitu...
Btw vote jangan lupa komentarnya juga...
Dahhh

KAMU SEDANG MEMBACA
Pseudo
Teen FictionDalam pertemuan ini, tidak ada yang bisa berharap apa pun. Dalam pertemuan ini, tidak ada yang bisa membuat semua menjadi nyata. Karena pertemuan ini, hanya sebuah angan dan semu.