Bab 4

309 46 28
                                    

Obsesi dan cinta iti beda, Tolong camkan itu! -imey

Happy Reading...

Fara tercengan, siapa yang memberitahu Elang, kalau Fara di sini? Dan sejak kapan Fara diperhatikan dua lelaki tadi? Sebelumnya, Fara bahkan tidak mengenal Gama dan Elang. Sebaliknya juga, Fara merasa tidak enak dengan hal ini. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Fara tidak tahu.

'Ini ada yang beda!' Batinnya yakin. Saat berjalan, menenteng seragamnya yang basah, Fara merasa kalau semua anak yang ada di koridor menyingkir, memberinya jalan. Bukan hanya itu, wajah mereka menunjukkan ... ketakutan?

Ah, bodoh, kenapa Fara bisa lupa? Elang masih mengikutinya. Fara berhenti dan berbalik, memastikan dan berharap kalau hal itu tidak benar. Sialnya, penampakan wajah Elang yang khas itu, membuat Fara mendesah salah tingkah. Tidak tahu harus berbuat apa.

"Gue hanya memastikan lo gak diganggu Sheira dan teman-temannya."

Entah kenapa, Fara tidak yakin. Tapi dipikirnya, tidak penting juga. Bukan hal jarang jika banyak siswa-siswi yang bergosip tentang Fara, apalagi akhir-akhir ini. Fara lanjut berjalan, kelas terasa jauh sekali. Sesekali, Fara bersenandung pelan.

Sementara itu, Elang menatap tajam ke arah mata-mata itu. Memerintah secara tersirat agar mereka menyingkir. Punggung cewek di depannya ini menghilang, saat gadis itu masuk ke dalam kelasnya. Elang tidak bisa masuk karena sudah ada guru yang mengajar. Ralat, bukan tidak bisa, hanya malas. Lagi pula, Elang juga masih mempunyai urusan dengan lelaki sialan tadi.

Elang mengambil benda persegi panjang dari saku celana abunya, mendial nomor ponsel yang sudah dihafal dengan baik, lalu menunggu sambungan hingga tersambung.

"Cari tahu tentang Gama, anak sialan yang tadi di kantin, gue tunggu sejam lagi."

Elang hampir menghempas ponselnya, jika saja ponsel nahas itu tidak berdering. Munculnya nama "Sheira" membuat Elang mengeraskan rahang, menahan amarah.

"Apa?"

"..."

"Terserah."

"..."

"Ya lo juga bilang-bilang, tolol!"

Gama sialan!

****

Gama tersenyum tipis, untung saja Gama tadi ke kantin. Setidaknya, Gama bisa membantu Fara. Senyuman gadis itu... entah kenapa membuat Gama bisa ikut tersenyum. Entah apa tujuan G-Team, membully gadis yang bahkan tidak pernah mengganggu mereka sedikitpun.

Gama bangkit setelah selesai mengikat tali sepatunya. Lamunannya masih terfokus kepada Fara dan kejadian tadi pagi. Sial, kenapa Gama malah terbayang terus akan hal itu? Hidup Gama sendiri, tidak terlalu menarik. Belajar, belajar, dan belajar.

Brak!

"Anjing! Lo bisa liat gak, sih?"

Gama membeo, Elang terlihat sangat marah, padahal hanya tersenggol sedikit. Kemana badan kekar lelaki itu? Heran. Tidak memusingkan hal itu, Gama berbalik dan ingin melanjutkan langkahnya.

"Sialan lo! Gue nanya bangsat!"

"Pertanyaan lo gak penting."

"Anjing!"

Bugh!

Gama hampir terjungkal, inilah hal yang paling Gama sesali. Karena rutinitas belajarnya yang padat, Gama tidak sempat berlatih bela diri.

Sekali lagi, Gama termundur karena bogem mentah Elang mengenai pipi kanannya, sudut bibir Gama terasa perih.

Berdarah.

Hampir saja Elang kembali melayangkan pukulannya. Namun, suara Pak Handoko mengintrupsi.

"Elang! Tidak ada yang melarangmu berkelahi, tetapi harap jangan di dalam kawasan sekolah!"

Elang berdecih di depan wajah Gama. Melepaskan cengkeraman dari kerah baju Gama dan tersenyum sinis ke arah Pak Handoko.

Gama terduduk, ia mengusap darah, disertai ringisan. Tio yang tadi mengikuti Pak Handoko membantu Gama berdiri. Mereka pergi ke UKS, diantar seorang guru wanita yang ikut meringis ngilu.

Di dalam pikiran Gama saat ini, tidak ada yang beres. Semua bukanlah hal yang kebetulan. Gama hanya perlu menunggu waktu, sampai semua terlihat jelas. Termkasud tujuan dari Elang dan Sheira.

****

"Gama!"

Pintu UKS terbuka tiba-tiba, disusul dengan tubuh seorang gadis dengan rambut panjangnya. Gadis itu membuka-buka tirai, mencari-cari Gama.

Senyum terbit di bibirnya, saat melihat seorang Gama terbaring dengan lebam hampir diseluruh wajahnya. Elang memang keterlaluan.

Senyum Sheira berubah menjadi sendu saat Gama menggerakkan tubuhnya, dan membuka mata. Sheira melancarkan aksinya, dia menghampiri Gama yang kesusahan untuk bangkit.

"Gama... lo gak papa?"

"Ekh...."

"Gama-"

"Gue bisa sendiri!" Gama menyentak tangan Sheira. Tubuhnya sakit semua. Pasti mamanya khawatir, jika Gama pulang dalam keadaan seperti ini.

"Gama, gue anterin pulang, ya?"

Gama menatap Sheira. Heran, apa mau gadis ini? Gama bahkan sudah menyentaknya, tetapi Sheira tetap keras kepala membantu Gama?

Dan dimana Tio? Orang itu meninggalkan Gama, kah? Atau diusir oleh Sheira? Gama tidak tahu. Gama terhuyung, berkali-kali lelaki ini merutuki kakinya yang tiba-tiba saja menjengkelkan. Mau tidak mau, Gama harus menerima tawaran Sheira. Berharap, gadis ini tidak bermaksud macam-macam.

Sheira kembali menawari tumpangan, setelah diam sebentar, akhirnya Gama menjawab dengan anggukan dan lirikan sinis.

Dengan senyuman, gadis itu membopong Gama menuju mobilnya. Bagus juga Elang mengincar kaki Gama, kalau tidak, Sheira tidak akan bisa berduaan dengan Gama.

Gama hanya diam, sesekali menjawab singkat pertanyaan-pertanyaan Sheira. Sheira cukup muak, tetapi ditahannya karena sekarang Sheira cukup senang.

"Gama, gue gak tau rumah lo."

"Lurus aja, ntar gue arahin."

Yes! Sorak Sheira kesenangan dalam hati. Itu artinya, Gama akan berbicara, walaupun Sheira tidak bertanya. Sepanjang jalan, Sheira tersenyum, sampai bersenandung, perutnya menggelitik geli saat Gama bersuara. Padahal, Gama hanya menunjukkan arah, Sheira memang gila.

***

Uwuw,,
Jangan lupa tinggalkan jejak
Vote dan komentarnya...

Sampai jumpa di part selanjutnya...

Dahh.....

PseudoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang