Bab 17

172 32 16
                                    

Happy Reading

Tidak ada yang menyakitkan bagi Gama kecuali saat mendengar pengumuman bahwa Fara telah meninggal. Ya ... Faranya yang tegar, Faranya yang lemah lembut, sekarang meninggalkan dia sendiri, berkutat pada satu rasa, kehilangan.

"Gam, lo oke?" Tio menepuk bahu Gama, menatap wajah sahabatnya dengan sendu.

"Ikhlas, Gam," timpal Raga yang juga menepuk bahu Gama.

Gama menatap mereka berdua dengan bingung, lalu tertawa pahit. "Bilang sama gue kalau ini cuma mimpi."

Raga tersenyum kecut, dia tahu perasaan Gama sekarang. "Ikhlas, Gam. Fara udah tenang tanpa harus takut di bully sama G-team lagi."

Gama linglung, dengan sigap Tio dan Raga menopang tubuh Gama. Tiba-tiba saja Gama terkekeh, sedetik kemudian matanya memburam dan setitik air diikuti titik lainnya turun dari mata Gama. "Fara ...."

***

FARA UTAMI

Gama menatap nisan itu dengan datar, matanya tak lepas untuk melemparkan tatapan tajam pada gundukan tanah yang masih baru itu.

Gama lalu memejamkan mata, menarik napas sebelum memutuskan untuk berjongkok di samping papan nisan.

"Hai, Far," sapa Gama dalam keheningan.

Pemakaman sudah berlalu sejak lima belas menit yang lalu, Raga dan Tio pun sudah berkali-kali untuk mengajak Gama pulang, tetapi cowok itu malah menyuruh kedua sahabatnya untuk menunggu dirinya di mobil.

"Lo pasti lagi ketawa liat gue cengeng di sini." Gama terkekeh sambil membayangkan wajah Fara yang sedang tertawa mengejek padanya, "gue sendiri sekarang," lirih Gama.

"Lo jahat banget sih, Far, kenapa lo pergi gitu aja saat gue mau nemenin lo di sini?" sentak Gama sambil meneteskan air mata, "gue sekarang kehilangan malaikat penyemangat gue."

Gama mengelus batu nisan Fara dengan lembut, seolah itu adalah diri Fara yang biasanya dia perlakukan dengan lembut. "Satu hal yang mesti lo inget sepanjang masa, Far ...." Gama tersenyum walau matanya tidak henti mengeluarkan air, "gue sayang lo, banget."

"Gam."

Punggung Gama menegang, dia menolehkan kepalanya ke belakang. Lalu tatapannya berubah sinis saat tahu siapa yang memanggilnya tadi.

"Mau apa lo? Bully Fara karena dia mati?"

Sheira menunduk dalam, dia melirik ke depan pada batu nisan bertulis 'FARA UTAMI' tersebut.

"Maaf."

Gama mendengkus, dia membuang muka untuk kembali menatap nisan Fara. "Maaf lo gak berguna, Shei. Itu gak bakal buat Fara balik lagi."

"Gue udah keterlaluan."

"KENAPA LO BARU NYADAR?!" teriak Gama penuh emosi sembari bangkit dan menunjuk Sheira dengan telunjuknya, "ke mana otak lo selama ini, hah?!"

Sheira diam, dia tergugu-gugu saat Gama berteriak padanya. "Gue nyesel, Gam," isaknya lirih, "gue gak maksud kayak gini."

"Basi alesan lo, anjing!" umpat Gama, "lo lihat di sana," tunjuknya pada batu nisan Fara.

"Itu orang yang udah lo bunuh."

"Gue bukan pembunuh!" jerit Sheira tertahan.

Gama tersenyum sinis. "Seharusnya lo yang ada di sana, bukan Fara."

Setelah mengucapkan itu, Gama beranjak untuk meninggalkan area pemakaman. Membiarkan tubuh Sheira yang meluruh di samping makam Fara.

"Maafin gue, Far, gue nyesel."

*****

Baru nyesel sekarang?
Emang yah, penyesalan tuh datangnya di akhir, kalau di awal namanya pendaftaran.

Btw jangan lupa vote dan komentarnya.

Dahhhh

PseudoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang