Bab 19

162 35 13
                                    

Happy Reading...

1 tahun kemudian.

Gama mempertanyakan hatinya?
Setahun lebih mencoba memapah hati, untuk melupakan Fara, tetapi kenapa hal itu sulit sekali.

Kesadarannya mulai kembali, hanya saja hatinya terjebak dengan kesakitan sebuah kehilangan yang nyata. Ia sudah terlalu lama mengabaikan keadaan sekitar, hatinya yang hampa akan sosok perempuan berarti itu, terlalu membelenggu dunianya.

Kata-kata motivasi guna membangkitkan masa terpuruknya sedikit membantu walau tak banyak, hari-hari yang selalu didampingin tangis penyesalan, hanya itu.

"Gam?"

Menoleh, mendapati si Tio. "Kenapa?" tanya Gama.

"Nggak, nyapa aja. Eh tugas lo udah selesai belum?"

"Tugas bahasa Indonesia?" lanjutnya.

Gama mengangguk dan menunjuk ke arah tasnya. Tio kemudian mengambil buku bahasa Indonesia Gama dan menyalin tugas Gama, untung saja tugas itu boleh dikerjakan bersama, walaupun Tio dikategorikan menyalin, itu tak masalah bagi Gama.

Tio yang masih asiknya menyalin tugas tak sengaja melihat Gama melamun lagi. Jengah! sangat. Sahabatnya itu hanya terjebak dalam lingkaran seorang perempuan bernama Fara. Fara, Fara, dan hanya Fara, di otak dan hatinya.

Padahal bila di hitung ini sudah setahun lebih, ia sebagai sahabat sudah pasti melakukan semua cara agar Gama tak terpuruk seperti ini. Pernah ia menawarkan adik kelas namun malah dibentak dan menyuruhnya pergi, klise yang dipikirkan oleh Tio, bila ada seseorang baru maka yang lama akan terlupakan, padahal tak se-simple itu Tio.

Tio tahu melupakan tak semudah itu tapi bila orangnya sendiri tak mau melupakan mau gimana lagi?

"Nanti ikut gue aja, pulang sekolah," ajak Tio kepada Gama yang masih melamun.

Seakan tersadar dari lamunannya Gama menatap Tio. "Ke mana? Ngapain?" tanya Gama penasaran.

"Ada lah, yang penting lo ikut aja."

Gama menghela napas panjang dan mengangguk dengan menunduk. Ia memotivasi diri untuk kembali bangkit.

'Ayo Gam. Bangkit! Sadar, sadar, sadar.'

***

Suasana kafe lumayan ramai hari ini, apalagi jam pulang sekolah, banyak-banyaknya anak sekolah mampir untuk mengisi perut, numpang wifi, atau sekedar nongkrong-nongkrong.

Gama menunggu Tio mengambil pesananya dan ia berusaha mencocokkan sandi wifi kafe dengan ponselnya, saat Tio sudah datang maka mereka memutuskan untuk menyantap makanan yang ada sebelum mengobrol.

Saat Gama hampir selesai menyelesaikan makanannya Tio malah menyatakan pernyataan yang menohok hatinya.

"Lupain Fara Gam! Dia udah nggak ada. Cari yang lain. Banyak!"

Hilang nafsu makannya seketika, ia merasa menelan pil pahit mendengar pernyataan Tio.

"Tapi Tio, Fara itu udah bagaikan setengah jiwa gue, lo nggak pernah tau gimana kan saat orang yang lo sayang atau lo cinta, mati, lo pernah tau nggak?"

Tio bungkam menatap sahabatnya ini, dia mulai lagi, frustrasi dan stres saat menceritakan sang pujaan hati yang telah wafat.

Mereka terlibat perbincangan yang sedikit menekan satu sama lain, mempertahankan pendapat satu sama lain tentang hati dan pikiran.

"Tapi, Gama, Fara itu udah nggak ada, lo nggak baik ngomongin orang yang udah mati."

"Fara itu---"

PseudoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang